tirto.id - Sejumlah organisasi perkumpulan guru buka suara usai pemerintah berencana menggodok skema penambahan gaji bagi guru. Program ini memang menjadi salah satu butir visi-misi Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka dalam Asta Cita. Mereka berjanji memberikan tambahan gaji untuk seluruh guru di Indonesia hingga Rp2 juta per bulan.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) saat ini tengah menggodok kualifikasi guru yang akan menerima gaji tambahan. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, mengusulkan skema yang mengutamakan guru yang telah bersertifikasi, baik PNS maupun honorer.
Usulan skema pemberian gaji tambahan yang digagas Mu’ti tak sedikit mengundang protes. Pasalnya, Kemdikdasmen dinilai tidak berangkat dari masalah riil kondisi kesejahteraan guru di lapangan. Skema yang diusulkan Abdul Mu’ti dikhawatirkan justru menimbulkan diskriminasi baru bagi kelompok guru yang tersisihkan.
Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, menyatakan bahwa pemerintah sebaiknya mengkaji lebih dulu skema pemberian gaji tambahan bagi guru itu secara matang. Dia mengapresiasi inisiatif pemerintahan Presiden Prabowo itu. Namun, pemerintah juga harus menyadari bahwa masalah tata kelola dan kesejahteraan guru memerlukan pembenahan yang holistik.
“Kalau hanya diberikan kepada bersertifikat tentu ini tidak menyelesaikan persoalan. Karena, yang sangat bermasalah secara kesejahteraan adalah guru-guru yang di antaranya belum sertifikasi,” ucap Iman dihubungi reporter Tirto, Rabu (30/10/2024).
Oleh karena itu, P2G mendesak pemerintah membuat semacamblue printtata kelola guru. P2G sendiri telah mengidentifikasi lima masalah utama dalam tata kelola guru, yaitu soal kompetensi, kesejahteraan, distribusi, pelindungan, dan rekrutmen.
Dalam hal kompetensi, misalnya, saat ini ada sebanyak 1,6 juta guru yang belum disertifikasi.
Menurut Iman, pemerintah jangan hanya terpaku pada status dan sertifikasi guru. Penetuan guru yang layak mendapatkan tambahan gaji sebaiknya mengacu pada tingkat kesejahteraan guru di lapangan.
“Dan utamakan yang tidak sejahtera, bukan yang sejahtera ditambah lagi gajinya karena kami kira itu kurang adil,” ucap Iman.
Harus Adil
Iman juga mengingatkan agar program tambahan gaji guru tidak direpotkan dengan tetek bengek administrasi yang ribet. Selama ini, tunjangan pokok yang didapat guru saja masih harus melalui jalur yang berliku-liku untuk sampai ke kantong guru. Padahal, gaji yang layak seharusnya menjadi hak dasar yang didapat guru.
Penghasilan guru yang bersertifikasi memang lebih baik karena mendapat tunjangan profesi guru (TPG) sebesar satu kali gaji pokok bagi guru pegawai negeri sipil (PNS). Adapun guru swasta ditetapkan gajinya secara umum Rp1,5 juta per bulan yang dibayarkan bersama guru PNS setiap tiga bulan sekali.
Namun, pemberian TPG dinilai masih rumit dan hanya bisa cair dalam periode triwulan. Keterlambatan TPGpunmerupakan makanan sehari-hari para guru. Terlebih, mekanisme pembayaran tunjangan yang melalui anggaran dana alokasi umum (DAU) pun kerap bermasalah di beberapa daerah.
Menurut Iman, program penambahan gaji guru yang tengah digodok pemerintah sebaiknya langsung masuk ke rekening guru setiap bulannya. Iman khawatir terjadi beban administrasi dan potensi keterlambatan jika gaji tambahan itu harus terparkir lewat pihak ketiga.
“Apabila melibatkan pihak lain, kami pesimistis penambahan gaji ini akan berjalan maksimal,” ucap Iman.
Di sisi lain, Iman menilai bahwa memang sudah saatnya pemerintahan Presiden Prabowo menunaikan janji untuk menetapkan upah minimum guru. Hingga saat ini, besaran gaji guru masih berbeda-beda dan sering kali jauh dari kata layak. Status guru pun berbeda-beda sehingga membuat kondisi kesejahteraannya semakin silang sengkarut.
P2G menyadari bahwa penetapan upah minimum guru akan memantik diskursus publik yang boleh jadi sengit. Misalnya, perlu ada penyesuaian besaran upah minimum bagi status guru yang berbeda-beda. Namun, dalam pandangan Iman, penetapan upah minimum untuk guru bakal menyelesaikan setengah masalah kesejahteraan guru saat ini.
“Ini adalah prasyarat mutlak sebab guru harus disamakan dengan profesi lain,” terang Iman.
Pengamat pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Semarang, Edi Subkhan, menilai bahwa kebijakan upah minimum bagi guru sebetulnya lebih mendesak dilakukan. Sebabnya, data dari Kementerian Pendidikan sendiri menyatakan guru yang sudah tersertifikasi belum mencapai setengah dari total keseluruhan guru.
“Artinya, guru yang belum mendapatkan tunjangan penghasilan lebih banyak dari yang sudah memperoleh tunjangan,” kata Edi kepada reporter Tirto, Rabu.
Penetapan upah minimum guru dipandang Edi sebagai penghormatan atas profesi guru sekaligus menjadi jaring pengaman profesi guru. Di samping itu, Edi juga mengapresiasi langkah pemerintah mengupayakan penambahan gaji bagi guru.
Hanya saja, Edi mengimbau agar pemerintah menyiapkan pula antisipasi terhadap beberapa ekses. Pasalnya, upaya-upaya itu juga punya potensi pembelahan sosial.
Misalnya, akan ada guru yang memperoleh gaji tambahan dan ada yang tidak memperoleh tambahan. Padahal, secara realita sudah pasti guru yang belum tersertifikasi, apalagi guru honorer, punya penghasilan di bawah kelayakan.
“Artinya, merekalah yang sebenarnya justru lebih butuh tambahan penghasilan dibanding yang sudah tersertifikasi. Tapi, ya sekali lagi ini keputusan politik dengan mempertimbangkan ketersediaan dana,” ucap Edi.
Menurut Edi, pemerintah akan terlihat lebih empatik jika mempertimbangkan kebutuhan riil guru-guru di lapangan. Apalagi, nasib guru-guru honorer dan yang belum tersertifikasi.
Langkah pemerintah mengutamakan guru bersertifikat memang menunjukkan pertimbangan yang lebih menitikberatkan penghormatan pada kompetensi, profesionalisme, dan kualifikasi guru. Di sisi lain, itu juga cara untuk mendorong guru agar segera tersertifikasi.
“Dengan dana yang terbatas, rasanya keputusan tersebut cukup rasional. Kalau dananya berlebih, tentu sebaiknya semua guru tanpa klasifikasi,” ucap Edi.
Hindari Diskriminasi
Ketua Dewan Kehormatan PB Persatuan Guru Seluruh Indonesia, Soeparman Mardjoeki Nahali, menyoroti ucapan Mendikdasmen, Abdul Mu'ti, yang tidak menyertakan guru swasta dalam skema penambahan gaji guru. Soeparman menilai, jika pemerintah tidak memberikan hak setara kepada guru-guru swasta untuk memperoleh penambahan kesejahteraan, itu berpotensi memunculkan diskriminasi.
Hal itu, kata Soeparman, sama saja dengan melanggar mandat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
“Karena, guru swasta mempunyai hak yang sama secara konstitusional atas kesejahteraan yang diberikan oleh negara/pemerintah,” kata Soeparman dalam keterangan yang diterima Tirto, Rabu.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, juga melontarkan hal senada dengan Soeparman. Ubaid menilai bahwa skema yang digagas pemerintah justru rawan melahirkan masalah baru ke depan. Hal ini pun dinilai sebagai rendahnya komitmen membenahi tata kelola guru yang sudah semrawut.
“Kenapa tidak dibicarakan secara serius? Kenapa kesenjangannya dipelihara? Sama-sama guru, tapi perlakukan berbeda,” ucap Ubaid kepada reporter Tirto, Rabu.
Rencana penambahan gaji berpotensi memperkeruh masalah kesejahteraan guru jika pola pikir pemerintah masih membeda-bedakan status guru. Oleh karena itu, Ubaid mendorong pemerintah turut memperbaiki tata kelola guru yang saat ini dinilai masih terus memunculkan kesenjangan.
“Sistem tata kelolanya harus dibenerin. Ini akan menambah kesejahteraan dan mutu,” ucap Ubaid.
Sementara itu, Mendikdasmen, Abdul Mu'ti, mengatakan bahwa pendataan guru yang akan mendapatkan penambahan gaji sudah dimulai. Dia mengatakan kementeriannya masih harus menunggu penetapan dari Kementerian Keuangan seraya menggodok skema yang bakal diterapkan.
Selain itu, Mu’ti memberi sinyal bahwa kebijakan ini akan lebih dulu dirembukkan di DPR. Dia pun berharap penambahan gaji akan meningkatkan kesejahteraan guru dan berimbas pada peningkatan kualitas.
“Peningkatan kesejahteraan diharapkan dapat meningkatkan kualitas, dedikasi, dan kinerja para guru untuk meningkatkan kualitas pendidikan,” kata Mu’ti kepada reporter Tirto, Rabu.
Sementara itu, Wamendikdasmen, Fajar Riza Ul Haq, mengatakan bahwa proses pendataan dilakukan untuk memastikan skema penambahan gaji guru tepat sasaran. Prinsipnya, kata dia, kesejahteraan harus berkorelasi positif dengan peningkatan kompetensi guru.
“Mudah-mudahan pada puncak Hari Guru Nasional akhir November nanti sudah ada kabar lanjut,” tutur Fajar kepada reporter Tirto, Rabu.
tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Fadrik Aziz Firdausi