Tarif AS Mengguncang Industri Ekspor, Jawa Barat Paling Terdampak, Apa Solusinya?

7 hours ago 9

Harapanrakyat.com,- Tarif dagang yang ditetapkan Amerika Serikat (AS) mengguncang industri ekspor di Indonesia. Salah satu daerah yang paling terdampak adalah Jawa Barat, daerah yang dikenal sebagai pusat manufaktur dan ekspor nasional.

Isu ini menjadi fokus dalam diskusi publik “Gempuran Tarif AS: Ekonomi Indonesia di Ujung Tanduk? Dialog Kritis Mencari Solusi”, yang diselenggarakan oleh Suara.com bersama CORE Indonesia. Acara yang berlangsung di El Hotel Bandung pada Selasa (20/5/2025). tersebut dihadiri oleh para ekonom, pelaku industri, dan pengambil kebijakan. Diskusi ini membahas secara mendalam berbagai ancaman sekaligus peluang, serta menawarkan solusi konkret yang dapat diterapkan baik di tingkat daerah maupun nasional.

Baca Juga: Perang Dagang AS Membebani Industri di Jabar, Apa Langkah Dedi Mulyadi?

Pemimpin Redaksi Suara.com, Suwarjono, menyampaikan, tekanan terhadap sektor industri ekspor Indonesia sudah mulai terasa sejak awal tahun, seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi.

“Bandung kami pilih karena merupakan salah satu pusat ekspor utama di Indonesia. Ini menjadi momentum strategis untuk merumuskan solusi dari tingkat lokal yang bisa menjadi pijakan bagi kebijakan nasional,” ungkap Suwarjono dalam sambutannya.

Ia juga memaparkan data dari BPS yang menunjukkan bahwa pada Januari 2025, ekspor nonmigas Jawa Barat ke Amerika Serikat mencapai 499,53 juta USD, atau sekitar 16,62% dari total ekspor nonmigas provinsi tersebut. Sementara itu, pada Maret 2025, nilai ekspor dari Kota Bandung ke AS tercatat sebesar 7,7 juta USD.

Namun, di sisi lain, Bandung justru mengalami gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), yang disebabkan oleh menurunnya pesanan serta meningkatnya tekanan dari produk impor.

Kekhawatiran pun muncul terhadap potensi penurunan ekspor yang lebih tajam jika tarif baru dari AS diberlakukan. Di saat yang sama, arus masuk produk impor justru makin deras, sehingga dikhawatirkan industri nasional akan mengalami tekanan ganda.

Tarif Dagang AS Mengguncang Industri Ekspor, Apa Dampaknya?

Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menegaskan bahwa Indonesia kini berada dalam posisi rentan akibat eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Ia mengungkapkan bahwa pada tahun 2025, ekspor Tiongkok ke AS mengalami penurunan sebesar 10,5%, sementara ekspor Tiongkok ke kawasan ASEAN justru meningkat signifikan hingga 19,1%.

Menurut analisis CORE, potensi impor ilegal dari Tiongkok diperkirakan mencapai 4,1 miliar USD. Hal ini menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 65,4 triliun. Kondisi ini diperburuk oleh perlambatan ekonomi global dan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah.

Sementara itu, Prof. Rina Indiastuti dari Universitas Padjadjaran mengungkapkan bahwa kebijakan tarif Amerika Serikat berdampak besar terhadap industri di Jawa Barat, khususnya sektor tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki. Ketiga sektor tersebut mengalami tekanan berat yang menyebabkan sejumlah perusahaan merugi, menutup usaha, bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Tantangan Dunia Usaha di Jawa Barat

Menanggapi hal tersebut, Ketua APINDO Jawa Barat, Ning Wahyu Astutik, menyampaikan bahwa dunia usaha saat ini tengah menghadapi tekanan bertubi-tubi.

“Pelaku usaha merasa semakin tertekan, tidak hanya oleh perang dagang antara AS dan Tiongkok, tetapi juga karena berbagai hambatan lainnya. Mulai dari ketidakpastian regulasi dan hukum, maraknya impor barang baik legal maupun ilegal, hingga aturan yang tumpang tindih dan tidak sinkron,” ujar Ning.

Ia juga menyoroti bahwa proses perizinan masih jauh dari transparan. Janji penyelesaian izin dalam dua minggu sering kali tidak terpenuhi. Bahkan perizinan bisa memakan waktu berbulan-bulan karena harus melalui banyak prosedur birokrasi.

Permasalahan ketenagakerjaan pun tidak kalah kompleks. Isu ini kerap dipolitisasi, terjadi aksi demonstrasi berkepanjangan, serta regulasi upah yang rentan terhadap intervensi politik.

Baca Juga: Investasi Proyek Hilirisasi Makin Gencar, Begini Tanggapan Danantara

“Kami juga dihadapkan pada pungutan liar dan premanisme yang dilakukan secara terang-terangan. Di sektor logistik, biaya-biaya tak resmi di berbagai titik membuat biaya operasional membengkak dan mengurangi daya saing,” tambahnya.

Ning menegaskan, pelaku usaha membutuhkan perlindungan yang adil serta kebijakan yang konsisten.

“Kami menginginkan aturan yang jelas. Jangan sampai pengusaha lokal terus dijadikan kelinci percobaan kebijakan,” tegasnya.

Namun demikian, Prof. Rina juga melihat peluang yang bisa dimanfaatkan dari pergeseran rantai pasok global. Seperti rencana relokasi industri otomotif ke Jawa Barat.
Ia mengatakan, Jawa Barat memiliki kekuatan basis manufaktur Jawa Barat. Termasuk industri otomotif, elektronik, tekstil, plastik, mineral non-logam, agro-pangan, dan farmasi.

Hal ini, menurut Prof. Rina merupakan modal penting untuk mendorong inovasi daerah. Hal ini dapat diperkuat dengan keterlibatan universitas dan pusat riset yang terintegrasi dengan kebutuhan industri.

Strategi saat Tarif Dagang AS Mengguncang Industri Ekpor Indonesia

Untuk menghadapi tantangan tersebut, strategi utama yang diusulkan adalah pengendalian impor dan peningkatan kandungan lokal.

Mohammad Faisal menegaskan, upaya membatasi impor bukan sekadar bentuk proteksionisme, melainkan langkah untuk melindungi pasar domestik. Salah satunya dengan memastikan produk impor memenuhi standar nasional. Sektor-sektor seperti baja, semen, dan kosmetik telah menunjukkan hasil positif melalui mekanisme verifikasi impor.

Strategi lainnya yaitu mendorong peningkatan komponen lokal. Contohnya, industri elektronik mencatat kemajuan signifikan. Produksi perangkat seperti handphone, komputer, dan tablet meningkat dari 0,1 juta unit pada 2013 menjadi 88,8 juta unit pada 2019. Di saat yang sama, impor produk serupa menurun drastis dari 62 juta menjadi 4,2 juta unit.

Faisal menekankan pentingnya mempertahankan skema TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri). Hal itu sebagai insentif bagi investor dan sebagai pondasi ekonomi nasional yang kuat.

Pelaksanaan strategi ini diharapkan akan memperkuat industri nasional dan menciptakan lapangan kerja berkualitas. Strategi ini juga diharapkan dapat membangun rantai pasok domestik yang tangguh, dan menarik lebih banyak investasi ke sektor-sektor strategis.

Baca Juga: Investasi Industri MRO di Batam, Peluang Besar bagi Sektor Kedirgantaraan

“Di tengah ketidakpastian global, memperkuat ekonomi domestik bukan sekadar opsi, melainkan suatu keharusan,” tutup Mohammad Faisal. (R7/HR-Online/Editor-Ndu)

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |