Korupsi merupakan salah satu kejahatan yang sudah ada sejak zaman nabi. Dalam sejarah, korupsi ini ada sejak awal terbentuknya masyarakat Islam di Madinah. Ini menunjukkan bahwa korupsi bukan lagi fenomena baru, tetapi memang sudah ada sejak zaman dahulu kala. Pembahasan tentang korupsi kali ini akan berkaitan dengan isi kandungan Surat Ali Imran ayat 161.
Baca Juga: Tafsir dan Isi Kandungan Surat At Tur Ayat 6
Penjelasan Isi Kandungan Surat Ali Imran Ayat 161
Pada masa Nabi Muhammad SAW, terdapat beberapa kasus korupsi yang terkenal dengan istilah ghulul, suht, risywah, serta hadaya al-‘ummal. Praktik-praktik ini terjadi pada periode awal Islam, termasuk di masa kepemimpinan Rasulullah SAW.
Istilah-istilah tersebut menjadi populer karena adanya beberapa kasus korupsi yang terjadi pada waktu itu. Salah satu kasus korupsi tersebut disebutkan dalam Al Quran, tepatnya dalam Surat Ali Imran [3] ayat 161.
Ayat ini menjelaskan tentang peristiwa korupsi yang terjadi pada masa Rasulullah SAW. Berikut adalah ayatnya:
Wa mā kāna linabiyyin ay yagull(a), wa may yaglul ya’ti bimā galla yaumal-qiyāmah(ti), ṡumma tuwaffā kullu nafsin mā kasabat wa hum lā yuẓlamūn(a).
Artinya: “Tidak layak seorang Nabi menyelewengkan (harta rampasan perang). Siapa saja yang menyelewengkannya, niscaya pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang diselewengkannya itu. Kemudian, setiap orang akan diberi balasan secara sempurna sesuai apa yang mereka lakukan dan mereka tidak dizalimi.”
Tafsir Surat Ali Imran Ayat 161
Surat Ali Imran ayat 161 pertama kali turun di Madinah, setelah Rasulullah SAW dan para sahabat berhasil meraih kemenangan dalam Perang Badar. Pada saat itu, muncul tuduhan dari sebagian orang yang menuduh Rasulullah SAW dan para sahabat melakukan tindakan korupsi dalam pembagian harta rampasan perang.
Kandungan Surat Ali Imran ayat 161 ini kemudian turun sebagai bentuk klarifikasi dan penegasan bahwa Rasulullah SAW terbebas dari segala bentuk kecurangan atau pengkhianatan dalam menjalankan amanah.
Tafsir Jami’ al-Bayan dari Abu Ja’far Ibnu Jarir at-Thabari
Kandungan Surat Ali Imran ayat 161 dalam tafsir Jami’ al-Bayan karya Abu Ja’far Ibnu Jarir at-Thabari, tertera bahwa istilah ghulul muncul dalam peristiwa Perang Badar, yang terjadi sekitar tahun 2 Hijriah. Menurut riwayat Ibnu Abbas, peristiwa ini berkaitan dengan hilangnya sehelai beludru merah, yang merupakan bagian dari harta rampasan perang dari kaum musyrikin.
Peristiwa ini terjadi setelah perang usai, ketika para sahabat berkumpul untuk menghitung dan membagi harta rampasan perang. Namun, saat proses penghitungan berlangsung, mereka menyadari bahwa sehelai beludru merah yang bernilai tinggi telah hilang. Hal ini menimbulkan kecurigaan di antara mereka, hingga muncul kekhawatiran bahwa beludru tersebut telah dicuri oleh seseorang.
Di tengah kebingungan itu, beberapa sahabat bahkan mencurigai Rasulullah SAW. Mereka beranggapan bahwa beliau mungkin telah mengambil beludru merah tersebut untuk kepentingan pribadi.
Ketika Rasulullah SAW mengetahui tuduhan tersebut, beliau segera membela diri dan menegaskan bahwa seorang Nabi tidak mungkin melakukan ghulul (penggelapan harta). Rasulullah SAW menolak tuduhan itu dengan tegas, menunjukkan bahwa sebagai seorang utusan Allah, beliau tidak akan pernah mengkhianati amanah yang diberikan kepadanya.
Baca Juga: Kandungan Surat Az Zumar Ayat 9 dan Tafsirnya
Terkait hal ini, Imam Ja’far at-Thabari menjelaskan:
Artinya: “Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Suatu kali, ada sebuah kain beludru [baju kebesaran] yang hilang pada hari Pertempuran Badar. Orang-orang berkata, ‘Rasulullah SAW yang mengambilnya!’ Maka Allah pun menurunkan ayat ini, ‘Dan tidaklah pantas bagi seorang Nabi menyelewengkan [tindak korupsi] harta rampasan perang.”
Tafsir Jami’ Li Ahkami a-Qur’an dari Syamsuddin Al-Qurthubi
Sementara itu, tafsir dalam kandungan Surat Ali Imran ayat 161 ini sebagaimana Ibnu Abbas, Ikrimah, dan Ibnu Jubair menjelaskan bahwa;
Artinya: “Dan berkata Ibnu Abbas, dan juga Ikrimah dan Ibnu Jubair dan selain mereka. Bahwa turunnya ayat tersebut disebabkan oleh hilangnya sehelai kain merah dalam harta rampasan perang pada Perang Badar.”
Tafsir Ali Imran Ayat 161 Tentang Perang Uhud
Sementara itu, terdapat tafsiran mengenai Perang Uhud. Ini menjelaskan ketika para pemanah mulai meninggalkan pos mereka karena takut tidak kebagian harta rampasan. Akibatnya, para kaum Muslimin mengalami kewalahan dan banyak sahabat yang mati terbunuh.
Pada akhirnya, Allah SWT. menurunkan ayat ini dan menjelaskan bahwa Nabi Muhammad tidak curang dalam pembagian rampasan perang.
Artinya: “Pertama; Pada hari (Perang) uhud, ketika para pemanah meninggalkan pos mereka, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, karena takut jika kaum Muslimin akan merebut rampasan perang dan tidak akan memberikan apapun kepada mereka. Allah Yang Maha Suci menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak berbuat curang dalam pembagian rampasan perang, sehingga tidak pantas bagi mereka untuk menuduhnya.”
Dhahhak berkata: Akan tetapi, penyebabnya adalah Rasulullah SAW pernah mengutus pasukan pelopor dalam beberapa peperangannya. Kemudian mendapatkan rampasan perang sebelum kedatangan mereka. Beliau membagi rampasan perang itu kepada orang-orang, tetapi tidak membaginya kepada pasukan pelopor. Maka Allah SWT. menurunkan teguran kepadanya, “Dan tidak patut bagi seorang Nabi berkhianat, dan siapa yang berkhianat.” Yaitu, membagi kepada sebagian dan meninggalkan sebagian.”
Baca Juga: Kandungan Surat Yunus Ayat 37, Al Quran Sebagai Kalam Allah
Itulah kandungan Surat Ali Imran ayat 161 yang menegaskan bahwa Rasulullah SAW terbebas dari segala bentuk pengkhianatan dan kecurangan dalam pembagian harta rampasan perang. Ayat ini juga menjadi pelajaran bagi umat Islam tentang pentingnya kejujuran, amanah, dan keadilan dalam mengelola harta. (R10/HR-Online)