tirto.id - Fenomena pengunduran diri 714 rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) menjadi sinyal kuat adanya persoalan dalam sistem rekrutmen dan penempatan tenaga pendidik pada perguruan tinggi negeri. Mayoritas mereka yang mengundurkan diri adalah calon dosen ASN. Ini merupakan alarm keras bahwa negara telah gagal merawat dan mengelola sumber daya intelektualnya dengan layak.
Dari jumlah tersebut, 653 peserta secara resmi mengundurkan diri, sementara 61 lainnya dianggap mengundurkan diri sebab tidak mengisi daftar riwayat hidup sesuai tenggat waktu yang ditentukan. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) memperkirakan pengunduran diri ratusan calon dosen tersebut disebabkan penempatan kerja yang tidak sesuai harapan. Argumen bahwa CPNS dosen mesti bersedia ditempatkan di mana saja terasa seperti potong kompas alih-alih mencari upaya perbaikan sistem rekrutmen sumber daya tenaga pendidik di perguruan tinggi.
CPNS dosen yang sudah melalui proses seleksi panjang dipaksa untuk menerima penempatan yang acap kali jauh dari preferensi awal mereka. Kebijakan optimalisasi yang seharusnya menjadi solusi terhadap kekosongan formasi justru berbalik menjadi jebakan birokratik yang merugikan pelamar. Mereka bukan tak mau atau tidak bersyukur sudah lolos calon dosen, tetapi pertimbangan kesejahteraan dan penempatan yang kurang transparan membebani langkah mereka.
Arsyad, peserta CPNS dosen Kemdiktisaintek asal Sragen, Jawa Tengah, merupakan satu dari ratusan calon dosen ASN yang memilih mengundurkan diri. Pria berusia 31 tahun itu, jebolan S2 pendidikan vokasi kejuruan di salah satu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta. Arsyad mengaku sudah lolos seleksi kompetensi bidang (SKB) lewat skema optimalisasi.
Namun, ia terkaget-kaget ketika penempatan kerja yang diterimanya justru sangat jauh dari pilihan utamanya. Arsyad mendaftar sebagai dosen tata boga di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), namun terkena optimalisasi ke Universitas Negeri Makassar (UNM).
“Saya mundur karena ada banyak pertimbangan. Karena sebelum mendaftar sepertinya tidak ada pernyataan yang [mencantumkan] siap ditempatkan di mana saja,” kata Arsyad ketika berbincang dengan wartawan Tirto lewat fitur pesan langsung di X, Rabu (16/4/2025).
Pertimbangan utama, kata Arsyad, penempatan kerja di Makassar tidak sesuai rencananya sehingga harus meninggalkan jauh keluarga di kampung halaman. Istri dan anaknya tinggal di Sragen, sementara orang tuanya di Nganjuk. Bekerja di Makassar menurutnya cuma akan membebani pengeluaran Arsyad jika hendak pulang kampung.
Terlebih, Arsyad merasa gaji CPNS dosen masih sangat minim atau cuma sekitar Rp2-3 juta per bulannya. Apabila berlabuh ke Makassar dengan gaji secuil itu, Arsyad menilai lebih banyak beban dan risiko yang ditanggungnya ketimbang kondisi saat ini. Pasalnya, ia saat ini memiliki sudah mempunyai usaha penyewaan tempat bagi perusahaan di kampungnya.
Ia mengaku tidak menyesal mundur dari peserta CPNS dosen meskipun sudah lolos. Tetapi Arsyad berharap skema optimalisasi rekrutmen dosen tidak silang universitas, tetapi cuma di tingkat antarfakultas pada perguruan tinggi yang sama.
“Karena pendaftar pada dasarnya kalau sudah mendaftar di suatu universitas tersebut itu sudah memikirkan matang dari semua aspeknya, akomodasi, keluarga, hingga perjalanan pulang mudik,” ungkap Arsyad.
Menteri PANRB Rini Widyantini dalam Rapat Evaluasi Seleksi Kompetensi Dasar CPNS Tahun Anggaran 2024 di Jakarta, Rabu (13/11/2024). (ANTARA/HO-Humas Kementerian PANRB)
Diberitakan sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB), Rini Widyantini, memperkirakan alasan pengunduran diri ratusan CPNS dosen Kemdiktisaintek kemungkinan berkaitan persoalan penempatan atau lokasi penugasan yang akan diterima para calon dosen tersebut. Meskipun demikian, Rini mengatakan, pihaknya bakal mengecek terlebih dahulu terkait dengan jumlah pasti dosen yang mengundurkan diri.
Ia pun akan segera berkoordinasi dengan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) usai ratusan calon dosen ASN itu mengundurkan diri. Dia juga berharap Kemendiktisaintek dapat melakukan pengecekan menyeluruh terhadap nama-nama yang memutuskan mundur dari CPNS dan menelaah dampaknya terhadap pengisian formasi dosen di berbagai perguruan tinggi.
Rini menyatakan, seharusnya para pelamar memahami sejak awal bahwa mereka harus siap apabila ditempatkan di mana saja sesuai kebutuhan. Namun, saat ini masih dilakukan pengecekan karena proses masih berjalan.
“Karena memang sebagai calon PNS tentunya kita harus siap ditempatkan di mana saja. Ini yang mungkin masih melakukan pengecekan karena pengisian daftar riwayat hidup masih berlangsung di seluruh instansi pemerintah,” kata Rini saat acara taklimat media di Kantor Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Senayan, Jakarta, Selasa (15/4/2025).
Kabar pengunduran diri ratusan CPNS dosen di Kemdiktisaintek mencuat usai beredarnya dokumen Pengumuman Nomor 2069/A.A3/KP.01.01/2025 tentang Hasil Akhir Seleksi (Kelulusan) Pasca Sanggah pada Seleksi Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Tahun Anggaran 2024.
Serta, dokumen Pengumuman Nomor 5013/Α.Α3/ΚΡ.01.01/2025 tentang Perpanjangan Waktu Pengisian Daftar Riwayat Hidup (DRH) bagi Peserta yang Dinyatakan Lulus Hasil Akhir Seleksi Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Tahun Anggaran 2024.
Sebanyak 653 peserta yang memutuskan mengundurkan diri dan 61 peserta yang dianggap mengundurkan diri, kemungkinan telah lolos CPNS. Pasalnya, pengumuman dikeluarkan setelah adanya pengumuman Perpanjangan Waktu Pengisian Daftar Riwayat Hidup (DRH) bagi Peserta yang Dinyatakan Lulus Hasil Akhir Seleksi Penerimaan CPNS Kemdikbudristek 2024.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendiktisaintek, Togar Mangihut Simatupang, membenarkan kabar ratusan CPNS dosen yang mengundurkan diri tersebut. Katanya, salah satu alasan pengunduran diri tersebut menyangkut ekspektasi terkait lokasi penugasan. Namun, tidak ada sanksi secara formal yang diberlakukan untuk para peserta yang mengundurkan diri.
Namun, kata Togar, ada kemungkinan para peserta yang mengundurkan diri diblokir dalam seleksi CPNS selanjutnya.
“Karena sudah merugikan proses yang menutup ribuan calon lain yang sudah siap sedia ditempatkan di mana saja dan ketidakmauan ditempatkan di mana pun di seluruh Indonesia, ada kemungkinan akan diblok,” kata Togar.
Evaluasi Sistem Rekrutmen Dosen ASN
Ketua Aliansi Dosen ASN Kementerian Pendidikan Tinggi dan Sains Teknologi Seluruh Indonesia (Adaksi), Anggun Gunawan, menilai faktor pengunduran diri CPNS dosen formasi di Kemdiktisaintek utamanya dipicu skema optimalisasi yang tidak transparan. Optimalisasi ini memang membuat peserta yang awalnya tidak diterima di PTN yang mereka pilih sendiri, menjadi dinyatakan lulus pada PTN lain pilihan pemerintah. Namun, mayoritas CPNS dosen yang lolos lewat skema optimalisasi mendapat PTN yang sangat jauh dari domisili mereka.
“Kedua, informasi gaji dosen ASN yang kecil juga menjadi faktor pemicu. Saya melihat isu kesejahteraan dosen sudah jadi isu nasional banyak para CPNS kemudian aware dengan gaji dosen yang ternyata kecil,” kata Anggun kepada wartawan Tirto, Rabu (16/4/2025).
Adaksi sendiri dengan beberapa organisasi masyarakat sipil dan organisasi dosen lain, terus mendorong kesejahteraan dosen lewat skema tunjangan kinerja (tukin) yang adil. Kabar baik teranyar, tukin bagi dosen ASN Kemdiktisaintek akhirnya diteken lewat Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2025 yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 27 Maret 2025. Meskipun, tukin yang dibayarkan terhitung dari periode Januari 2025. Artinya, tukin periode 2020-2024 dibiarkan begitu saja.
Padahal, aturan tukin untuk dosen ASN kementerian di bidang pendidikan tinggi sudah lahir sejak lama. Dasar hukum pemberian tukin dosen ASN adalah Permendikbud Nomor 14 Tahun 2016. Lalu diubah dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2018 dan terakhir menjadi Permendikbud Nomor 49 Tahun 2020.
Tukin yang cair tahun ini juga baru diprioritaskan kepada dosen ASN yang berasal dari tiga kelompok, yakni satuan kerja (satker) perguruan tinggi negeri (PTN), satker PTN badan layanan umum (BLU) yang belum menerima remunerasi, serta lembaga layanan (LL) Dikti.
Tukin tersebut akan diberikan kepada total penerima sebanyak 31.066 dosen ASN, dengan rincian 8.725 dosen satker PTN, 16.540 dosen satker PTN BLU yang belum menerima remunerasi, dan 5.801 dosen LL Dikti.
Maka dari itu, Adaksi tetap memperjuangkan agar tukin bisa dinikmati semua kategori dosen atau ‘tukin for all’. Selain itu, mereka mendorong agar pemerintah menetapkan remunerasi setara perhitungan tukin serta mendorong gaji dosen agar dapat lebih layak atau minmal di atas UMK.
Komentar senada juga dilontarkan pengamat pendidikan dari Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Semarang, Edi Subkhan. Ia menilai, terlepas penyebab utama mundurnya CPNS dosen Kemdiktisaintek karena penempatan, terdapat masalah transparansi dan akuntabilitas seleksi serta kerumitan prosedur administrasi calon dosen.
Di sisi lain, fenomena ini menunjukkan persoalan jaminan kesejahteraan PNS dan CPNS. Hal yang melatarbelakangi mundurnya ratusan calon dosen ASN Kemdiktisaintek bukan hanya penempatan, tetapi juga isu kesejahteraan dosen yang bekerja di daerah.
“Para dosen PNS sadar ada haknya yang belum dipenuhi oleh pemerintah, bahkan terlihat diabaikan, dianggap tidak penting, yakni tunjangan kinerja,” kata Edi kepada wartawan Tirto, Rabu.
Dosen di awal karir mereka hidup di bawah standar kelayakan sebagai akademisi. Sebagai CPNS misal, gajinya hanya dibayarkan 80 persen untuk jangka waktu sampai diangkat PNS. Bisa dibayangkan jika penempatan sebagai dosen CPNS di luar Jawa atau daerah terpencil.
Menurut Edi, kalau pemerintah betul-betul niat memeratakan pendidikan, salah satunya soal persebaran dosen PNS di daerah luar Jawa, maka seharusnya diperhatikan kesejahteraan mereka. Lebih dalam lagi, kegagalan ini adalah gejala dari penyakit lama dalam birokrasi pendidikan Indonesia: ketidakmampuan membaca kebutuhan dan aspirasi tenaga pendidik.
Rekrutmen dosen ASN masih diperlakukan seperti distribusi tenaga kerja biasa. Padahal, dosen merupakan motor utama dalam riset, inovasi, dan pengembangan intelektual bangsa. Negara memperlakukan mereka seperti pion dalam papan catur kebijakan yang tak pernah selesai dirancang dengan matang.
“Perlu ditelisik apakah ada yang main mata dan jual beli posisi ASN di kampus tertentu yang akhirnya melempar kandidat lain ke kampus luar Jawa, atau bagaimana. Ini perlu ditelisik lebih dalam sistemnya,” ucap Edi.
Tes SKD CPNS 2024
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai fenomena ini menunjukkan perlunya rekrutmen CPNS dosen yang lebih manusiawi, transparan, dan adaptif terhadap kebutuhan calon tenaga pendidik. Jika tidak, potensi brain drain kepada perguruan tinggi swasta atau luar negeri akan semakin mengancam kualitas pendidikan tinggi negeri Indonesia.
Soal sistem optimalisasi, kata Ubaid, bisa jadi ini bertujuan memeratakan distribusi dosen di seluruh Indonesia. Tetapi implementasinya perlu dievaluasi. Kurangnya transparansi dalam kriteria penempatan membuat peserta merasa dihakimi tanpa dasar jelas. Tanpa dialog yang terbuka, sistem optimalisasi akan terus dianggap "arbitrer" dan merusak kepercayaan publik terhadap rekrutmen ASN.
“Selain itu, tingkatkan daya tarik penempatan di daerah terpencil lewat tunjangan kompetitif, jaminan fasilitas penelitian, atau skema rotasi berkala. Berikan ruang pelamar mengajukan keberatan atau pertukaran lokasi dengan syarat memiliki alasan yang jelas,” kata Ubaid kepada wartawan Tirto, Rabu.
Sudah saatnya kita memiliki cetak biru manajemen dosen yang menghargai martabat profesi akademisi. Penempatan idealnya berbasis kesesuaian keilmuan, dilengkapi dialog antara pelamar dan institusi, dan disertai insentif yang jelas bagi dosen yang bersedia mengabdi di daerah terpencil.
Reformasi kesejahteraan dosen ASN tak bisa ditunda. Bila negara serius ingin menjadikan kampus sebagai pusat peradaban, maka memperlakukan dosen secara manusiawi adalah prasyarat yang tak bisa ditawar. Karena dosen bukan sekadar angka.
tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Anggun P Situmorang