Mengenal Warisan Leluhur di Kuningan, Paseban Tri Panca Tunggal

2 hours ago 3

Paseban Tri Panca Tunggal merupakan bangunan yang sangat berarti bagi para penganut Sunda Wiwitan. Bagi mereka, bangunan Paseban bukan hanya sekedar cagar budaya. Namun, bangunan ini menjadi tempat sarat yang bermakna sebagai pusat kegiatan adat. 

Baca Juga: Sejarah Taman Makam Pahlawan Haurduni Kuningan

Dalam sejarahnya, bangunan Paseban menyimpan cerita perjuangan yang sangat panjang. Di dalam bangunan ini, tersimpan filosofi mendalam dan peran penting atas pelestarian tradisi leluhur terdahulu. Lantas, bagaimana sejarah di balik bangunan Paseban? Berikut pembahasan lengkapnya. 

Menelusuri Jejak Sejarah di Bangunan Paseban Tri Panca Tunggal

Kuningan merupakan salah satu kota kecil yang populer dengan sebutan Kota Kuda di Jawa Barat. Bukan hanya menyimpan pesona alam menawan, wilayah ini juga memiliki jejak sejarah panjang yang begitu kaya akan nilai budaya dan spiritual. Nah, salah satu saksi bisu dalam perjalanan panjang kota tersebut adalah gedung Paseban.

Sejarah di Balik Bangunan Paseban

Bangunan gedung Paseban merupakan salah satu tempat yang tidak asing lagi, khususnya bagi warga Cigugur, penganut Sunda Wiwitan. Ajaran Sunda Wiwitan ini mengandung unsur monoteisme purba yang sudah masuk budaya dan kepercayaan dari masyarakat Suku Sunda di Nusantara. Ajaran tersebut menganut kepercayaan sangat tinggi terhadap Sang Pencipta Yang Maha Kuasa.

Kepercayaan ini setara dengan Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan ideologi Pancasila. Di mana, kepercayaan tersebut terkenal dengan sebutan Sang Hyang Kersa yang sejarah ajarannya melekat erat pada bangunan Paseban Tri Panca Tunggal.

Sebagai informasi, bangunan Paseban berdiri kokoh di Jalan Raya Cigugur. Lebih tepatnya di Kampung Wage, Kelurahan Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Bangunan ini berdiri sejak tahun 1860. Sosok pendirinya tak lain adalah putra Pangeran Alibasa, Pangeran Sadewa Madrais Alibasa Kusuma Wijaya Ningrat.

Dalam sejarahnya, pangeran Madrais Alibasa terkenal sebagai sosok pemimpin dengan aliran keagamaan. Ia adalah pewaris Kerajaan Gebang di Cirebon. Dahulu, Kerajaan tersebut hancur akibat serangan yang luar biasa dari pasukan VOC. 

Ketika peristiwa itu terjadi, Kyai Madrais masih berusia balita. Kemudian setelah dewasa, ia mendirikan padepokan khusus. Kini, padepokan ini berdiri kokoh sebagai simbol tradisi dan perjuangan tokoh terdahulu. 

Baca Juga: Ziarah dan Mengenang Kisah di Makam Arya Kemuning Kuningan

Arsitektur dan Makna Filosofis

Bangunan Paseban Tri Panca Tunggal memiliki tampilan desain yang unik. Sebab, bangunan ini memiliki bentuk memanjang dari arah timur ke barat. Tata letaknya yang strategis memiliki makna filosofi dalam, mencerminkan perjalanan manusia dari awal hingga kembali ke Sang Pencipta. 

Arsitektur bangunan Paseban memiliki ciri khas. Hal ini tampak dari atapnya yang bertingkat dengan tonggak besi di bagian ujungnya. Sementara pendopo utama ditopang 11 pilar dengan hiasan berlambang burung garuda yang sayapnya terbentang.

Simbol burung garuda tersebut berdiri di atas lingkaran bertuliskan aksara Sunda, Purna Wisada. Simbol burung garuda disangga sepasang naga bermahkota. Sementara bagian ekornya saling mengait, sarat lambang keseimbangan dan keselarasan hidup. 

Di dalam Bangunan Paseban, terdapat beberapa ruangan penting. Misalnya saja Ruang Jinem, Pagelaran, Pasengetan, Sri Manganti, Dapur Ageng dan Mega Mendung. Ruang Sri Manganti berada di bagian dalam sebagai tempat pertemuan dan persiapan upacara Seren Taun. Upacara ini merupakan tradisi masyarakat Sunda yang berlangsung sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen. 

Arti Nama Bangunan Paseban 

Nama Paseban Tri Panca Tunggal yang tersemat pada bangunan mengandung makna khusus. Di mana, kata Paseban berarti berkumpul, Tri berarti rasa, budi dan pekerti, lalu Panca berfokus pada panca indra. Sementara itu, kata Tunggal menunjuk pada Tuhan Yang Maha Esa. 

Nama gedung tersebut menggambarkan sebagai tempat pemersatu tiga kehendak utama manusia yang mencakup rasa, cipta dan karsa. Jika diterjemahkan melalui panca indera, kata tersebut berarti mendengar, melihat, berbicara, bertindak, bersikap dan melangkah sebagai bentuk pendekatan pada Sang Maha Tunggal. 

Sebagai informasi, bangunan Paseban dulunya berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat Sunda Wiwitan. Gedung ini merupakan tempat perkumpulan pengikut Kiai Madrais sekaligus lokasi upacara adat. Sebagai bagian dari warisan sejarah dan budaya, gedung telah mengalami beberapa kali pemugaran. 

Baca Juga: Tradisi Pesta Dadung Kuningan, Warisan Budaya Sunda yang Unik

Secara keseluruhan, Paseban Tri Panca Tunggal bukan hanya berfungsi sebagai situs bersejarah. Namun, bangunan ini juga berperan aktif dalam konteks pelestarian budaya dan seni tradisional. Kini, bangunan Paseban Tri Panca Tunggal berguna sebagai pusat edukasi sekaligus pengenalan budaya pada masyarakat luas. (R10/HR-Online)

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |