Prasasti Harinjing Kediri merupakan salah satu bukti keberadaan Kerajaan Mataram Kuno di Nusantara. Jauh sebelum teknologi dan infrastruktur mendominasi, Pulau Jawa nyatanya telah memiliki sistem mitigasi bencana. Sistem yang tertulis dalam prasasti ini termasuk canggih, berguna untuk mengendalikan air besar pada masa itu.
Baca Juga: Larangan di Candi Gedong Songo, Dilarang Membawa Minuman Keras
Menelusuri Jejak Kerajaan Mataram Kuno Lewat Prasasti Harinjing Kediri
Fakta bahwa Kerajaan Mataram Kuno memiliki sistem mitigasi modern cukup mencengangkan. Di mana, sistem ini terukir lewat dokumen batu zaman dahulu. Prasasti tersebut menjadi bukti sejarah bagaimana upaya masyarakat terdahulu dalam mengendalikan banjir. Terlebih lagi di kawasan aliran sungai lahar dingin sejak 804 Masehi.
Jejak Sejarah Prasasti Harinjing
Prasasti Harinjing menjadi saksi bisu atas sejarah panjang yang membentang dari masa pemerintahan Kerajaan Medang atau Mataram Kuno. Kisah generasi ini berasal pada bagian Prasasti Harinjing A tertanggal 25 Maret 804 Masehi. Saat itu, pemimpin yang duduk di atas tahta kerajaan adalah Rakai Warak Dyah Wanara.
Keberadaan Prasasti Harinjing membawa kisah dari seorang pendeta agung yang begitu inovatif, yakni Bhagawanta Bari. Dalam sejarahnya, ia membangun tanggul dan aliran sungai di wilayah Harinjing. Pembangunan ini melibatkan pejabat kerajaan sebagai saksi. Hal tersebut menggambarkan bahwa proyek yang berlangsung begitu penting pada masa itu.
Penghargaan atas jasa Bhagawanta Bari terus dikenang hingga lintas generasi. Hal ini terlihat jelas pada Prasasti Harinjing Kediri B tertanggal 19 September 921 Masehi dan C tertanggal 7 Maret 927 Masehi.
Sebagai informasi, proyek Bhagawanta Bari menjadi solusi cerdas untuk tanggulangi bencana banjir hingga manajemen air yang lebih baik. Keberadaan sungai dan tanggul dalam proyek nyatanya memudahkan masyarakat untuk melakukan irigasi pertanian maupun perkebunan. Hasilnya, sistem ini membuat hasil bumi pada waktu itu begitu melimpah.
Baca Juga: Sejarah Raden Gagar Manik, Konon Jasadnya Masih Utuh
Hari Jadi Kabupaten Kediri dan Penghormatan Jasa Bhagawanta Bari
Prasasti Harinjing menyimpan narasi sarat akan nilai-nilai karakter penting. Hal ini termasuk penghargaan atas prestasi dan jasa Bhagawanta Bari. Tradisi pesta pun turut menyemarakkan selesainya proyek bendungan yang berlangsung.
Berdasarkan Disperpusip Jatim, penetapan Hari Jadi Kabupaten Kediri pada tanggal 25 Maret merupakan bentuk penghormatan atas jasa Bhagawanta Bari. Momen penting ini menjadi wujud apresiasi atas jasanya yang berhasil memakmurkan masyarakat. Momen istimewa ini rutin diperingati lewat rangkaian prosesi upacara dan adat.
Sebagai informasi, nama Kediri pertama kali terlihat dalam Prasasti Harinjing B. Penyebutan nama tersebut berada di sisi belakang pada baris ke-16. Tertulis “I Sang Pamgat Asing Juru I Kadiri Ri Wilang”. Kini, prasasti bersejarah tersebut tersimpan aman menjadi salah satu koleksi penting di Museum Nasional Jakarta.
Peran Serta Tuha Kalang dalam Pembangunan
Seorang pejabat penting juga hadir dalam upacara peresmian bendungan tahun 805 Masehi di Harinjing. Sosok tersebut adalah Tuha Kalang Daman Wanua. Kehadirannya dalam upacara peresmian bukan tanpa alasan. Hal ini mengindikasikan adanya peran teknis yang begitu penting.
Prasasti Harinjing Kediri A pun mencatat peristiwa tersebut dengan istilah “Kalang”. Kelompok kalang merupakan masyarakat yang pekerjaannya berkaitan erat dengan kayu, hutan dan keahlian konstruksi bangunannya. Kehadiran pemimpin dalam peresmian proyek bendungan tersebut mengindikasikan bahwa mereka termasuk tenaga profesional andal dalam merencanakan proyek terkait.
Keterlibatan kalang dinilai sangat masuk akal, mengingat proyek gagasan Bhagawanta Bari merupakan pembuatan tanggul sekaligus sudetan sungai untuk mengatasi banjir. Di mana, pembangunan ini tentu melibatkan penebangan hutan untuk membuka lahan serta memperkuat konstruksi tebing yang masih masif.
Lebih lanjut, gelar “Tuha” menegaskan bahwa proyek Harinjing libatkan tenaga kerja yang begitu terorganisir. Istilah ini merujuk pada ketua atau pemimpin kelompok kerja. Kalang menunjukkan bahwa Daman Wanua bekerja sebagai mandor besar yang memimpin pasukannya untuk menggarap proyek pengendalian banjir pada masa itu.
Bukti sejarah tersebut sekaligus membantah mitos kolonial dalam merendahkan posisi kalang. Sebab, Mataram Kuno berhasil membuktikan bahwa kalang adalah pejabat terhormat yang duduk sejajar dengan tamu lainnya. Ia turut serta menjadi bagian penting dalam perayaan keberhasilan sebuah proyek besar.
Baca Juga: Kisah Raja Jawa Amangkurat I, Tiran hingga Membantai Para Ulama
Prasasti Harinjing Kediri menjadi bukti bahwa Kerajaan Mataram Kuno memiliki jejak peradaban yang begitu penting. Prasasti hadir sebagai dokumen lintas zaman yang menuliskan upaya pengendalian banjir di lokasi aliran sungai lahar dingin. Keberadaan Prasasti Harinjing Kediri menyiratkan pesan penting bahwa peradaban Mataram Kuno pun telah memiliki sistem infrastruktur modern dan canggih. (R10/HR-Online)

12 hours ago
7

















































