Sejarah Payung Geulis Tasikmalaya, Kerajinan Unik Khas Priangan Timur

11 hours ago 9

Tasikmalaya merupakan sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terkenal sebagai sentra kerajinan tangan dengan tetap menjaga tradisi. Kota ini memiliki berbagai produk unggulan yang menggambarkan budaya dan kreativitas masyarakat. Salah satu karya paling ikonik adalah payung geulis. Tak hanya tampilan memikat, sejarah payung geulis Tasikmalaya turut menjadi daya tarik.

Baca Juga: Sejarah Jangari Cianjur yang Jadi Bagian Waduk Cirata

Bagaimana tidak, benda fungsional tersebut mampu merepresentasikan keindahan seni sekaligus warisan budaya khas Priangan Timur. Sehingga bukan hal mengherankan jika popularitasnya sampai ke mancanegara. Mari kita bahas lebih detail.

Mengulas Sejarah Payung Geulis Tasikmalaya Secara Lengkap

Melihat dari catatan sejarah Indonesia, kerajinan tradisional ini mulai masyarakat produksi sekitar tahun 1930-an. Tepatnya di sebuah daerah bernama Panyingkiran yang berada di wilayah Indihiang, Tasikmalaya. Pada masa itu, seorang tokoh lokal bernama H. Muhyi memainkan peranan penting dalam kelahiran sekaligus perkembangan produksi.

Berbekal kreativitas serta semangat inovasi, H. Muhyi menciptakan sebuah payung berbahan dasar kertas. Tujuan awalnya yakni ingin ia gunakan untuk melindungi diri dari teriknya matahari saat pergi ke ladang.

Ternyata, karyanya mendapat perhatian dari masyarakat sekitar. Desain unik dan kegunaannya yang praktis membuat banyak orang tertarik untuk membuatnya juga. Tak butuh waktu lama, benda tersebut mulai masyarakat produksi secara lebih luas.

Bahkan, dalam waktu singkat berhasil menjadi komoditas usaha rumahan yang menjanjikan. Dari sanalah, industri kerajinan mulai berkembang. Terwariskan dari generasi ke generasi hingga menjadi bagian dari identitas kota.

Secara etimologis, istilah “payung geulis” berasal dari bahasa Sunda. “Payung” berarti alat peneduh, sedangkan “geulis” punya makna cantik atau indah. Pada catatan sejarah, namanya menggambarkan bahwa selain berfungsi sebagai pelindung, payung geulis Tasikmalaya juga memiliki unsur estetika tinggi.

Material yang Berbeda dari Payung Biasa

Tidak seperti payung modern yang umumnya terbuat dari bahan sintetis seperti plastik atau logam. Kerajinan khas Tasikmalaya ini menggunakan bahan alami. Di mana kerangkanya berasal dari bambu yang lentur namun kuat.

Sementara itu, tudungnya berasal dari kertas semen yang terlapisi cat khusus untuk memperkuat struktur serta memberi warna mengkilap. Adapun pegangannya biasanya menggunakan kayu yang terukir secara sederhana namun tetap estetik.

Pemilihan bahan-bahan tersebut bukan hanya karena ketersediaan lokal. Melainkan juga untuk menunjukkan keterikatan masyarakat dengan alam di sekitarnya. Penggunaan bambu hingga kayu juga mencerminkan semangat ramah lingkungan dalam produksi kerajinan tradisional.

Baca Juga: Melihat Sejarah Benteng Palasari Sumedang, Peninggalan Belanda yang Masih Kokoh

Mengingat bahannya tidak tahan air, payung ini memang bukan produsen peruntukkan bagi hujan. Tetapi sebagai pelindung dari panas terik matahari.

Motif yang Indah

Setelah mengenal sejarah payung geulis Tasikmalaya, kita akan membahas motif hiasnya yang indah dan penuh makna. Secara umum, terdapat dua jenis motif yang biasa pengrajin gunakan. Pertama adalah motif geometris, terdiri dari bentuk-bentuk seperti garis lengkung, lurus, dan pola simetris lainnya.

Kedua adalah motif non-geometris yang terinspirasi dari alam. Sebut saja bunga, burung, kupu-kupu, hingga sosok manusia dalam berbagai aktivitas tradisional. Semua dekorasi tersebut pengrajin buat dengan teknik lukis tangan, bukan menggunakan mesin.

Proses pembuatannya pun memerlukan ketelitian dan kesabaran tinggi. Karena setiap goresan menentukan nilai estetika produk. Tak heran jika hasil akhirnya terlihat sangat artistik dan memikat.

Ragam Ukuran Sesuai Kebutuhan

Dari segi bentuk, payung khas ini berbentuk lingkaran dengan diameter yang bervariasi. Tergantung pada fungsi dan kebutuhan. Umumnya, ukuran standar memiliki diameter sekitar 66 cm dengan jumlah tulang payung antara 20 hingga 22 buah.

Namun, ada juga ukuran lebih kecil, sekitar 33 cm. Seringkali untuk keperluan dekoratif dalam ruangan atau model 1.5 dalam pertunjukan seni.

Sebelum mulai membuat, para pengrajin terlebih dahulu menghitung jari-jari dan menentukan bentuk lingkaran sebagai dasar kerangka. Prosesnya harus teliti agar simetri dan keseimbangan tetap terjaga.

Baca Juga: Sejarah Pabrik Tjipetir, Jejak Industri yang Mendunia dari Sukabumi

Secara keseluruhan, sejarah payung geulis Tasikmalaya memang berfungsi sebagai pelindung dari panas matahari. Ini juga menjadi bagian dari perlengkapan aktivitas harian masyarakat pedesaan. Namun seiring waktu, fungsi utamanya mulai bergeser. Kini, payung geulis kerap ditemui sebagai elemen dekoratif dalam acara budaya, pertunjukan seni, hingga oleh-oleh khas Tasikmalaya. (R10/HR-Online)

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |