tirto.id - Lirik "Tob Tobi Tob" belakangan tengah viral di TikTok seiring dengan banyaknya kreator yang menggunakan lagu di konten-konten yang mereka buat. Apa judul sebenarnya dari lirik "Tob Tobi Tob" ini, dan apa pula arti syair dengan nada yang unik tersebut?
Keunikan lirik "Tob Tobi Tob" ada pada penggalan baris "Thob thobbi thob thob thobbi thob, thob thobbi thob thob toba li" yang ada di bagian pertengahan syair. Modelnya berupa pengulangan kata "thob", diiringi dengan cara membaca yang rancak dan sulit dilakukan. Oleh karenanya, ketika lagu ini viral di TikTok, para kreator unjuk kebolehan dengan melantunkan syair tersebut.
Syair "Tob Tobi Tob" ini dikaitkan dengan kisah Abdul Malik bin Quraib Al-Asma'i, seorang ahli sastra Arab yang hidup pada masa kekhalifahan Abu Ja'far al-Mansur dari Dinasti Abbasiyah. Khalifah Al Mansur memiliki daya ingat yang luar biasa. Ia mampu mengingat semua syair yang dibacakan orang hanya dalam sekali dengar saja.
Sang khalifah lantas membuat sayembara untuk menantang semua penyair di wilayah kekuasaannya. Al Mansur ingin mendapatkan puisi baru yang belum pernah didengar, dan tidak bisa dihafal dalam sekejap.
Keanehan terjadi saat para penyair mulai membacakan puisi mereka dalam sayembara. Khalifah selalu berkata bahwa dirinya sudah pernah mendengar puisi penyair-penyair tersebut. Sang khalifah yang punya daya ingat luar biasa, mampu membacakan ulang puisi tadi tanpa ada kesalahan.
Sebagai bukti bahwa puisi penyair tersebut bukan puisi baru, Al Manshur menyuruh budak laki-lakinya melantunkan syair tadi. Sang khalifah lantas menyuruh budak perempuannya untuk berbuat hal sama.
Tidak ada satu pun penyair yang bisa membuat "puisi baru" seperti yang diminta Al Mansur. Semua syair mereka selalu bisa diucapkan ulang oleh sang khalifah. Di samping itu, budak laki-laki dan perempuan Al Mansur juga bisa melafalkan syair-syair tersebut.
Di balik itu semua, ternyata khalifah memiliki trik. Budak laki-lakinya mampu menghafal apa pun yang sudah diucapkan dua kali di depannya. Oleh karena itu, sang budak selalu bisa melafalkan ulang puisi yang sudah sekali dibacakan oleh sang penyair, dan sekali oleh khalifah.
Sementara itu, budak perempuan khalifah mampu menghafal apa saja yang sudah diucapkan 3 kali di depannya. Oleh karenanya, ia mampu mengulang puisi yang sudah sekali dilantunkan penyair, sekali oleh khalifah, dan sekali oleh budak laki-laki tadi.
Hampir semua penyair tak bisa membuktikan bahwa syair mereka "baru", bahkan meski baru dibuat malam sebelumnya. Sampai kemudian, Abdul Malik bin Quraib Al-Asma'i maju menghadap khalifah. Ia membacakan syair "Sawt Safitri Al Bulbuli" (Suara Siulan Burung Bulbul).
Syair tersebut penuh dengan onomatopeia dan kata-kata yang membelit lidah, yang tidak bisa dihafalkan oleh Al Mansur dalam sekali dengar. Karena khalifah tidak bisa menghafalkan syair tersebut, kedua budaknya pun tidak bisa.
Otomatis, khalifah harus mengakui kekalahannya. Ia meminta Al-Asma'i untuk membawa kertas tempat dirinya menulis puisi tadi, sehingga kertasnya dapat ditimbang, dan sang penyair akan mendapatkan emas sesuai berat kertas tadi.
Di luar dugaan, Al-Asma'i berkata, "Wahai Amirul Mukminin, tetapi aku tidak menulis puisiku di atas kertas. Aku telah memahatnya pada tiang marmer, yang hanya dapat dibawa oleh empat pengawalmu!"
Khalifah yang sudah berjanji akan memberikan hadiah kepada siapa pun yang mampu membuat "puisi baru", tidak punya pilihan lain. Namun, Al-Asma'i berkata kepada Al Mansur, dia datang bukan untuk hadiah emas.
Ia akan pergi dari hadapan khalifah selama sang penguasa mau memberikan emas setiap kali seorang penyair datang dengan puisi baru, karena mereka juga memiliki keluarga dan tanggungan. Puisi "Sawt Safitiri Al Bulbuli" adalah teguran Al-Asma'i atas perilaku Al Mansur sebelumnya.
Lirik "Tob Tobi Tob" Arab dan Latin
Berikut ini lirik "Tob Tobi Tob" (Sawt Safitri Al Bulbuli) dalam bahasa Arab dan latin.
صَوْتُ صَفيرِ البُلْبُلِ هَيَّجَ قَلْبِيَ الثَمِلِالمَاءُ وَالزَّهْرُ مَعَاً مَعَ زَهرِ لَحْظِ المُقَلِ
Showtu shofiril-bulbuli
Hayyaja qolbi ya tsamili
Al-ma’u waz-zahru ma‘a
Ma‘a zahri lahzhil-muqoli
وَأَنْتَ يَاسَيِّدَ لِي وَسَيِّدِي وَمَوْلَى لِيفَكَمْ فَكَمْ تَيَّمَنِي غُزَيِّلٌ عَقَيْقَلي
Wa anta ya sayyidali
Wa sayyidi wa mawla li
Fa-kam fa-kam tayyamani
Ghuzayyilun ‘aqoyqoli
قَطَّفْتُ مِنْ وَجْنَتِهِ مِنْ لَثْمِ وَرْدِ الخَجَلِفَقَالَ لاَ لاَ لاَ ثم لاَ لاَ لاَ وَقَدْ غَدَا مُهَرْوِلِ
Qataftuhu Min Wajnatihi mil latsmi wardil khajali
Faqola la la la la la la Wa qod ghoda muharwili
وَالخُودُ مَالَتْ طَرَبَاً مِنْ فِعْلِ هَذَا الرَّجُفَوَلْوَلَتْ وَوَلْوَلَتُ وَلي وَلي يَاوَيْلَ لِي
Wal-khudu malat thorobam
Min fa’li hadzar-rojuli
Fawal walat wa-wal walat
Wali wali ya wayla li
فَقُلْتُ لا تُوَلْوِلِي وَبَيِّنِي اللُؤْلُؤَ لَيقَالَتْ لَهُ حِيْنَ كَذَا انْهَضْ وَجِدْ بِالنَّقَلِ
Faqultu la tuwal wili
Wabay yinil-lu’lu’ ‘ali
Qolat lahu hina kadza
Inhadh wa jid bin-naqoli
وَفِتْيَةٍ سَقَوْنَنِي قَهْوَةً كَالعَسَلَ لِيشَمَمْتُهَا بِأَنْفِي أَزْكَى مِنَ القَرَنْفُلِ
Wa fityatin saqownani
Qohwa tin kal-‘asalali
Shamamtuha bi-‘anfi
Azka minal-qoronfuli
فِي وَسْطِ بُسْتَانٍ حُلِي بالزَّهْرِ وَالسُرُورُ لِيوَالعُودُ دَنْ دَنْدَنَ لِي وَالطَّبْلُ طَبْ طَبَّلَ لِي
Fi wasthi bustanin huli
Biz-zahri was-sururu li
Wa ‘udu dandan dana li
Wath-thoblu thob thob thoba li
طَب طَبِ طَب طَبِ طَب طَب طَبَ ليوَالسَّقْفُ قَدْ سَقْسَقَ لِي وَالرَّقْصُ قَدْ طَبْطَبَ لِي
Thob thobbi thob thob thobbi thob
Thob thobbi thob thob thoba li
Was-saqqufu saqq saqq saqqo li
War-roqshu qod thob thoba li
شَوَى شَوَى وَشَاهِشُ عَلَى وَرَقْ سَفَرجَلِوَغَرَّدَ القَمْرُ يَصِيحُ مِنْ مَلَلٍ فِي مَلَلِ
Syawa syawa wasya hisyu
‘Ala waroq sifarjali
Wa ghorrodal-qomru yashihu
Malalin fi malali
فَلَوْ تَرَانِي رَاكِباً عَلَى حِمَارٍ أَهْزَلِيَمْشِي عَلَى ثَلاثَةٍ كَمَشْيَةِ العَرَنْجِلِ
Fa law taroni rokiban
‘Ala himarin ahzali
Yamsyi ‘ala tsala tsatin
Khamasy yatin ‘aronjili
وَالنَّاسُ تَرْجِمْ جَمَلِي فِي السُوقِ بالقُلْقُلَلِوَالكُلُّ كَعْكَعْ كَعِكَعْ خَلْفِي وَمِنْ حُوَيْلَلِي
Wan-nasu tarjim jamali
Fi suqi bal-qulqolali
Wa kullu ka’ka’ ka’ka’
Kholfi wa min huwaylali
لكِنْ مَشَيتُ هَارِبا مِنْ خَشْيَةِ العَقَنْقِلِيإِلَى لِقَاءِ مَلِكٍ مُعَظَّمٍ مُبَجَّلِ
Lakin masyaytu haribam
Min khosy yati ‘aqonqili
‘Ila liqa’i malikim
Mu‘azh zhomim mubajjali
يَأْمُرُلِي بِخِلْعَةٍ حَمْرَاءُ كَالدَّمْ دَمَلِيأَجُرُّ فِيهَا مَاشِياً مُبَغْدِدَاً للذيَّلِ
Ya’muru li bikhil‘atin
Hamra’u kad-dam dama li
‘Ajurru fiha masyiam
Mubagdida al lidz-dzayli
أَنَا الأَدِيْبُ الأَلْمَعِي مِنْ حَيِّ أَرْضِ المُوْصِلِنَظَمْتُ قِطَعاً زُخْرِفَتْ يَعْجَزُ عَنْهَا الأَدْبُ لِي
Ana al-adi bul-alma‘i
Min hayyi ardhil-mushili
Naẓhomatu qiṭho‘an zukhrifat
Ya‘jizu ‘anhal-adbu li
أَقُولُ فِي مَطْلَعِهَا صَوْتُ صَفيرِ البُلْبُلِ
Aqulu fī muthla ‘iha
Showtu shofīrl-bulbuli
Arti Syair "Tob Tobi Tob" Terjemahan Bahasa Indonesia
Berikut ini terjemahan "Tob Tobi Tob" (Sawt Safitri Al Bulbuli) dalam bahasa Indonesia
Suara siulan burung bulbul menggetarkan hatiku yang mabuk
Air dan bunga, beserta mekarnya sekilas pandangan mata.
Dan engkau, tuanku, penguasaku, dan pelindungku.
Seberapa sering, seberapa sering seekor rusa kecil dengan kalung memikat aku.
Kupetik dari pipinya, mencium bunga mawar penuh rasa malu.
Dia berkata, “Tidak, tidak, tidak, tidak,” dan kemudian berlari cepat.
Gadis belia itu terbuai kegembiraan karena tingkah lelaki ini.
Dia meratap dan meratap, "Celakalah aku, celakalah aku, oh celakalah aku!"
Aku berkata, "Jangan menangis dan perlihatkan kepadaku mutiaramu."
Lalu dia berkata kepadanya, "Bangunlah dan berusahalah dengan sungguh-sungguh."
Dan para pemuda memberiku kopi semanis madu.
Aku menciumnya dengan hidungku, lebih harum dari cengkeh.
Di tengah taman yang dihiasi bunga-bunga dan kegembiraan bagiku.
Kecapi berbunyi “dun dun dun” untukku, dan genderang berbunyi “tob tob” untukku.
“Tob Tobi Tob Tob Tob Tob Tob Tob Tob” untukku
Atapnya berguncang “saq saq saq” bagiku, dan tariannya menyenangkanku.
Jika kamu melihatku menunggangi keledai kurus
Dia berjalan dengan tiga kaki seperti gaya seseorang yang lumpuh.
Dan orang-orang melempari untaku dengan batu di pasar sambil mengeluarkan suara “qalqalli”.
Semua orang (menggaungkan) "ka ka ka" di belakang dan di sekelilingku
Namun kumenjauh, melarikan diri karena takut pada belenggu.
'Tuk bertemu dengan Sang Raja Agung nan dihormati.
Dia memerintahkanku memakai jubah merah, semerah darah
Aku berjalan mengenakannya, sembari menyeret ujung jubahku.
Akulah penyair paling cemerlang dari tanah Mosul.
Kugubah karya demikian indahnya sehingga tiada ditandingi para pujangga
Kukatakan pada awalnya suara kicau burung bulbul
tirto.id - Edusains
Kontributor: Bintang Pamungkas
Penulis: Bintang Pamungkas
Editor: Fitra Firdaus