tirto.id - Festival Songkran di Thailand dirayakan tiap pertengahan bulan April. Festival Songkran dirayakan sebagai tahun baru, selayaknya Imlek bagi etnis Tionghoa atau 1 Januari bagi masyarakat global. Lantas, apa yang membedakan Songkran dengan perayaan tahun baru lain?
Songkran secara tradisional merupakan perayaan tahun baru di Thailand. Meski tahun baru di Thailand dirayakan 1 Januari sejak tahun 1941 –mengikuti masyarakat global–, tradisi Songkran masih bertahan sampai saat ini.
Melansir laman Perpustakaan Nasional Ratchamangklaphisek Chanthaburi, istilah Songkran berasal dari bahasa Sansekerta “Sankranti”, yang berarti “pergerakan”. Hal itu merujuk pada pergerakan dari satu zodiak ke zodiak lainnya, yaitu Pisces ke Aries.
Kapan Festival Songkran Dirayakan?
Festival Songkran setiap tahunnya akan dirayakan pada pertengahan April, tepatnya setiap 13, 14, dan 15 April. Masing-masing tanggal 13 April disebut sebagai Hari Maha Songkran, 14 April disebut Wan Nao, dan 15 April disebut Wan Thelingsok.
Setiap tahunnya, perayaan Songkran ditetapkan sebagai hari libur di Thailand. Hari tersebut juga diisi dengan sejumlah acara. Salah satu yang terkenal ialah perang air, yang juga jadi daya tarik bagi wisatawan.
Festival Songkran jatuh pada bulan April, yang jadi salah satu periode terpanas di Thailand. Oleh karena itu, perang air menjadi salah satu cara bagi warga Thailand untuk menyegarkan diri dari hawa panas.
Di samping itu, Festival Songkran bertepatan dengan waktu setelah panen di Thailand. Songkran yang jatuh pada April, dianggap waktu yang tepat untuk orang-orang berkumpul kembali dengan keluarga, serta memberikan penghormatan kepada orang yang lebih tua, leluhur, dan patung Buddha.
Sejarah & Makna Festival Songkran Tahun Baru Thailand
Air bukan sekadar penyegar hawa panas bulan April di Thailand. Dalam Festival Songkran, air digunakan sebagai simbol dan elemen utama upacara, yang melambangkan pembersihan, penghormatan, dan keberuntungan.
Media asal Thailand, Thairath menyebut Songkran sedikitnya dipengaruhi secara budaya oleh Festival Holi di India. Persamaannya ialah tradisi memercikkan air tanpa menimbulkan dendam satu sama lain.
Selain itu, air juga digunakan untuk rangkaian prosesi lain. Seperti misalnya memandikan patung Buddha dan memandikan para biksu dan samanera, hingga menuangkan air untuk meminta doa kepada orang yang lebih tua.
Sejarah keberadaan Songkran tak lepas dari legenda di Thailand. Melansir Edulambang yang dikelola Kerajaan Thailand, cerita legenda Songkran itu terkait antara Raja Kabila Brahma dan Dharmabala Kumar.
Dikisahkan, Raja Kabila Brahma kalah taruhan dari Dharmabala Kumar, seorang bocah 7 tahun. Di usianya yang masih bocah, Dharmabala Kumar dianggap merupakan anak yang sangat cerdas, yang dengan cepat mampu mempelajari bahasa burung dan menguasai teks-teks suci agama Brahmana, yang dikenal sebagai Tripitaka.
Kemampuannya yang luar biasa membuat Dharmabala Kumar terkenal luas. Termasuk menarik perhatian Raja Kabila Brahma, dewa yang mewakili Matahari. Sang raja lantas memberi Dharmabala 3 pertanyaan, yang merupakan perjudian nyawa antara keduanya.
Dharmabala punya waktu 7 hari untuk menjawab pertanyaan itu. Dharmabala dikisahkan pergi ke hutan untuk mencari jawaban. Dharmabala Kumar yang bisa bahasa burung, mengetahui jawaban tersebut dari perbincangan burung.
Dharmabala Kumar kembali menemui Raja Kabila Brahma. Dharmabala Kumar mampu menjawab 3 pertanyaan dan membuat Kabila Brahma harus memenggal kepalanya.
Namun karena dianggap terlalu kuat, jika kepala Kabila Brahma menyentuh tanah, maka akan terjadi kebakaran besar. Jika dilemparkan ke langit, akan menyebabkan kekeringan. Serta jika dilemparkan ke laut, akan mengeringkan air.
Maka, ketujuh putrinya diberi tugas untuk menerima kepalanya, menaruhnya di dalam sebuah wadah dan membawanya mengelilingi Gunung Meru, pusat suci dunia, sebelum menyimpannya di Gua Kandhuli. Setiap tahun, salah satu putrinya akan bergiliran melakukan ritual suci ini.
Legenda tersebut didasarkan pada prasasti di Wat Phra Chetuphon Wimonmangklaram. Pada dasarnya, seluruh cerita melambangkan pergerakan matahari, yang merupakan inti dari kata “Songkran”, mengacu pada transisi matahari dari satu tanda zodiak ke tanda zodiak lainnya, yang menandai dimulainya Tahun Baru Thailand.
tirto.id - Edusains
Penulis: Dicky Setyawan
Editor: Iswara N Raditya