Agus Andrianto: NTT Wilayah Prioritas Pencegahan TPPO dan TPPM

1 week ago 4

tirto.id - Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) menjadikan Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai wilayah prioritas dalam pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia.

"Pasti ada salah satunya adalah NTT korban TPPO sama TPPM, tetapi kalau kejahatan narkoba dan sebagai tapi kan bisa di mana saja, terutama menjaga kedaulatan negara lah," kata Menteri Imipas, Agus Andrianto, kepada wartawan di selasar Ditjen Administrasi Hukum Umum, Jakarta Selatan, Senin (4/11/2024).

Namun, bukan hanya di NTT, Kementerian Imipas menetapkan 146 orang petugas imigrasi dari seluruh Indonesia sebagai Petugas Imigrasi Pembina Desa (Pimpasa) dalam Apel Besar Pengukuhan Petugas Imigrasi Pembina Desa.

Dalam pidatonya, Agus mengatakan, para petugas yang menjalankan program desa binaan tersebut, akan membantu masyarakat dalam mendapatkan akses informasi terkait Paspor RI.

"Dengan melibatkan perangkat desa sebagai perpanjangan tangan kantor imigrasi," katanya saat menyampaikan pidato.

Selain itu, kata Agus, dalam program ini, masyarakat juga akan diberikan edukasi tentang bahaya TPPO dan TPPM, khususnya melalui jalur penyaluran Pekerja Migran Indonesia (PMI) Non-Prosedural. Katanya, hingga saat ini, terdapat total 125 desa binaan imigrasi di seluruh Indonesia.

“Pimpasa juga akan mengumpulkan informasi berupa masukan dan pertanyaan yang diperoleh dari masyarakat terkait isu keimigrasian. Jadi sifatnya sebagai early warning system terhadap informasi keimigrasian,” lanjutnya.

Agus menyebut, mengacu pada pernyataan resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 27 Maret 2024, pada 2023 jumlah penempatan PMI tercatat sebanyak 274.965, naik 37% dari 2022 dan 176% dari 2021.

Sementara itu, kata Agus, data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Laporan Statistik Mobilitas Penduduk dan Tenaga Kerja 2023 menunjukkan bahwa pada 2022, sebanyak 99,8% PMI di sektor informal merupakan wanita.

Kemudian, Agus mengatakan, jika dilihat dari segi tingkat pendidikan, lebih dari 70% PMI merupakan lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Agus menjelaskan, tingginya ketertarikan masyarakat Indonesia untuk mencari peruntungan di luar negeri ini, tidak dibarengi dengan literasi yang cukup.

Hal ini, katanya, akan membuka celah bagi oknum tak bertanggung jawab melakukan manipulasi dan memberi iming-iming kesejahteraan bekerja di luar negeri secara ilegal yang berujung petaka.

Oleh karena itu, Agus menyebut, dengan adanya keberadaan Pimpasa pada desa binaan imigrasi, Kementerian Imipas secara berkelanjutan mengedukasi masyarakat, termasuk siswa sekolah menengah, untuk memberikan keterangan yang sebenar-benarnya saat mengajukan permohonan paspor.

Selain itu, mereka yang berniat bekerja di luar negeri wajib mendaftar melalui instansi yang ter verifikasi oleh Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).

“Pekerja migran berkontribusi besar terhadap perekonomian bangsa, maka sepatutnya kita arahkan dan lindungi dengan sebaik-baiknya. Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan mendukung penuh pencegahan serta pemberantasan TPPO dan TPPM untuk menciptakan keamanan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik,” jelasnya.

Terakhir, dia mengatakan, saat ini, pihaknya akan menjalankan program dengan jumlah desa binaan dan Pimpasa yang berada di 133 wilayah ini, terlebih dahulu. Namun, jika nantinya diperlukan penerapan program ini diwilayah lainnya, maka akan dilakukan penambahan.

"Sementara ada dulu di setiap kantor wilayah, ada dulu nanti kita evaluasi, bila memang dibutuhkan di tempat lain, nanti kita akan pertimbangkan untuk melakukan penambahan jumlah kekuatan untuk memperkuat petugas Pimpasa di wilayah," tutup Agus.


tirto.id - Hukum

Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Anggun P Situmorang

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |