Sejarah Tasikmalaya Kota Santri yang Sebenarnya, Wajib Tahu

7 hours ago 6

Sejarah Tasikmalaya Kota Santri menarik untuk dibahas. Bukan tanpa alasan kenapa Tasikmalaya mendapat julukan Kota Santri. Ini menjadi salah satu sejarah Indonesia yang perlu masyarakat pahami.

Baca Juga: Sejarah Kelapa Dua Depok, dari Wilayah Penyangga hingga Markas Elit Brimob

Apalagi warga Tasikmalaya sendiri, jangan sampai tidak tahu sejarah daerah. Ada alasan kenapa julukan ini tersemat di Tasikmalaya, berikut penjelasannya.

Ternyata Inilah Sejarah Tasikmalaya Kota Santri

Salah satu keunikan kota-kota di Indonesia adalah banyak dari mereka memiliki julukan khas yang mencerminkan ciri atau keistimewaan masing-masing. Julukan ini sangat beragam, biasanya sesuai dengan karakteristik unik kota tersebut. Contohnya, Bogor terkenal dengan julukan “Kota Hujan,” sementara Tasikmalaya populer sebagai “Kota Santri.”

Tasikmalaya, sebuah kota yang terletak di Jawa Barat, memang memiliki banyak keunikan yang menarik. Namun, julukannya sebagai “Kota Santri” cukup berbeda dari julukan kota lain pada umumnya.

Istilah “santri” merujuk pada seseorang yang sedang belajar ilmu agama Islam, khususnya yang menimba ilmu di pondok pesantren. Biasanya, mereka yang tinggal dan belajar di pesantren disebut sebagai santri. Lalu, apa alasan Tasikmalaya disebut Kota Santri?

Julukan tersebut berakar dari sejarah panjang yang terkait dengan perkembangan pendidikan agama di wilayah Tasikmalaya. Kota ini dikenal sebagai pusat pesantren dan kegiatan keagamaan Islam yang cukup besar dan berpengaruh. Karena itu, sebutan “Kota Santri” melekat pada Tasikmalaya hingga sekarang sebagai simbol identitas dan kekhasan kotanya.

Keberadaan Pesantren yang Melimpah

Kota Tasikmalaya, yang memiliki jumlah penduduk sekitar 731.048 jiwa pada tahun 2021 lalu, secara resmi berdiri pada tanggal 17 Oktober 2001. Pembentukan kota ini diresmikan melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2001 tentang pembentukan Kota Tasikmalaya.

Faktor utama yang membuat Tasikmalaya menyandang gelar Kota Santri adalah karena keberadaan pesantren yang melimpah. Jika berkunjung ke kota ini, ada banyak pesantren dengan jumlah santri yang tidak sedikit. Bahkan warga dari luar daerah banyak yang mengirim anak mereka belajar menjadi santri di Tasikmalaya.

Bahkan sejak era sebelum 1980-an, kota ini sudah memiliki pondok pesantren yang sangat banyak dan tersebar di sudut kota. Pesantren tersebut sudah memiliki banyak nama. Namun, ada juga pesantren baru dan kualitasnya juga tidak kalah baik.

Berdasarkan dari Open Data Jawa Barat pada tahun 2023 silam, setidaknya terdapat total 1.586 pondok pesantren di wilayah Kota Tasikmalaya. Dengan begitu, tidak heran jika sejarah Tasikmalaya Kota Santri terus melekat hingga saat ini.

Pesantren sendiri adalah tempat asrama khusus untuk memperdalam agama Islam. Para santri di dalamnya juga tetap bersekolah pada umumnya, namun dengan pendalaman agama yang berbeda.

Berganti Nama Empat Kali

Menurut situs resmi tasikmalayakota.go.id, Kota Tasikmalaya pernah mengalami empat kali pergantian nama sepanjang sejarahnya. Perubahan nama-nama ini terkait dengan pemekaran wilayah serta perubahan sistem pemerintahan yang berlaku pada masa itu.

Awalnya, wilayah ini merupakan hutan lebat yang menjadi bagian dari Gunung Galunggung. Kondisi alam yang subur membuat daerah ini kaya akan sumber daya alam.

Dikutip dari Liputan6, pada tahun 1111 Masehi, Tasikmalaya masih berupa sebuah perkampungan kecil yang dikenal sebagai Kabuyutan Galunggung. Pada masa itu, pengaruh budaya Hindu-Buddha sangat kuat di daerah ini. Seiring waktu, perkampungan ini berkembang menjadi sebuah kerajaan, yang keberadaannya dibuktikan dengan ditemukannya Prasasti Geger Hanjuang sebagai peninggalan sejarah.

Berdirinya Kerajaan Sukakerta hingga Menjadi Tasikmalaya

Kerajaan Sukakerta bermula dari kepemimpinan Dewi Citrawati yang bergelar Batari Hyang Janapati. Di bawah pengaruhnya, padukuhan Galunggung berkembang dan berubah nama menjadi Kebupatian Sukakerta dengan pusat pemerintahan di Rumantak. Wilayah ini diakui oleh Kerajaan Sunda Pajajaran. 

Baca Juga: Sejarah Masjid Pathok Negoro, Jejak Langkah Kraton

Pada 26 Juli 1632, Sukakerta berganti nama menjadi Kabupaten Sukapura, menandai pergantian pemimpin dari Dewi Citrawati ke Ki Wirawangsa (Mantri Agung Bupati Sukapura) serta pemindahan ibu kota ke Leuwilowa (kini Sukaraja). Nama Sukapura bertahan hingga awal 1900-an sebelum berubah menjadi Tasikmalaya oleh Pemerintah Hindia Belanda dan peresmiannya pada 1913. 

Perubahan ini ditandai dengan motto “Tasikmalaya, Sukapura, Ngadaun Ngora”, yang berarti Tasikmalaya adalah Sukapura Baru. Sejak saat itu, wilayah ini terus berkembang, terutama dengan masuknya kolonialisme dan pembangunan infrastruktur.

Tokoh Agama Berpengaruh

Selain karena jumlah pesantren yang melimpah, alasan gelar Kota Santri juga muncul karena keberadaan tokoh agama. Ada banyak tokoh agama yang terkenal di Tasikmalaya. Mereka terkenal di tingkat lokal maupun nasional.

Tentu saja mereka terkenal karena ilmu agama dan kedermawanannya. Mereka tidak hanya menjadi ulama, namun berperan aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Salah satu tokoh tersebut adalah KH Zainal Mustafa.

KH Zainal Mustafa merupakan seorang pahlawan nasional dari Tasikmalaya. Ia memiliki nama asli Hudaemi dan menggantinya menjadi KH Zainal Mustafa setelah menunaikan ibadah haji. Pada tahun 1927, ia mendirikan pondok pesantren Sukamanah.

KH Zainal Mustafa berhadapan dengan situasi yang sulit saat akan mendirikan pondok pesantren karena saat itu masih dijajah oleh Belanda. Apalagi mengembangkan pendidikan dan ajaran Islam pada saat itu tidak mudah. KH Zainal Mustafa kerap menentang pemerintah kolonial Belanda.

Selain itu, KH Zainal Mustafa melakukan perlawanan aktif pada Jepang. Pada saat itu, Jepang membuat rakyat sengsara dengan romusha (kerja paksa), jugun ianfu (perbudakan seks), hingga kebijakan Seikerei yang merupakan penghormatan kepada Dewa Matahari.

Sosoknya menjadi salah satu tokoh penting dalam sejarah Tasikmalaya Kota Santri. Tanpa perjuangan KH Zainal Mustafa dan tokoh lainnya, agama Islam tidak akan semaju sekarang di kota tersebut.

Masyarakat yang Menjaga Nilai Islam

Sebutan Kota Santri juga cocok untuk Tasikmalaya karena peran masyarakat yang aktif menjaga nilai-nilai Islam. Mereka memiliki ketaatan tinggi terhadap ajaran Islam. Hal ini membuat masyarakat semakin tertib dan saling menghargai.

Seperti yang diketahui, pesantren tidak hanya mengajarkan agama Islam saja. Namun, mereka mengajarkan para santri disiplin dan tanggung jawab. Nilai tersebutlah yang sangat penting di kehidupan.

Baca Juga: Sejarah Candi Sumberawan, Stupa Raksasa di Kaki Gunung Arjuna

Itulah sejarah Tasikmalaya Kota Santri yang sebenarnya. Jadi, ada beberapa aspek yang menjadi alasan julukan kota ini. Namun, yang paling utama adalah karena jumlah pesantren yang sangat banyak di daerah Tasikmalaya. (R10/HR-Online)

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |