100 Hari Prabowo-Gibran: Masih Banyak PR di Isu Ibu Hamil-Balita

5 hours ago 5

tirto.id - Apresiasi tinggi masyarakat mewarnai 100 hari kinerja Presiden Prabowo Subianto, bersama wakilnya, Gibran Rakabuming Raka. Hal itu tercermin dari hasil survei Litbang Kompas teranyar, yang dilakukan di periode 4 - 10 Januari 2025.

Tak tanggung-tanggung, menurut jajak pendapat Litbang Kompas, tidak kurang dari 80,9 persen responden yang tersebar di 38 provinsi negeri ini menyatakan rasa puas terhadap kinerja pemerintah. Sebaliknya, hanya sebesar 19,1 persen yang mengaku tidak puas.

Capaian tersebut bahkan jauh mengungguli hasil survei 100 hari pemerintahan Presiden Joko Widodo, yang diselenggarakan Litbang Kompas pada Januari 2015. Saat itu, kepuasaan publik terhadap pemerintah hanya tercatat sebesar 65,1 persen. Sementara sisanya, sebanyak 34,9 persen publik merasa tidak puas.

Selain menanyakan kepuasaan secara umum, survei ini juga merekam tingkat kepuasaan delapan program prioritas yang tercantum dalam Astacita. Kedelapan bidang itu kemudian dipecah menjadi 13 program dalam survei, salah satunya bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil.

Dalam hal bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil, menariknya, publik yang menyatakan puas juga tergolong tinggi, mencapai 78,1 persen dari total 1.000 responden.

Persentase kepuasaan itu jadi terbesar kelima setelah program pelayanan kesehatan gratis, renovasi sekolah rusak, pembangunan rumah sakit lengkap di setiap kabupaten, dan pembangunan sekolah unggul terintegrasi di setiap kabupaten.

Jika melongok kembali ke dokumen visi, misi, dan program Prabowo-Gibran, bantuan gizi bagi ibu hamil dan balita memang disebut sebagai bagian dari “program hasil terbaik cepat”. Tujuannya yakni untuk meningkatkan kesehatan dan membantu ekonomi keluarga.

Meski begitu, pencarian dengan kata kunci “ibu hamil” dan “balita” dalam dokumen tersebut menunjukkan keduanya hanya muncul masing-masing dua kali. Kata ini mencuat di bawah program makan siang gratis.

“Program ini menargetkan lebih dari 80 juta penerima manfaat dengan cakupan 100 persen pada tahun 2029,” begitu bunyi target program bantuan gizi kepada anak balita dan ibu hamil, serta makan siang gratis di sekolah dan pesantren.

Bentuk bantuan gizi bagi ibu hamil yang hilalnya sudah terlihat memanglah makan bergizi gratis (MBG). Seperti dilaporkan Kompas TV, Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Dedek Uki Prayudi, mengatakan, dalam pelaksanaannya, MBG akan disalurkan kepada ibu hamil dan menyusui lewat Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).

“Makanan bergizi untuk ibu-ibu hamil, balita itu dipersiapkan oleh posyandu,” kata Dedek.

Menurut Dedek, terdapat dua skema pendistribusian MBG untuk ibu hamil dan menyusui oleh Posyandu. Pertama, petugas Posyandu mengantarkan ke rumah ibu hamil dan menyusui sebagai penerima manfaat atau sebaliknya.

Program MBG bagi anak sekolah dan ibu hamil atau ibu menyusui ini sendiri resmi berjalan sejak Senin (6/1/2025). Secara bertahap, jumlah titik yang menerima manfaat akan terus bertambah.

Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, dikutip dari Tempo, menyampaikan, pelaksanaan program MBG tidak berbasis data jumlah ibu hamil dan menyusui, serta balita, tahun 2023, namun akan melalui pengecekan langsung di lapangan.

Mengingat program ini masih jadi andalan–jika tidak bisa disebut sebagai program baru satu-satunya dalam konteks ibu hamil dan balita–barangkali jajak pendapat soal kepuasaan Litbang Kompas juga merujuk pada penyelenggaraan MBG.

Namun, apa saja yang kira-kira mendasari tingkat kepuasan masyarakat yang melambung di isu ini?

Dipengaruhi oleh Program yang Sudah Eksis

Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Mike Verawati, menaksir, tingginya tingkat kepuasaan publik dalam hal bantuan gizi bagi ibu hamil dan balita bisa jadi didorong oleh beberapa program yang sudah lama berjalan, misalnya posyandu.

“Karena program posyandu ini bahkan presidennya sebelum Prabowo, sebelum Jokowi, sebelum SBY, posyandu itu sudah jalan gitu, ya kan. Menurut saya juga, yang harus kita lihat, kalau ini diklaim sebagai keberhasilan, atau mungkin itu tadi ya ranking teratas, yang menjadi indikator kepuasan 100 hari, ini dalam hal apanya?” kata Mike saat dihubungi Tirto, Selasa (22/1/2025) sore.

Dengan demikian, hasil survei kepuasaan terhadap program bantuan gizi bagi ibu hamil dan balita hanya bisa dilihat sebagai gambaran antusiasme dan tingginya harapan masyarakat kepada pemerintahan Prabowo-Gibran.

Menurut Mike, kalau pemerintah sekarang cuma meneruskan program rutin sebelumnya, hal ini tidak bisa diklaim atas nama keberhasilan 100 hari Prabowo-Gibran.

“Dan kalaupun yang saya tahu kerja posyandu itu, dia memang melayani ibu-ibu hamil, pasutri-pasutri yang misalnya juga perlu konsultasi soal KB dan yang lain-lain gitu ya. Dan sudah pasti, karena kan mungkin orang itu bertumbuh secara usia, secara kebutuhan, ada yang menikah, ada yang hamil, ya pastinya bertambah gitu [sasarannya],” katanya.

Mike pun menyoroti soal banyaknya masalah dalam program MBG. Mike, mewakili Koalisi Perempuan, beranggapan, carut-marutnya program ini terjadi lantaran MBG tidak diawali dengan riset yang cukup kuat untuk memotret kebutuhan makan siang bergizi.

“Ini kebutuhan makan bergizi ini kan konsepnya berbeda-beda ya, dan kami melihat ada persoalan akuntabilitas ya, dan kelemahan transparansi soal menjalankan program,” ujar Mike.

Mengenai agenda 100 hari Prabowo-Gibran terkait ibu hamil dan balita, Mike mengaku sulit melacak. Hal itu, ditaksir Mike, disebabkan oleh adanya perubahan struktur pemerintahan dan semakin banyaknya kementerian.

“Ini kan juga mungkin menjadi faktor yang mempengaruhi 100 hari itu sulit untuk ditelusuri atau sulit untuk disusuri juga gitu,” ujarnya.

Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Adinda Tenriangke Muchtar, mengakui memang ada animo masyarakat terutama soal program-program yang bersifat bantuan.

"Apalagi berbau kesejahteraan sosial, kesehatan, bantuan untuk ibu menyusui, ibu hamil, balita maupun anak-anak dan sejak awal kan di masa kampanye terutama program makan bergizi gratis yang saat itu dibilang makan siang gratis itu menjadi salah satu program prioritas yang paling diandalkan," ungkap Adinda kepada Tirto, Selasa (22/1/2025).

Prabowo-Gibran Masih Banyak PR

Kepemimpinan Prabowo-Gibran masih panjang, sementara persoalan ibu hamil dan balita pun masih banyak. Mike dari KPI menekankan, ke depan, ada beberapa isu yang sudah dikerjakan, tetapi penting untuk diakselerasikan secara cepat dan direvitalisasi, misalnya terkait pencegahan stunting.

Prevalensi stunting di Indonesia sebesar 21,5 persen, berdasarkan Hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023. Dibanding 2022, berarti prevalensi stunting hanya turun 0,1 persen dari sebelumnya sebesar 21,6 persen.

“Ini kan menjadi kedua kepentingannya ya, ibu ya, anaknya juga ya. Dan bagaimana mendekatkan akses-akses layanan ini gitu loh dan juga mengurangi faktor-faktor yang membuat anak stunting gitu ya. Misalnya salah satunya ternyata kasus stunting itu dipengaruhi juga dengan usia perkawinan,” kata Mike.

Mike menyampaikan, terdapat fenomena tingginya angka kawin anak, yang membuat perempuan hamil di usia yang belum cukup dan organ biologisnya belum siap, yang bisa menyebabkan stunting.

Tak hanya meneruskan program yang sudah ada, pemerintahan Prabowo-Gibran juga perlu memastikan layanan kesehatan yang berbasis perlindungan sosial itu bisa diakses oleh semua kalangan, termasuk oleh ibu atau ibu dari keluarga miskin.

“Bagaimana mengakses layanan kesehatan reproduksi, memahamkan bahwa mungkin kalau kita tahu bahwa ternyata masih banyak layanan kesehatan yang belum bisa diakses nih karena infrastrukturnya, itu yang harus diperkuat gitu loh,” lanjut Mike.

Adinda juga menggarisbawahi beberapa hal, termasuk jika bicara soal ibu hamil, menyusui, dan balita, yakni pentingnya memberi literasi ke keluarga, alih-alih hanya ke ibu hamil dan menyusui. Di sisi lain, ia juga menyorot soal pentingnya memastikan data terbaru dalam penyelenggaraan bantuan.

“Kan Indonesia tuh harusnya udah punya satu data ya, udah ada aturannya gitu, yang terintegrasi dan sudah ada pengkinian data. Nah, ini penting untuk memastikan bahwa bantuan yang diberikan itu tepat sasaran,” kata Adinda.

Lebih lanjut, Adinda pun menegaskan bahwa pemerintah perlu menindaklanjuti dengan serius laporan masalah mengenai program, misalnya kasus keracunan akibat MBG, atau persoalan lain menyangkut bantuan dan layanan terhadap ibu hamil dan balita.

Baru-baru ini, 40 siswa SDN Dukuh 03 Sukoharjo keracunan usai mengonsumsi makanan dari program MBG. Badan Gizi Nasional menyebut kejadian ini diakibatkan oleh kesalahan teknis yang dilakukan manusia (human error).

“Yang berbau gratis, saya pikir, mau itu bantuan langsung tunai, mau pendidikan gratis, karena ini berhubungan dengan masalah kebutuhan dasar, tapi memang selain ada animo yang positif itu, perlu dipastikan juga pembelajaran atau evaluasi gitu, terhadap pelaksanaan program-program tersebut. Agar bisa lebih baik, lebih tepat sasaran,” pungkasnya.


tirto.id - News

Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Farida Susanty

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |