7 Budaya Jepang yang Unik dan Terkenal

1 day ago 2

tirto.id - Jepang tak diragukan menjadi salah satu negara Asia dengan kultur otentik. Beberapa produk kebudayaan negara Jepang juga menjangkiti anak muda di Indonesia, seperti manga (komik) yang juga diadaptasi ke dalam anime. One Piece hingga Naruto adalah contoh karya-karya manga dan anime asal Jepang.

Lalu di dunia musik, Jepang punya identitas kuat hingga memunculkan aliran yang dikenal sebagai Japanese Rock atau J-Rocks. Negara itu melahirkan band beken sekaliber One Ok Rock hingga L'Arc~en~Ciel (Laruku).

Pun masih di musik, Jepang punya girlband populer seperti AKB48, yang sampai saat ini masih memiliki franchise di Indonesia bernama JKT48. Namun Jepang tidak saja terkenal karena kebudayaan pop-nya, negara ini juga punya berbagai kekayaan budaya tradisional yang sudah ada sejak lama.

Jepang merupakan negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia timur. Namun daratan Jepang terpisah dari Benua Asia dengan Honshu sebagai pulau terbesar di Jepang. Negara ini punya julukan sebagai Negara Matahari Terbit, karena lokasinya.

Julukan lain yang populer ialah Negara Sakura, karena Jepang punya bunga sakura yang cantik. Selain budaya pop, Jepang punya banyak tradisi-tradisi unik lain, terutama tradisi tradisionalnya. Apa saja produk kebudayaan Jepang yang terkenal?

1. Matsuri

Matsuri merupakan festival lokal di Jepang. Matsuri berkaitan dengan rasa syukur kepada alam dan dewa. Meski ada juga matsuri baru yang tidak berhubungan dengan dewa. Elemen penting dari matsuri, adalah miniatur kuil kuil dibawa berkeliling kota dengan mikoshi (tandu).

Umumnya, mereka diiringi musik drum dan seruling oleh orang-orang yang duduk di atas kendaraan hias. Namun setiap matsuri memiliki ciri khas mereka masing-masing. Beberapa festival Jepang yang terkenal di antaranya: Gion Matsuri (Juli), Tenjinmatsuri (Juli), Kanda Matsuri (Meu). Ada pula Aoi Matsuri (Mei), Takayama (April dan Oktober), hingga Omizutori (Maret).

2. Upacara Minum Teh

Tradisi minum teh tidak saja umum di Inggris, namun juga sebagai salah satu jenis kebudayaan Jepang. Upacara minum teh di Jepang adalah ritual menenangkan dengan membuat teh dan menyajikannya kepada para tamu. Umumnya, teh yang disajikan ialah matcha atau teh hijau bubuk.

Dalam upacara minum teh, gerakan, alat, posisi, dan prosesi upacara minum teh ditentukan tergantung musim dan situasi. Sementara, peralatan yang digunakan dalam upacara minum teh disebut merupakan warisan selama berabad-abad dari generasi ke generasi

Ada berbagai gaya upacara minum teh. Salah satu yang terkenal ialah yang diciptakan keturunan Sen no Rikyu, meliputi urasenke, omotesenke, dan mushakojisenke. Setiap gagrak Sen no Rikyu itu juga memiliki perbedaan, misalnya urasenke dicirikan oleh rasa hormat terhadap tradisi sambil memasukkan metode baru. Sedangkan omotesenke menghormati tradisi lama dan konservatif.

Menilik sejarahnya, upacara minum teh berkaitan dengan penyebaran teh ke Jepang selama zaman Kamakura (abad 12-14). Konon bermula ketika seorang biksu bernama Eisai membawa teh dari Sakae, Tiongkok. Lalu berkembang lagi di era Muromachi (abad 14-16), oleh seorang biksu bernama Juko Murata hingga memunculkan gaya wabicha. Gaya itu kemudian dikembangkan oleh keturunan Sen no Rikyu.

3. Kimono

Kimono merupakan pakaian tradisional Jepang. Saat ini pakaian itu bisa digunakan untuk sehari-hari atau untuk berbagai acara sebagai haregi (pakaian resmi) seperti pernikahan hingga pemakaman. Kimono juga bisa dipadukan untuk tradisi lain seperti upacara minum teh.

Secara sejarah, kimono yang saat ini digunakan konon berkembang pada zaman Heian (Abad 8-12). Pada masa itu, kimono dibuat menggunakan metode “chokusendachi” yaitu kain dipotong dalam garis lurus dan dijahit menjadi satu.

Kimono awalnya digunakan hanya untuk kelas atas. Namun pembagian kelas itu dihapuskan sejak zaman Meiji (Abad 19-20), hingga kimono menjadi pakaian populer bagi lintas kelas.

Kimono punya beragam jenis yang juga digunakan di berbagai acara berbeda. Untuk jenis perempuan, misalnya ada kimono komon yang bisa digunakan sehari-hari. Ada pula kimono furisode yang merupakan pakaian formal perempuan belum menikah. Hingga kimono yukata yang bisa digunakan saat festival maupun pesta kembang api. Penggunaan kimono secara masif bisa ditemukan di Jepang utamanya saat Hari Kedewasaan di awal Januari.

4. Origami

Origami ialah seni melipat kertas dari Jepang. Origami dipercaya sudah ada sejak bangsawan pada zaman Heian melipat kertas untuk membungkus kado dan barang-barang penting. Kertas yang digunakan saat itu, washi, dianggap sebagai barang mewah.

Origami makin pesat terutama saat zaman Edo, ketika produksi kertas washi meningkat. Saat itu, origami menjadi permainan populer anak-anak. Origami terus berkembang hingga menciptakan lipatan rumit seperti pola geometris, hewan, tumbuhan, dan manusia.

Munculah “Hisou Senbazuru Orikata,'' yang dipercaya sebagai salah satu buku origami tertua pada tahun 1797. Origami hingga kini banyak diterapkan ke dalam materi pembelajaran. Misalnya bentuk geometris untuk pelajaran matematika.

5. Geisha

Geisha secara umum merujuk pada wanita yang mengenakan kimono dan bertugas menghibur di pesta minum dengan tarian, pertunjukan, dan lagu tradisional Jepang. Geisha sering disalahartikan pada konotasi negatif, terutama sebagai pelacur.

Padahal, hal utama yang ditampilkan seorang geisha ialah hiburan. Lain dengan pelacur atau dalam istilah sana dikenal sebagai oiran, yang hanya menjual kecantikan. Geisha punya berbagai sebutan, seperti geiko di Kyoto.

Untuk menjadi geisha, perempuan di Jepang biasanya menjalani latihan. Di Kyoto misalnya, terdapat pendidikan untuk menjadi geisha yang dijalani di usia 15-20 tahunan. Pelatihan itu berkaitan dengan cara memakai kimono dan tata krama sehari-hari, serta tata krama dan adat istiadat yang diperlukan untuk menari, upacara minum teh, hingga merangkai bunga.

Ada berbagai tingkatan dalam pelatihan tersebut. Maiko adalah tingkatan awal seorang geisha. Tingkatan berikutnya, calon geisha akan ditempatkan di Okiya. Setelahnya, perempuan tersebut bisa untuk mencoba ke ruang tatami di kedai teh dan restoran, melakukan trik, dan menjamu tamu.

6. Hanami

Jepang dikenal sebagai Negara Sakura. Salah satu tradisi yang erat kaitannya dengan bunga sakura ialah hanami, atau budaya di Jepang ketika orang-orang pergi ke taman atau tempat lain, untuk melihat keindahan bunga sakura yang bermekaran. Tradisi tersebut biasanya dapat ditemukan pada musim semi, Maret hingga April.

Ada berbagai versi sejarah terkait hanami. Salah satu yang terkenal, hanami kerap dikaitkan dengan tradisi petani di sana. Versi ini menyebutkan bahwa sakura mengacu pada dewa sawah. Orang juga menyamakan bunga sakura dengan bunga padi, dan hal itu digunakan untuk memprediksi panen.

Versi lain menyebutkan jika namani berasal dari kalangan bangsawan. Ini merujuk pada jamuan makan oleh Kaisar Saga (Abad 9) yang disebut ‘Hanaban-no-Setsu.’ Berikutnya, ketika zaman Kamakura dan Muromachi, kebiasaan bangsawan melihat bunga sakura juga menyebar ke kelas samurai (prajurit). Budaya itu makin berkembang di kalangan masyarakat umum ketika zaman Edo.

7. Hanabi

Hanabi adalah pertunjukan pertunjukan kembang api. Yang membedakan kembang api di Jepang dan negara lain ialah waktunya. Jika umumnya kembang api dinyalakan pada akhir tahun, maka di Jepang hanabi umum dilakukan saat musim panas.

Hal itu berkaitan dengan sejarah pada zaman Edo. Konon hanabi berasal dari dari Festival Suijin yang diadakan di Sungai Sumida pada tahun 1733. Ketika itu, banyak orang meninggal karena kelaparan dan wabah penyakit. Kembang api dinyalakan untuk memperingati orang mati dan menangkal wabah

Atraksi itu nyatanya diterima oleh masyarakat dan pertunjukan kembang api disebut menjadi acara standar pada pembukaan sungai. Selain itu, hanabi berkaitan dengan iklim Jepang. Masyarakat di sana disebut menyukai pertunjukan kembang api sembari menikmati sejuknya angin malam.


tirto.id - Edusains

Kontributor: Dicky Setyawan
Penulis: Dicky Setyawan
Editor: Dhita Koesno

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |