"Kami Hanya Ingin Bertahan": Potret Ekonomi Indonesia Kini

1 day ago 23

tirto.id - Wajah Sony Setiawan sedikit murung. Tatapan matanya sesekali terlihat kosong ketika berhadapan dengan saya sebagai lawan bicaranya. Di teras rumah kontrakan berukuran 2x3 meter itu, ia mulai terbuka menceritakan bagaimana menghadapi kondisi perekonomian yang akhir-akhir ini dirasa cukup sulit.

Pria berusia 25 tahun itu baru saja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) di salah satu perusahaan di Kawasan Industri MM2100 Cibitung. Kontrak kerjanya berakhir lebih awal dari yang tertuang di kertas perjanjian. Alasannya ia anggap tak cukup masuk akal. Produksi perusahaannya sedang lesu, sehingga manajemen mengambil kebijakan untuk efisiensi ratusan pegawai kontrak.

“Semua anak-anak kontrak dihabisin [PHK],” ujarnya, dengan ekspresi kesal kepada Tirto, saat berbincang di kediamannya, di Kecamatan Cibitung, Jawa Barat, Senin (14/4/2025).

PHK yang dialami pada awal tahun itu sangat memukul Sony. Apalagi, pemutusan tersebut dilakukan tanpa informasi sebelumnya dan dilakukan mendekati Lebaran, ketika ia seharusnya mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR). Ia menduga, PHK dilakukan sebagai upaya perusahaan menghindari pembayaran THR untuk dia dan rekan-rekannya.

“Minimal setelah Lebaran nggak apa-apa deh [di PHK], paling nggak kan bisa save uang THR buat bertahan hidup,” imbuhnya.

Angka PHK di Indonesia sendiri memang meningkat drastis dalam periode tiga tahun terakhir (2022-2024). Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sendiri mencatat pada tahun 2022 jumlah tenaga kerja ter-PHK ada di angka 25.114 orang, meningkat menjadi 64.855 di tahun berikutnya dan terakhir mencapai angka 77.965 pada tahun 2024.

Angka PHK pada tahun 2025 terindikasi akan lebih parah dari tahun sebelumnya. Kemnaker mencatat, ada sekitar 18.610 orang yang terkena PHK hanya dalam periode Januari hingga Februari 2025 saja. Jumlah tersebut naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun 2024.

Menurut data Kemnaker, jumlah orang yang terdampak PHK terbanyak ada di Provinsi Jawa Tengah, dengan total sebanyak 10.677 orang atau lebih dari 50 persen total PHK nasional. Disusul oleh DKI Jakarta yang mencapai 5.300 orang, di Riau 3.853 orang, dan Jawa Timur 978 orang.

Angka PHK ini juga berbanding lurus dengan tutupnya sejumlah pabrik yang terjadi di awal tahun 2025 ini. PT Sri Rejeki Isman Tbk Group, atau Sritex Group, yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah misalnya. Setelah dinyatakan bangkrut, berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan ada 10.665 karyawan terkena PHK dan terakhir berkerja pada Jumat (28/2/2025).

Selain Sritex, pabrik elektronik dan rumah tangga, PT Sanken Indonesia, yang berlokasi di kawasan industri MM2100, Cikarang, juga akan menghentikan produksinya pada Juni 2025 mendatang. Penutupan perusahaan ini, berdampak pada 459 pegawai yang mendapat PHK.

Bertahan Hidup di Tengah Kelesuan Ekonomi

Kini, Sonny harus memutar otak untuk mencari cara agar tetap bisa bertahan hidup setelah di PHK. Di tengah sulitnya mencari lapangan pekerjaan, dapurnya tetap harus ngebul. Terlebih, ia menjadi tulang punggung yang harus menanggung ibunya dan dua adiknya yang masih sekolah. Sementara itu, seluruh tabungan hasil kerjanya setahun lebih terkuras untuk kebutuhan sehari-hari, seperti makan, biaya cicilan motor, sewa kontrakan, dan kebutuhan sekolah adiknya.

Untuk bisa bertahan, maka tak ada pilihan lain. Ia rela melakukan pekerjaan apa saja demi keluarga kecilnya. Mulai dari menjadi pengemudi ojek online (ojol), ikut bekerja di salah satu proyek, hingga pernah menjadi petugas kebersihan. Meski dari segi penghasilan tidak pasti, setidaknya kata dia, ada pemasukan ketimbang harus berdiam diri dan bergantung kepada orang lain.

Menteri UMKM usulkan ojol masuk kategori UMKMPengendara ojek daring mengantar barang di Cideng, Jakarta, Rabu (10/3/2025). Menteri Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengungkapkan pemerintah akan memasukkan pengemudi ojek online ke dalam kategori pelaku UMKM melalui revisi Undang-Undang UMKM yang ditargetkan dibahas pada 2026 agar mempunyai payung hukum yang jelas. ANTARA FOTO/Fathul Habib Sholeh/Spt.

“Ya, nggak ada pilihan lain kerja serabutan apa aja sekarang dilakuin."

Nasib yang sama dialami oleh Bayu Perdana. Sebagai tulang punggung keluarga yang menghidupi ibu dan adiknya, ia merasa akhir-akhir ini kesulitan untuk mendapatkan proyekan. Statusnya sebagai pekerja lepas cukup terdampak, menyusul sepinya proyek-proyek dari pemerintah akibat efisiensi anggaran yang sedang dilakukan secara besar-besaran.

Bayu adalah seorang pekerja lepas di perusahaan konsultan teknik, yang kerap mengerjakan proyek-proyek dari pemerintah. Dalam periode beberapa bulan belakangan ini, ia merasa pekerjaan yang dikerjakan kantornya dari proyek pemerintah berkurang drastis. Ini jelas menjadi masalah, pasalnya gaji yang ia dapat sebagai pekerja lepas sangat bergantung dari jumlah proyek yang dikerjakan.

Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU) diketahui dipangkas sebesar Rp81,38 triliun dari pagu awal anggaran 2025 senilai Rp110,95 triliun. Pemangkasan ini menyisakan Rp29,57 triliun untuk anggaran Kementerian PU sepanjang 2025. Pemangkasan ini otomatis berdampak terhadap 21 proyek infrastruktur.

Beberapa diantara yang terdampak adalah pembangunan 14 bendungan, satu bangunan pengarah rukoh, serta revitalisasi danau dan situ, pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi seluas 38.550 hektar, pembangunan prasarana air baku dengan kapasitas 1,25 meter kubik per detik, pembangunan jalan sepanjang 57 km serta peningkatan kapasitas dan perawatan jalan 1.102 km, pembangunan dan duplikasi jembatan sepanjang 5.841 meter, serta preservasi jembatan 12.000 meter, serta pembangunan flyover/underpass dan terowongan sepanjang 94 meter.

PEMBANGUNAN FLYOVER PURWOSARI SOLOPekerja menggunakan alat berat memindahkan pembatas jalan untuk menutup jalan Slamet Riyadi di Solo, Jawa Tengah, Rabu (5/2/2020).ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/foc.

“Kalau saya ngerasa dari kerjaan untuk proyekan sekarang kan susah, ya temen-temen juga ada yang istilahnya diistirahatkan dulu karena proyeknya memang nggak ada,” kata Bayu kepada Tirto, Selasa (15/4/2025).

Untuk menyambung hidup, pria berusia 31 tahun itu kini hanya mengandalkan usaha warung makan yang diwarisi oleh keluarganya. Dari warung makan itu, ia bisa bisa menghidupi ibu dan adiknya meski pas-pasan. Di samping itu, ia tetap berupaya untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari luar, segala cara telah dilakukan mulai dari menghubungi sejumlah kolega, teman, bahkan dosen, untuk sekadar mendapatkan info pekerjaan atau proyek sampingan. Sayangnya, hasilnya nihil.

Belakangan ini, mulai terpikir di benaknya untuk banting stir menjadi pengemudi ojol. Pilihan itu memang nampak mudah tapi sulit baginya untuk menjalani. Sejumlah hal menjadi ganjalan, di antaranya kondisi kendaraan sepeda motor yang ia punya dianggap sudah tak layak lagi untuk digunakan “narik” ojek.

“Paling gampang mungkin pengen daftar ojol. Tapi motor kayanya udah gak bisa dipake daftar. Masa harus kredit beli motor dulu buat ngojol, modal tabungan udah pas-pasan,” ujarnya.

Pria asal Kabupaten Bekasi itu, bahkan berencana untuk tidak menikah lebih dulu di tengah kondisi ekonomi yang serba sulit saat ini. Sebab, ia sadar biaya pernikahan tidak murah. Sedangkan penghasilan didapat saat ini dari kerjaan di proyek tidak pasti. Sekalipun ada, alih-alih untuk biaya menikah lebih baik penghasilannya untuk menyambung untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

“Kalau sudah berdampak banget pasti nggak akan mau nikah dulu gua,” ucap Bayu.

Lain cerita, akhir-akhir ini, Dodi (28) justru kian merasakan beratnya tekanan ekonomi, terutama dalam beberapa bulan terakhir. Kenaikan harga kebutuhan pokok, hingga barang-barang tersier, menjelang dan sesudah Lebaran, menjadi sebabnya. Ia menilai, kenaikan harga tersebut sangat terasa di kantong, terutama bagi dirinya yang dibebani pemenuhan kebutuhan rumah tangga keluarganya.

“Saat ini, harga-harga kebutuhan, baik yang pokok maupun barang-barang tersier, naiknya cukup terasa. Mungkin yang jarang belanja kebutuhan harian keluarga kurang merasakannya, tapi buat yang sering beli bahan pangan, keperluan rumah, itu jelas kerasa banget,” ujar warga yang bekerja di salah satu agensi kepada Tirto, Selasa (15/4/2025).

Inflasi Kalimantan Tengah pada Maret 2025Pedagang telur melayani pembeli di Pasar Besar, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Sabtu (12/4/2025). ANTARA FOTO/Auliya Rahman/nz

Untuk menghadapi tekanan ekonomi di tengah kondisi harga bergejolak saat ini, ia dituntut untuk mencari cara agar bisa bertahan. Dodi pribadi memilih untuk mengambil proyek-proyek sampingan di luar pekerjaan utama untuk menambah penghasilan. Namun, di tengah semua upaya tersebut, ia merasa belum ada intervensi nyata dari pemerintah yang langsung menyentuh kebutuhan ekonomi masyarakat kelas bawah.

“Yang ada cuma pernyataan soal daya beli menurun, ekonomi melemah, tapi intervensinya seperti apa? Gak kelihatan. Masyarakat tetap bertahan sendiri, cari cara sendiri buat hidup."

Kesehatan Bisa Terdampak

Peneliti Bidang Sosial dari The Indonesian Institute (TII), Made Natasya Restu Dewi Pratiwi, menyebut kondisi ekonomi terkini yang dirasakan sejumlah masyarakat akhir-akhir ini dapat mempengaruhi kestabilan dari segi sosial dan kesehatan. Kenaikan harga barang, inflasi yang tinggi, dan gelombang PHK, berdampak pada daya beli masyarakat dan ketidakpastian ekonomi yang berpotensi memperlebar ketimpangan sosial.

“Maka, masalah ekonomi kini bukan hanya berdampak pada kondisi finansial masyarakat, melainkan juga memengaruhi kesehatan masyarakat itu sendiri,” jelas dia kepada Tirto, Selasa (15/4/2025).

Masyarakat rentan yang terdampak ketidakpastian ekonomi, seperti buruh harian, pekerja yang terdampak PHK, pekerja informal, keluarga dengan status ekonomi terbawah, hingga “female breadwinners” rentan mengalami stres kronis, gangguan kesehatan mental, konflik keluarga, dan kecemasan. Secara jangka panjang, kondisi ini dapat diwariskan antar generasi yang memengaruhi kondisi kesehatan anak-anak yang tumbuh pada lingkungan yang terdampak.

“Maka, untuk bisa bertahan di masa sulit ini diperlukan solidaritas antar manusia untuk saling mendengarkan, berkolaborasi, dan menopang bukannya memperkeruh suasana dengan saling menjatuhkan,” ucap dia.

Alokasi anggaran pemeriksaan kesehatan gratisTenaga kesehatan (kanan) mengukur tinggi badan warga dalam program pemeriksaan kesehatan gratis (PKG) di Puskesmas Tlogosari Wetan, Pedurungan, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (14/3/2025).ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nym.

Selain itu, masyarakat perlu membekali diri dengan pemahaman mengelola keuangan yang baik, agar dapat menghemat pengeluaran di masa krisis, mencari potensi penghasilan lainnya, aktif mengikuti berbagai akses pelatihan yang tersedia untuk meningkatkan keterampilan diri, dan terbuka untuk mencari dukungan mental ke tenaga kesehatan apabila memang diperlukan.

Kepercayaan Konsumen Terjaga, Namun Daya Beli Tertekan

Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menyebut tahun 2025 diprediksi menjadi tahun yang menantang bagi masyarakat Indonesia, karena tekanan ekonomi yang cukup berat.

Celios berargumen, masifnya PHK yang terjadi di awal tahun 2025 membuat kinerja konsumsi masyarakat melemah. Salah satu indikatornya adalah Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang menurun secara month-to-month (mtm) dari Desember 2024 ke Januari 2025.

Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) pada Maret 2025 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi sebenarnya tetap terjaga. Hal ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Maret 2025 yang tetap berada pada level optimis (di atas 100) yaitu pada angka sebesar 121,1. Meski begitu, angka ini mengalami tren penurunan dari dua bulan sebelumnya yang tercatat di angka 126,4 (Februari 2025) dan 127,2 (Januari 2025).

Tren penurunan juga terlihat dalam Indeks Konsumsi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang tercatat di angka 110,6 dan 131,7. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan indeks bulan sebelumnya yang masing-masing tercatat sebesar 114,2 dan 138,7.

Data BI menunjukan optimisme konsumen menurun di seluruh kelompok pengeluaran dibandingkan bulan sebelumnya. Kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan IKK terdalam adalah kelompok pengeluaran Rp4,1-5 juta per bulan, yang merupakan bagian dari kelas atas.

IKK kelompok ini tercatat sebesar 123,0 pada Maret 2025, turun 5,8 poin dari Februari 2025 dan turun 5,8 poin dari Maret 2024. Di sisi lain, kelompok pengeluaran yang paling bawah, yaitu kelompok pengeluaran Rp1–2 juta, mencatatkan penurunan IKK. IKK kelompok ini menurun 0,9 poin dari Februari 2025 dan meningkat 6,3 poin dari Maret 2024.

Sebagai konteks, IKK adalah indeks yang mencerminkan keyakinan konsumen Indonesia mengenai kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi konsumen dalam periode yang akan datang. Indeks yang masih di atas 100 menunjukkan konsumen optimistis memandang perekonomian saat ini hingga 6 bulan mendatang.

Laporan yang sama mengungkap, proporsi tabungan masyarakat menurun pada Maret 2025. Rata-rata proporsi pengeluaran konsumen untuk tabungan (savings to income ratio) tercatat sebesar 13,8 persen pada Maret 2025, menurun 0,9 percentage points (ppt) dari Februari 2025. Penurunan ini terutama didorong oleh kelompok pengeluaran Rp1-2 juta dan lebih dari Rp 5 juta yang proporsi tabungannya menurun sebesar 1,7 ppt, masing-masing menjadi 13,9 persen dan 14,9 persen.

“Situasinya cukup anomali. Jika kita mengacu pada periode 2022 hingga 2024, biasanya terjadi kenaikan IKK di bulan Januari karena ada optimisme konsumen di awal tahun. Kondisi keyakinan konsumen melemah juga terjadi di bulan Februari 2025,” ujar Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda lewat keterangan resmi, Jumat (28/3/2025).

Huda menambahkan, data lainnya juga menunjukkan hal yang serupa. Ada penurunan angka IPR (Indeks Penjualan Riil) pada Januari 2025. Pada Desember 2024, angka IPR sebesar 222, lalu turun menjadi 211,5 di Januari 2025.

“Jika kita tengok pergerakan di Desember 2023 ke Januari 2024 masih bergerak positif. Artinya, konsumen yang tidak yakin akan perekonomian tahun 2025, mendorong penjualan eceran kita juga turun. Akibatnya, daya beli masyarakat kian terperosok di awal tahun 2025,” imbuh Huda.

Sementara itu, Data Mandiri Spending Index per Februari 2025 mencatat, belanja masyarakat meningkat 2,3 persen dibanding akhir Januari 2025. Sebelumnya, belanja mengalami normalisasi sejak awal tahun pasca puncak belanja di akhir 2024, turun 6,8 persen dari puncak belanja akhir tahun. Penurunan ini lebih rendah dari penurunan di periode normalisasi awal 2024 yang sebesar 14,5 persen.

“Bulan Ramadan 2025 yang semakin dekat ke awal tahun membuat belanja masyarakat hanya turun sebentar, dan selanjutnya kembali meningkat seiring persiapan menyambut Ramadan,” tulis laporan Mandiri Spending Index.

Meskipun meningkat dibanding Januari 2025, Mandiri Spending Index memberi catatan bahwa tingkat tabungan kelompok bawah per pertengahan Februari 2025 masih dalam tren melemah. Secara umum, tingkat tabungan semua kelompok lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu, di mana tingkat tabungan kelompok menengah merupakan yang terendah sejak Oktober 2022 (29 bulan lalu).

“Untuk itu, hal penting saat ini adalah menjaga daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah dan bawah, di antaranya terkait kestabilan harga-harga dan ketersediaan lapangan kerja,” ujar laporan tersebut.

PERTUMBUHAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMANWarga membeli produk makanan di salah satu minimarket, Kota Ternate Maluku Utara, Jumat (16/12/2022). Menteri Perindustrian mengatakan industri makanan dan minuman mampu tumbuh 3,57 persen (year on year) dan mencatatkan diri sebagai sub sektor dengan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas pada kuartal III tahun 2022 yaitu sebesar 38,69 persen.ANTARA FOTO/Andri Saputra/YU/foc.

Berdasarkan catatan BPS per Maret 2025, perkembangan harga berbagai komoditas pada Maret 2025 secara umum menunjukkan adanya kenaikan. Berdasarkan hasil pemantauan BPS di 150 kabupaten/kota, pada Maret 2025, inflasi year-on-year (yoy) tercatat 1,03 persen, atau terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,13 pada Maret 2024 menjadi 107,22 pada Maret 2025. Sementara itu, tingkat inflasi bulanan sebesar 1,65 persen.

BPS menyebut inflasi tersebut terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran, di antaranya kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 2,07 persen; kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 1,41 persen; dan kelompok kesehatan sebesar 1,80 persen.

Sementara komoditas yang dominan memberikan andil/sumbangan inflasi mtm pada Maret 2025, di antaranya beras, cabai rawit, daging sapi, dan daging ayam ras.

Huda dari Celios menyampaikan bahwa perputaran uang di momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri juga melemah dibandingkan dengan tahun lalu. Berdasarkan catatan Celios, tambahan Jumlah Uang yang Beredar (JUB) dalam artian sempit (M1) di momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2025 diprediksi melemah sebesar 16,5 persen dibandingkan momen yang sama di tahun 2024.

“Tambahan uang beredar hanya di angka Rp114,37 triliun. Sedangkan tahun 2024, tambahan uang beredar ketika momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri mencapai Rp136,97 triliun,” imbuh Huda.

Celios juga mencatat, indikator lain yang memotret pelemahan daya beli masyarakat adalah menurunnya porsi simpanan perorangan yang hanya mencapai 46,4 persen terhadap total DPK (Dana Pihak Ketiga). Hal ini tidak pernah terjadi di awal pemerintahan sebelumnya. Pada awal periode Jokowi-JK, simpanan perorangan porsinya 58,5 persen, dan Jokowi-Ma'ruf Amin sebesar 57,4 persen.

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira menyebut merosotnya porsi tabungan perorangan, mengindikasikan masyarakat cenderung bertahan hidup dengan menguras simpanan, karena upah riil terlalu kecil, tunjangan berkurang, dan ancaman PHK masih berlanjut.

“Dengan berbagai indikator perekonomian tersebut, Celios memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2025 hanya 5,03 persen year-on-year. Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2024 yang mencapai 5,11 persen,” ujar Bhima.

Ekonomi Indonesia: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Tarif Trump

Senada, dosen dari Departemen Ekonomi Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, mengatakan kondisi ekonomi Indonesia saat ini memang sedang berada dalam tekanan yang luar biasa. Di satu sisi, inflasi domestik terus meningkat akibat kenaikan harga kebutuhan pokok, ongkos logistik yang tinggi, dan lemahnya daya beli masyarakat. Di sisi lain, terjadi gelombang PHK terus menghantam sektor-sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan manufaktur.

“Ketika masyarakat sudah harus berhemat karena penghasilan menurun, biaya hidup justru naik. Ini situasi yang secara harfiah menurutnya bisa disebut sebagai “sudah jatuh tertimpa tangga,” ujar Syafruddin kepada Tirto, Senin (14/4/2025).

Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, situasi ini, kata Syafruddin, menjadi semakin rumit setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memberlakukan tarif tinggi terhadap produk ekspor dari Indonesia. Tarif sebesar 32 persen yang dikenakan terhadap produk unggulan seperti elektronik, mebel, dan olahan perikanan secara langsung menurunkan daya saing Indonesia di pasar global.

Donald TrumpPresiden AS Donald Trump mengangkat bagan 'tarif timbal balik' saat berpidato dalam acara pengumuman perdagangan 'Make America Wealthy Again' di Rose Garden, Gedung Putih pada 2 April 2025 di Washington, DC. Trump, yang menyebut acara tersebut sebagai 'Hari Pembebasan', diperkirakan akan mengumumkan tarif tambahan yang menargetkan barang-barang yang diimpor ke AS. Chip Somodevilla/Getty Images/AFP (Foto oleh CHIP SOMODEVILLA / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / Getty Images via AFP)

“Banyak pelaku usaha mulai mengurangi volume produksi dan menunda ekspansi, yang pada akhirnya berujung pada pemutusan tenaga kerja. Efek domino ini langsung menyentuh rumah tangga pekerja dan pelaku usaha kecil yang bergantung pada rantai nilai ekspor."

Dampak dari kebijakan tarif Trump ini bukan hanya dirasakan oleh eksportir besar, tetapi juga oleh masyarakat luas. Barang-barang impor menjadi lebih mahal, daya saing produk lokal menurun akibat banjir barang murah dari luar, dan inflasi pun terpicu dari dua arah—biaya produksi yang naik dan tekanan dari sisi permintaan.

“Masyarakat dipaksa untuk bertahan dalam ketidakpastian, menghadapi beban ganda dari kondisi global dan lemahnya perlindungan domestik,” ujarnya.

Kebijakan tarif Trump memang diprediksi akan berdampak langsung terhadap perekonomian Indonesia melalui jalur perdagangan, khususnya ekspor. BPS mencatat, kontribusi ekspor barang dan jasa terhadap PDB Indonesia mencapai sekitar 22,18 persen pada tahun 2024, dengan tujuan ekspor terbesar kedua Indonesia adalah AS yang sebesar 26,3 miliar dolar AS.

“Komoditas ekspor utama Indonesia yang paling terdampak adalah mesin/peralatan elektronik, pakaian dan aksesoris rajutan, alas kaki, serta pakaian dan aksesoris non-rajutan,” kata Dosen FEB Universitas Hasanuddin, Muhammad Syarkawi Rauf, dalam keterangannya, dikutip Jumat (11/4/2025).

Proyeksi pertumbuhan industri alas kaki di IndonesiaPekerja memproduksi sepatu wanita untuk dipasarkan melalui platform lokapasar di bengkel ARK Shoes, Desa Pagelaran, Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/4/2025). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/rwa.

Sebaliknya, bagi AS, ekspor Indonesia hanya sekitar satu persen dari total impor AS. Pada tahun 2024, Meksiko merupakan mitra dagang utama AS berdasarkan nilai impor. Nilai impor AS dari Meksiko mencapai 505,85 miliar dolar AS pada tahun tersebut. Sementara China dan Kanada menyusul di posisi kedua dan ketiga, dengan masing-masing nilai impor mencapai 438,95 miliar dolar AS dan 412,70 miliar dolar AS

Terpisah, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menjelaskan meski tarif resiprokal ditunda selama tiga bulan, Indonesia tetap terkena tarif dasar 10 persen. Ekspor Indonesia ke AS memang hanya berkontribusi sebesar 10,5 persen dari total ekspor nonmigas nasional. Namun, dampak rambatan dari pengenaan tarif dasar ini tak dapat dihindari.

Belum lagi, sebelum adanya tarif resiprokal, produk otomotif Indonesia sudah kena tarif 25 persen ke AS dan tak ada penundaan sampai sekarang. Trump sebelumnya mengumumkan adanya tarif tambahan untuk mobil yang tidak dirakit di dalam negerinya. Maka, situasi ini jelas berisiko bagi sektor otomotif dan elektronik domestik yang sedang di ujung tanduk.

SURPLUS NERACA PERDAGANGAN INDONESIARatusan kendaraan siap ekspor terparkir di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (16/3/2022). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/tom.

“Total ekspor produk otomotif Indonesia tahun 2023 ke AS 280,4 juta dolar AS, setara Rp4,64 triliun (Kurs 16.600). Rata-rata 2019-2023 pertumbuhan ekspor produk otomotif ke AS 11 persen. Pertumbuhan ekonomi bisa jadi negatif begitu ada kenaikan tarif yang tinggi,” papar Bhima, kepada Tirto, Jumat (11/4/2025).

Parahnya, kebijakan tarif Trump ini dikhawatirkan dapat memunculkan PHK gelombang kedua. Berdasarkan kalkulasi dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dalam tiga bulan ke depan, lebih dari 50 ribu buruh terancam PHK dari berbagai sektor industri dampak dari kebijakan Trump.

Beda dengan data yang dihimpun Kemnaker, Presiden KSPI, Said Iqbal, mencatat, sejauh ini sudah ada sekitar 60 ribu buruh yang di PHK dari 50 perusahaan ada di Indonesia pada tahap pertama atau gelombang satu. Data tersebut merupakan akumulasi sejak Januari hingga awal Maret 2025.

"[Gelombang kedua ini] bisa tembus di angka 50 ribu dalam kurun waktu tiga bulan pasca ditetapkannya tarif berjalan. Sampai 3 bulan ke depan runtuh itu lebih dari 50 ribu orang akan ter PHK," jelas Said Iqbal, Sabtu (5/4/2025).

Sektor padat karya seperti mesin dan perlengkapan elektrik, pakaian jadi dan tekstil, alas kaki diperkirakan makin terpuruk, karena sebagian besar brand internasional yang ada di Indonesia, punya pasar besar di AS. Sehingga, begitu terkena tarif yang lebih tinggi, merek-merek itu akan menurunkan jumlah pemesanan (order) ke pabrik Indonesia. Sementara di dalam negeri, Indonesia bakal dibanjiri produk Vietnam, Kamboja dan Cina karena mereka mengincar pasar alternatif.

“Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) 8/2024 belum juga direvisi, jadi ekspor sulit, impor akan menekan pemain tekstil pakaian jadi domestik. Ini harus diubah regulasinya secepatnya,” sambung Bhima.

Negara Perlu Hadir

Peneliti Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Muhammad Anwar, mengamini bahwa kondisi ekonomi saat ini memang sedang menunjukkan kelesuan berkepanjangan. Perlambatan ini tidak hanya disebabkan oleh dinamika domestik, tetapi juga dipicu oleh gejolak global, termasuk menguatnya kembali kebijakan proteksionisme seperti tarif tinggi yang digulirkan Presiden AS, Donald Trump.

Situasi ini, menurut Anwar, tidak bisa disikapi dengan sekadar menunggu momentum global membaik. Sebab, perekonomian rakyat hari ini sedang digempur dari dua arah yaitu tekanan global yang membuat ekspor lesu dan permintaan dunia menurun, serta lemahnya daya beli masyarakat akibat stagnasi pendapatan. Kondisi ini diperparah dengan minimnya penciptaan lapangan kerja berkualitas, serta harga kebutuhan pokok yang cenderung naik.

“Dalam kondisi seperti ini, terlihat betapa rentannya fondasi ekonomi nasional jika tidak ditopang oleh sektor produktif yang kokoh, terutama dari sisi industri pengolahan dan pertanian yang berorientasi dalam negeri,” kata Anwar kepada Tirto, Selasa (15/4/2025).

Lesunya ekonomi saat ini, juga memperlihatkan bahwa trickle-down effect dari pertumbuhan makro tidak lagi bisa diandalkan. Rakyat kecil, petani, nelayan, buruh, dan pelaku usaha mikro tidak bisa hidup hanya dari sisa-sisa pertumbuhan. Maka, negara perlu hadir secara aktif dan berpihak kepada masyarakat yang himpit dari berbagai sisi.

Dalam situasi ini, sahut Syafruddin Karimi, pemerintah tidak boleh hanya mengandalkan kebijakan jangka pendek seperti bantuan sosial atau subsidi energi.

Kebijakan-kebijakan tersebut penting sebagai bantalan sosial, tetapi tidak cukup untuk menjawab akar masalah. Karenanya diperlukan strategi jangka menengah yang mencakup reformasi struktural—mulai dari diversifikasi pasar ekspor, penguatan industri substitusi impor, hingga peningkatan produktivitas sektor pertanian dan UMKM.

Masyarakat sendiri juga perlu beradaptasi secara aktif. Literasi keuangan, penguatan jejaring sosial, dan peningkatan keterampilan menjadi bekal penting untuk bertahan dalam situasi yang tidak menentu ini. Sedangkan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil harus saling bahu-membahu membangun sistem ekonomi yang lebih resilien terhadap guncangan eksternal.

“Karena di tengah krisis global, hanya mereka yang cepat beradaptasi dan mampu menjaga daya saing yang akan tetap bertahan dan tumbuh,” jelas Syafruddin.

Agar Masyarakat Bisa Tetap Bertahan Hidup

Dalam situasi ekonomi yang lesu dan penuh ketidakpastian seperti sekarang ini, masyarakat berada di barisan paling depan untuk merasakan dampaknya. Maka menurut IDEAS, salah satu kunci utama agar masyarakat bisa bertahan hidup terletak pada dua hal mendasar, yaitu penguatan solidaritas sosial dan hadirnya negara sebagai pelindung.

Pertama, masyarakat Indonesia selama ini terbukti memiliki daya tahan luar biasa. Mereka bisa bertahan di tengah gelombang krisis demi krisis karena kekuatan komunal dan gotong royong. Dalam kondisi sekarang, pola-pola kolektif seperti koperasi rakyat, komunitas pangan lokal, sistem pertukaran barang dan jasa berbasis komunitas, dan lumbung pangan desa, harus kembali dihidupkan dan difasilitasi.

Selain itu, modal sosial filantropi masyarakat bisa menjadi penyelamat yang sering kali luput dari hitungan kebijakan formal. Di kampung-kampung, sumbangan sukarela untuk membantu tetangga yang kesulitan masih mengalir. Di kota-kota, komunitas-komunitas relawan terus bekerja menggalang dana dan distribusi bantuan tanpa menunggu instruksi pemerintah.

Ilustrasi Memberikan BantuanIlustrasi Memberikan Bantuan. foto/istockphoto

“Bahkan dalam bentuk digital, platform donasi daring menjadi alat solidaritas baru yang mampu menjangkau lebih luas dan lebih cepat, menandakan bahwa semangat tolong-menolong rakyat tak pernah surut, bahkan dalam krisis,” ujar Anwar dari IDEAS.

Kedua, kata Anwar, negara seharusnya tidak menunggu situasi memburuk baru bergerak. Pemerintah harus berani memperluas jaring pengaman sosial, bukan dengan program karitatif jangka pendek yang bersifat konsumtif, tetapi dengan skema pemberdayaan yang berkelanjutan.

Bantuan langsung tunai penting, tetapi harus dibarengi dengan pendampingan usaha mikro, pelatihan keterampilan berbasis kebutuhan lokal, serta dukungan pemasaran digital agar masyarakat bisa tetap produktif, meskipun dalam skala kecil.

Sementara dalam situasi global yang penuh ketegangan akibat perang tarif dan proteksionisme baru, Indonesia tidak bisa hanya pasrah. Negara harus pandai mencari peluang. Ketika pasar ekspor tradisional mulai tertutup, saatnya memperkuat ketahanan ekonomi domestik seperti produk lokal harus diberi tempat, dari pasar rakyat hingga e-commerce. Subsidi logistik untuk petani, nelayan, dan UMKM harus diprioritaskan.

“Justru di saat krisis seperti ini, negara harus memastikan setiap rupiah dalam APBN berputar di tengah rakyat seperti membangun infrastruktur pelayanan dasar, memperkuat layanan kesehatan dan pendidikan, serta menciptakan lapangan kerja langsung lewat proyek padat karya,” pungkas dia.

Dalam upaya meminimalisir terjadinya PHK, pemerintahan memang tengah mematangkan pembentukan satuan tugas (satgas) PHK dan satgas percepatan deregulasi perizinan investasi. Kedua satgas tersebut akan segera dibentuk sebagai langkah antisipasi dari ancaman PHK terhadap buruh imbas tarif resiprokal yang dikeluarkan oleh AS.

“Jadi ini semua berjalan secara paralel dan diharapkan dalam waktu singkat kita bisa menerbitkan. Tentu, kita cari low hanging fruit dalam bentuk paket-paket,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (14/4/2025).


tirto.id - News

Penulis: Alfitra Akbar & Dwi Aditya Putra
Editor: Farida Susanty

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |