Apa Itu Tren #KaburAjaDulu & Kaitan dengan Fenomena Brain Drain?

3 hours ago 6

tirto.id - Tagar #KaburAjaDulu belakangan ini ramai menghiasi lini masa media sosial seperti X (dulu Twitter) dan Instagram. Tagar tersebut menjadi wadah bagi generasi muda untuk meluapkan keresahan terhadap realitas ekonomi, politik, dan sosial di Indonesia.

Tidak sekadar tren, tagar ini mengungkapkan gelombang pesimisme yang berujung pada keinginan banyak anak muda meninggalkan tanah air demi masa depan yang lebih menjanjikan di luar negeri.

Tagar #KaburAjaDulu mulai muncul di sosial media X sejak Desember 2024 silam. Dalam fase awal kemunculan, #KaburAjaDulu menjadi ruang diskusi konstruktif. Para pengguna media sosial aktif berbagi tips mendapatkan pekerjaan di luar negeri, informasi beasiswa, perkiraan gaji, hingga wawasan mendalam tentang tantangan adaptasi budaya di negara tujuan.

Dinamika penggunaan tagar ini bergeser drastis. Dari sekadar forum berbagi informasi, #KaburAjaDulu kini menjadi manifestasi kekecewaan kolektif generasi muda terhadap kondisi dalam negeri. Berbagai persoalan yang domestik menjadi pemicu: mulai dari harga kebutuhan pokok melonjak, beban pajak yang memberatkan, hingga lapangan kerja sempit.

Tidak hanya itu, kasus korupsi di level pemerintahan, kualitas pendidikan rendah, lingkungan hidup buruk, serta angka kriminalitas meningkat semakin memperparah keresahan. Kondisi tersebut mendorong tagar #KaburAjaDulu bertransformasi menjadi kritik terhadap "lubang ketidaksejahteraan" yang kian menganga di Indonesia.

Kaitan #KaburAjaDulu dengan Fenomena Brain Drain

Tren #KaburAjaDulu yang tengah populer di media sosial kian lekat dengan fenomena brain drain, yaitu kondisi ketika talenta terampil Indonesia memilih pindah ke negara lain, bahkan berganti kewarganegaraan, demi meraih standar hidup, pendidikan, dan jenjang karier yang lebih baik di luar negeri.

Data terakhir dari Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) menunjukkan 7,47 juta penduduk usia produktif masih menganggur per Agustus 2024.

Di saat bersamaan, rata-rata gaji pekerja di tanah air hanya berkisar Rp3,27 juta, angka yang jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti perumahan, pendidikan, dan kesehatan.

Dua fakta tersebut semakin menegaskan bahwa negara belum mampu memastikan ketersediaan lapangan kerja dan kesejahteraan yang memadai.

Alhasil, bagi mereka yang memiliki keahlian khusus, peluang untuk menjadi pekerja migran di luar negeri terasa lebih menjanjikan.

Jika pemerintah tidak segera merespons tren ini dengan kebijakan konkret, Indonesia berpotensi kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul.

Hal tersebut dapat menjadi efek berantai mulai dari perlambatan pertumbuhan ekonomi di sektor-sektor strategis, penurunan investasi, penurunan penerimaan pajak, kenaikan penarikan pajak, lapangan pekerjaan yang semakin menipis, hingga kesenjangan kualitas pendidikan yang semakin lebar dengan negara lain.

Meski begitu, tidak semua pihak memandang fenomena ini semata-mata sebagai ancaman. Beberapa pengamat menilai “brain drain” yang terkelola dengan baik bisa membuka peluang transfer pengetahuan dan teknologi dari diaspora Indonesia di luar negeri—asal pemerintah menyiapkan ekosistem yang mendorong mereka kembali mengabdi pada tanah air.


tirto.id - Aktual dan Tren

Kontributor: Febriyani Suryaningrum
Penulis: Febriyani Suryaningrum
Editor: Dipna Videlia Putsanra

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |