tirto.id - Layanan kesehatan yang inklusif bagi seluruh masyarakat menjadi salah satu faktor utama untuk meraih titel kota global dengan memberi pelayanan kesehatan yang ramah bagi penyandang disabilitas. DKI Jakarta punya potensi yang mumpuni untuk memperkuat layanan kesehatan yang inklusif bagi berbagai lapisan masyarakat, terutama penyandang disabilitas.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi DKI Jakarta, Ani Ruspitawati ,menyatakan, penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya menjadi tolok ukur penting bagi standar pelayanan kesehatan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta karena kelompok ini berisiko mengalami kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan.
Menurut Ani, layanan kesehatan bagi penyandang disabilitas wajib dilaksanakan di setiap fasilitas pelayanan kesehatan, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
“Dalam mempersiapkan pelayanan kesehatan bagi penyandang disabilitas, fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggunakan anggaran APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dan BLUD (Badan Layanan Umum Daerah),” kata Ani kepada reporter Tirto, Senin (28/10/2024).
Pelayanan khusus yang tersedia di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Jakarta yakni antrean prioritas yang diperuntukkan bagi ibu hamil, lanjut usia (lansia), termasuk penyandang disabilitas. Selain itu, RISD do Jakarta juga menyediakan sarana prasarana bagi penyandang disabilitas, seperti tempat parkir khusus, toilet, jalur kursi roda, serta buku dengan huruf Braille.
Ani menyampaikan, Pemprov DKI Jakarta terus berupaya untuk meningkatkan akses layanan yang inklusif bagi penyandang disabilitas. Jajarannya melakukan pendataan inklusif penyandang disabilitas dengan menerbitkan layanan pemberian surat keterangan disabilitas, melalui pemeriksaan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) milik Pemprov DKI Jakarta.
Dengan sistem informasi surat keterangan disabilitas diharapkan dapat mempermudah petugas memberi layanan dan kenyamanan bagi penyandang disabilitas. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta meningkatkan aksesibilitas fasilitas, baik fisik maupun non-fisik, dari ketersediaan informasi hingga penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) layanan akomodatif.
“Dengan menjadikan kelompok disabilitas dan rentan sebagai tolok ukur, Dinas Kesehatan DKI Jakarta memastikan bahwa layanan kesehatan tidak hanya tersedia, tetapi juga inklusif dan berkualitas,” tegas Ani.
Fasilitas disabilitas di rumah sakit. FOTO/humas pemprov DKI
Peneliti dari Global Health Security Griffith University, Dicky Budiman, menjelaskan, kota global di seluruh dunia memang sudah menerapkan standar layanan kesehatan yang inklusif bagi penyandang disabilitas. Menurutnya, hal itu menjadi satu faktor fundamental yang semestinya ditopang oleh kota-kota besar di dunia.
“Urgensinya sangat tinggi. Kenapa? Karena inklusi dalam layanan kesehatan adalah hak asasi manusia yang diakui secara internasional,” ujar Dicky kepada reporter Tirto, Senin.
Ia menjelaskan, penyediaan layanan kesehatan yang inklusif sudah menjadi mandat Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas atau Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD). Di dalamnya berisi payung hukum yang memastikan semua penyandang disabilitas dapat menikmati semua hak dasar manusia dan kebebasan yang fundamental.
Secara global, tambah Dicky, tren untuk mengarusutamakan inklusivitas di layanan kesehatan publik menunjukkan peningkatan. Akademisi yang lama tinggal dan mengajar di Australia ini menuturkan, kota besar seperti Brisbane atau Sydney bahkan sudah lama menjadikan faktor inklusivitas dalam layanan khusus di sektor kesehatan mereka.
“Termasuk pelatihan bagi tenaga kesehatan untuk melayani kelompok disabilitas dengan cara yang responsif, sesuai dengan kebutuhan,” urai Dicky.
Ia mengingatkan, layanan kesehatan yang inklusif bagi penyandang disabilitas akan lebih kuat dijalankan jika ada regulasi atau payung hukum tersendiri. Dengan norma hukum yang mengikat, maka kebijakan akan dijalankan dengan lebih komprehensif.
Selain itu, keberadaan regulasi juga akan memudahkan penyediaan anggaran bagi layanan kesehatan yang inklusif. Hal itu berguna untuk menguatkan infrastruktur fisik dan pelatihan bagi tenaga kesehatan yang akan menangani penyandang disabilitas.
“Karena ini khusus ada pelatihan empati, teknik komunikasi, dan pengetahuan tentang alat bantu medis. Ini tentu harus disiapkan,” terang Dicky.
Petugas mengendarai mobil Ambulans Gawat Darurat (AGD) Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta untuk menjemput bayi terkonfirmasi negatif yang ibunya terpapar COVID-19 di Jakarta, Jumat (25/6/2021). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Penguatan Sumber Daya Manusia
Pada saat yang sama, Ani mengungkapkan bahwa Dinkes Provinsi DKI Jakarta memegang betul prinsip keadilan serta inklusivitas sebagai bagian dari prinsip keadilan sosial. Oleh karena itu, layanan kesehatan wajib dapat diakses oleh semua kalangan, termasuk kelompok disabilitas dan rentan.
“Ini sejalan dengan hak asasi manusia yang menjamin akses kesehatan yang setara bagi semua individu, tanpa diskriminasi,” ucap Ani.
Ia menjelaskan, peningkatan sumber daya manusia sektor kesehatan juga menjadi sasaran Dinkes DKI untuk memperkuat layanan kesehatan inklusif. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kapasitas petugas lewat pelatihan atau workshop untuk tenaga kesehatan dan tenaga pendukung lainnya.
Kemudian, Pemprov DKI Jakarta pun sudah memiliki program layanan deteksi dini penyakit yang berpotensi menyebabkan disabilitas di fasyankes milik Pemprov DKI Jakarta. Dinkes DKI menyosialisasikan pula manfaat kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bagi kelompok/organisasi penyandang disabilitas.
“Jika sistem kesehatan mampu melayani mereka dengan baik, berarti sistem tersebut cukup tangguh dan inklusif untuk semua masyarakat,” beber Ani.
Pengurus Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Iqbal Mochtar, sepakat bahwa penyediaan layanan kesehatan yang inklusif menjadi salah satu unsur untuk menuju kota global. Ia menilai, DKI Jakarta bisa mencapai hal tersebut dengan cara yang sistematis dan terukur.
Iqbal mengutarakan, peningkatan layanan kesehatan bagi penyandang disabilitas bukan semata soal penyediaan fasilitas fisik yang mendukung. Dalam pandangannya, harus ada perencanaan dan evaluasi yang matang dari Pemprov DKI agar dapat meningkatkan layanan kesehatan yang inklusif secara holistik.
“Perlu ada pengembangan kebijakan yang inklusif dengan menambah pengetahuan dan pendidikan bagi insan kesehatan. Baru setelah itu secara bersamaan bisa melakukan peningkatan di infrastruktur,” kata Iqbal kepada reporter Tirto, Senin.
Ia melihat Pemprov DKI Jakarta harus melibatkan masyarakat dan organisasi non-pemerintah agar peningkatan layanan kesehatan yang inklusif dapat dijalankan oleh akar rumput. Lebih lanjut, sosialisasi juga bisa dilakukan di tingkat keluarga, terutama bagi mereka yang punya anggota keluarga disabilitas. “Jakarta memiliki potensi besar, tetapi perlu memang koordinasi,” tegas Iqbal.
Ani menambahkan, ke depan pihaknya berfokus pada kelompok rentan dalam mengurangi ketimpangan akses dan hasil kesehatan. Ia mengemukakan, agenda ini penting dilakukan untuk mencapai pemerataan kesehatan bagi seluruh populasi, khususnya di kota besar seperti Jakarta.
“Kebijakan kesehatan yang berorientasi kepada kelompok rentan akan lebih berpotensi menghasilkan dampak yang luas, karena kelompok ini sering menjadi barometer dalam menilai efektivitas dan keadilan kebijakan publik,” pungkas Ani.
tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Andrian Pratama Taher