tirto.id - Jumlah pengguna internet di Indonesia adalah sesuatu yang terus berkembang pesat. Dalam satu dekade, penggunanya berlipat nyaris tiga kali. Menurut data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJI), pada 2014 jumlah pengguna internet ada di angka 88,1 juta orang. Hitung maju sepuluh tahun kemudian, penggunanya melesat jadi 221 juta orang.
Ini artinya, 79,5 persen orang Indonesia sudah hidup di dunia baru, dunia digital.
Namun segalanya pasti punya dua sisi berbeda. Begitu pula dalam dunia digital. Sebagai jagat yang terhitung amat baru, banyak pengguna yang bergerak dalam gagap. Kebingungan mana yang benar, mana yang salah. Mana berita yang fakta, mana yang rekaan.
Mereka yang kebingungan, seperti tersesat dalam belantara tanpa kompas dan penunjuk mata angin. Hasilnya, kita kerap mendengar kabar begitu banyak orang yang jadi korban kejahatan digital. Mulai dari penipuan berkedok Mama minta pulsa di era baheula, hingga yang terkini seperti penipuan berkedok undian berhadiah dari bank.
Para pemangku kebijakan di Indonesia sadar bahwa dalam menghadapi rimba digital, setiap orang harus diberi bekal yang cukup. Maka lahirlah berbagai kebijakan literasi digital di Indonesia.
Salah satu yang pertama dikenalkan adalah Internet Cakap (In-Cakap), yang kemudian bertransformasi menjadi Program Literasi Digital pada 2018. Targetnya adalah masyarakat umum, orang-orang pemerintahan, dan pendidikan.
Hasilnya lumayan menggembirakan. Dari data Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) 2024, skornya ada di angka 43,34, naik 0,16 poin dari tahun sebelumnya. Angka ini dianggap penting sebagai tolok ukur kesenjangan digital di Indonesia.
Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie, IMDI ini memetakan kesenjangan keterampilan dari berbagai daerah di Indonesia. Menurutnya, IMDI membantu Kominfo mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan SDM digital di setiap daerah.
“Jadi kami bisa merancang kebijakan yang tepat sasaran untuk mendukung peningkatan keterampilan digital di masyarakat,” ujar Budi.
Berbagai Konten Untuk Meningkatkan Literasi Digital
Sejak bermula pada 2014 dengan nama In-Cakap, maka program Literasi Digital sudah genap berjalan 10 tahun. Salah satu hal menggembirakan dari program ini adalah tersedianya konten-konten edukatif yang bisa dibaca dan diunduh secara gratis di media sosial dan situs Literasi Digital.
Konten ini tentu sangat penting bagi mereka yang ingin membekali diri di dunia digital.
Per hari ini, sudah ada 2.380 konten media sosial yang bisa diunduh dan disebarkan secara luas. Gratis. Ini termasuk berbagai infografik yang dikemas dengan apik, berisi pesan yang padat dan penting, dan mudah dikonsumsi.
Lalu, juga ada 200 e-book yang bisa diunduh secara cuma-cuma. Menariknya, buku-buku ini juga ada yang dibuat dalam versi bahasa daerah. Misalkan modul tentang pinjaman online, yang tersedia dalam berbagai bahasa, mulai dari Minang, Papua, Jawa Timur, Sunda, hingga Bali.
Ini dimaksudkan agar modul-modul bisa dikonsumsi dengan lebih mudah, sekaligus terasa lebih dekat. Tak ayal, ini adalah upaya untuk mengatasi kesenjangan digital di berbagai daerah di Indonesia.
Selain itu, ada dua buku populer yang dibuat untuk merespons isu genting di masyarakat Indonesia belakangan ini. Buku pertama adalah Bernalar Sebelum Klik (2023) yang ditulis oleh Agus Sudibyo, peneliti media dan komunikasi sekaligus Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional di Dewan Pers. Sedangkan buku kedua adalah Judi Itu Candu: Anti Judi Online (2024) yang terbit pada bulan September 2024.
Kominfo juga merilis 4 modul dasar literasi digital, yakni Cakap Digital, Aman Digital, Etika Digital, dan Budaya Digital. Modul ini adalah kolaborasi dari Kominfo, Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi, dan Jaringan Penggiat Literasi Digital (Japelidi). Sejak 2021, Kominfo mencanangkan gerakan literasi digital ini menyentuh 12,4 juta rakyat Indonesia di 34 provinsi dan 514 kabupaten/ kota.
Dirilisnya modul ini diharapkan bisa meningkatkan pengetahuan, kesadaran, juga keterampilan masyarakat Indonesia dalam berperilaku di dunia digital. Tujuan jangka panjangnya tentu adalah dunia digital menjadi aman dan nyaman untuk dihuni bersama.
Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo. Menurut Presiden yang akrab dipanggil Jokowi ini, meminimalkan konten negatif seperti hoaks dan ujaran kebencian adalah tugas kita bersama. Karena sadar masyarakat kita masih perlu terus belajar kecakapan di dunia digital, Jokowi dan Kominfo bersama-sama membuat program yang bisa meningkatkan literasi digital.
“Jadi kita memang harus tingkatkan kecakapan digital masyarakat, agar mampu menciptakan lebih banyak konten-konten kreatif yang mendidik, yang menyejukkan, yang menyerukan perdamaian,” kata Jokowi.
Selama 10 tahun terakhir, Kominfo menjadi salah satu institusi yang senantiasa berada di garda depan dalam mengawal literasi digital di Indonesia. Hasilnya, ribuan konten edukatif yang bisa diakses gratis menjadi sumber daya yang harus dimanfaatkan bersama. Konten-konten ini bisa berlaku sebagai panduan, penunjuk arah bagi semua orang yang aktif di dunia digital.
Tentu, mengembangkan masyarakat digital di Indonesia bukan hal yang mudah, plus ada banyak tantangan dalam pengerjaannya. Namun, kerja berkesinambungan yang merupakan kolaborasi dari berbagai pihak, akan memudahkan Indonesia dalam menghadapi tantangan dunia digital di masa depan. []
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis