tirto.id - Aksi protes peternak susu sapi di Boyolali dan Pasuruan beberapa waktu lalu menarik perhatian publik. Mereka menolak kebijakan pembatasan kuota susu lokal yang diterapkan oleh Industri Pengolahan Susu (IPS). Akibat kebijakan tersebut, para peternak terpaksa membuang susu yang telah mereka produksi lantaran tidak dapat diserap oleh industri.
Kejadian ini memunculkan berbagai reaksi, terutama di kalangan masyarakat yang peduli dengan nasib peternak lokal. Sebagai bentuk solidaritas, takmir Masjid Nurul Ashri Deresan, Sleman, Yogyakarta, menginisiasi gerakan sosial untuk membantu para peternak yang terdampak.
Gerakan ini berupa memborong susu yang tidak dapat dijual ke industri. Sebelumnya, Masjid Nurul Ashri juga sempat viral karena memborong sayuran dari petani yang terdampak krisis harga.
Kontributor Tirto mendatangi Masjid Nurul Ashri untuk mengetahui lebih lanjut ihwal gerakan sosial ini. Setibanya di masjid, kontributor Tirto menyaksikan suasana yang cukup ramai. Terlihat aktivitas ibadah salat yang sedang berlangsung, diikuti dengan kajian rutin yang dihadiri para jemaah.
Kondisi ini menunjukkan bahwa masjid tidak hanya berfungsi sebagai sebagai tempat ibadah, tetapi juga pusat kegiatan sosial dan pendidikan bagi masyarakat.
Usai menyaksikan berbagai aktivitas, kontributor Tirto bertemu dengan Kepala Kemitraan dan Komunikasi Masjid Nurul Ashri, Faturrahman Arhaby. Fatur, sapaan akrabnya, menjelaskan latar belakang dan tujuan dari gerakan sosial tersebut.
Ia mengatakan, kegiatan yang dilakukan Masjid Nurul Ashri dikelola oleh Baitulmal Nurul Ashri. Di bawah kepengurusan takmir masjid, mereka menginisiasi dua program unggulan yang berfokus pada pendidikan dan dakwah, serta berfokus pada sosial dan kemanusiaan.
Masjid Nurul Ashri tak berhenti pada isu sayur murah. Ketika berita mengenai kondisi peternak sapi perah Boyolali muncul, tim masjid segera melakukan aksi serupa. Mereka kembali turun ke lapangan, bertemu para peternak, dan memborong susu untuk didistribusikan kepada masyarakat. Tak main-main, dalam sepekan, mereka berhasil mengumpulkan hingga 1.200 liter susu yang dibawa dari Boyolali.
“Nah, dari sini lah kemudian kita bisa melahirkan program-program seperti itu, seperti ketahanan pangan, borong petani, terus kemudian nanti mungkin ada pembangunan sumur dan lain sebagainya,” katanya kepada kontributor Tirto, Rabu (13/11/2024).
Masjid Nurul Ashri, Memborong Sayur dan Susu, Galang Dukungan Lewat Media Sosial. tirto.id/Dina
Gerakan peduli petani dan peternak yang diinisiasi Masjid Nurul Ashri berawal dari kebutuhan nyata di masyarakat. Persoalan harga sayur murah pada tahun-tahun sebelumnya menjadi pembuka jalan. Baru kemudian isu pangan pun jadi sorotan. Harga sayur yang anjlok menggerakkan para pengurus masjid untuk turun langsung ke lapangan melihat kondisi para petani. Tak jarang juga mereka turut memetik langsung sayur-sayur dari ladang petani.
Kegiatan membantu petani sudah dilakukan sejak 2022. Para takmir memang menginisiasi program-program yang didesain untuk menarik minat masyarakat datang ke masjid. Bazar sayur murah menjadi salah satu yang ramai.
Program ini berkembang setelah tim melihat langsung penurunan harga yang drastis pada sayuran di daerah Magelang dan mengonfirmasinya melalui survei. Juli tahun ini, salah satu anggota tim yang aktif di media sosial menemukan unggahan tentang kondisi petani di Magelang, tepatnya di daerah Ngablak, yang tengah menghadapi anjloknya harga sayur seperti pakcoy dan tomat.
Berita soal turunnya harga pakcoy di Magelang menggerakkan mereka mewawancarai para petani untuk memastikan kebenaran informasi yang mereka dapat di media sosial. Benar saja, Fatur mengungkapkan, harga sawi itu yang mulanya Rp2.000 kini turun drastis hanya Rp200 perak.
Hasil survei itu disampaikan kepada jemaah dan donatur melalui grup WhatsApp, juga Instagram masjid untuk mengumpulkan dana yang kemudian digunakan untuk membeli hasil panen petani setempat. Kabar itu pun mendapat tanggapan antusias dari para jemaah dan donatur. Sehingga dalam aksi pertama mereka memborong 3 ton sayuran dari Magelang untuk didistribusikan ke para jemaah dan komunitas setempat. Sepanjang Juli hingga Oktober ini, total sayur yang mereka borong mencapai 35 ton.
“Setelah kami survei ke sana, ternyata memang yang mengalami penurunan itu bukan cuma satu jenis, tapi memang beberapa jenis. Akhirnya kita verifikasi, kumpulkan data, kita melakukan dokumentasi, kita wawancara juga dengan para petani yang ada di sana. Setelah itu kita sebarkan ke para jemaah, ke para donatur, ke para mitra,” kisah Fatur.
Informasi itu kemudian menyebar di media sosial, sehingga warga makin banyak yang mengikuti bazar. Mereka juga dihubungi banyak pihak untuk membantu petani-petani di daerah lain yang harga komoditasnya anjlok.
“Kemarin baru ada laporan cabai, terus dari Wonosobo kita ada laporan labu siam dan wortel. Terus kemudian dari Purworejo kemarin kita dapat laporan semangka,” terang Fatur.
Pada Jumat setelah subuh, masjid ini mengadakan kajian rutin yang diikuti dengan bazar sayur murah. Mereka menerapkan sistem kupon untuk ditukarkan, setelah jamaah mengikuti kajian. Tujuan program itu supaya masyarakat memiliki akses terhadap kebutuhan pokok dengan harga yang lebih terjangkau. Tapi di balik itu, tujuan utamanya adalah membantu para petani yang seringkali terdampak dari kebijakan harga yang tidak stabil.
Awalnya sayuran-sayuran itu mereka beli di Pasar Gamping. Kini, terhitung sejak Juli tahun ini, mereka mulai memasok sayur dari petani sayur di Magelang setelah kabar anjloknya harga sayur di sana. Informasi semacam itu sering mereka bicarakan dalam satu grup WhatsApp di mana kebanyakan anggotanya diisi anak muda. Mereka biasa saling membagikan berita-berita viral untuk direspons.
Media Sosial sebagai Katalis Aksi
Bicara soal media sosial, peran Instagram menjadi kekuatan utama dalam menyebarluaskan informasi kegiatan masjid terkait program sosial yang mereka jalankan dalam format konten yang mengikuti tren.
Ica, salah satu marketing Masjid Nurul Ashri, mengungkapkan kegiatan bantu petani dan peternak merupakan kerja sama dari beberapa tim. Masjid Nurul Ashri memiliki beberapa divisi yang bertugas menjalankan program-program sosial dan keagamaan, seperti tim program, pendidikan, kreatif media, dan marketing.
Tim program menangani survei dan pembelian sayuran dari petani untuk kegiatan seperti bazar sayur, sementara tim kreatif membuat materi promosi yang kemudian disebarkan oleh tim marketing melalui grup jemaah dan media sosial.
Masjid ini juga aktif merespons isu sosial melalui media sosial untuk menjangkau masyarakat luas, termasuk anak muda, dan melibatkan jemaah dalam program sosial seperti membantu petani dan mendistribusikan kurban hingga ke luar negeri.
“Artinya kan teman-teman yang ada di masjid, itu bukan hanya pikiran atau dakwah itu di lingkuan masjid. Tapi juga respons isu sosial kemanusiaan yang ada gitu,” tutur Ica.
Selaras dengan Ica, Fatur mengatakan mereka sudah terbiasa memanfaatkan platform digital sejak Pandemi Covid-19. Pada masa itu, masjid baru saja direnovasi di 2019, yang awalnya merupakan masjid kompleks perumahan dosen UNY sejak 1976.
Setelah yayasan didirikan setahun, segala kegiatan terpaksa beralih online. Kondisi itu mengharuskan mereka adaptif dengan cara-cara dakwah yang memanfaatkan media digital. Seksi sosial dan kemanusiaan sendiri, kata Fatur, dikelola oleh para relawan muda yang banyak diisi oleh mahasiswa dan pelajar.
“Jadi kalau ditanya kenapa pada akhirnya transformasinya bisa menjadi cepat, karena memang yang ngurusin anak muda. Kalau misalnya kita bikin rata-rata usia yang ada di lembaga Baitulmal Nurul Ashri sekarang, itu range umurnya itu dari 20-30 tahun,” ungkapnya.
Masjid Nurul Ashri, Memborong Sayur dan Susu, Galang Dukungan Lewat Media Sosial. tirto.id/Dina
Melalui media sosial, mereka berhasil mengemas narasi tentang kepedulian terhadap rakyat kecil, khususnya petani dan peternak, yang seringkali tidak terdengar di tengah kebijakan pemerintah yang lamban dalam merespons masalah pangan.
Bahwa masjid bisa menjadi rumah bagi masyarakat, tempat di mana setiap orang bisa saling membantu dan mendukung. Langkah mereka menginspirasi banyak masjid lain untuk memanfaatkan media sosial sebagai sarana berdakwah dan berbuat sosial.
Nurul Ashri memiliki visi menjadi ‘Masjid untuk Semua.’ Fatur mengungkapkan bahwa pihaknya ingin semua lapisan masyarakat merasa terwakili di sini, tak terkecuali para petani dan peternak yang seringkali kurang mendapat perhatian. Mereka ingin menunjukkan bahwa masjid bisa berperan lebih luas, terutama dalam merespons isu-isu yang berdampak pada rakyat kecil.
Selain itu, Masjid Nurul Ashri juga mempersiapkan langkah jangka panjang untuk terus mendukung petani dan peternak dengan konsep contract farming, di mana masjid akan membeli hasil panen petani dengan harga yang sudah disepakati sejak awal musim tanam.
Ketika waktu hampir menunjukkan masuknya kajian sore, kontributor Tirto sempat memperhatikan suasana masjid. Para jemaah sudah mulai memenuhi aula atas, bersiap untuk kajian yang diadakan.
Dari jarak dekat, beberapa sukarelawan terlihat membagikan kupon makan kepada jemaah yang baru saja tiba. Beberapa di antara mereka mengantre untuk mendapatkan kupon tersebut, mereka terlihat akrab menyambut orang-orang berdatangan.
“Kemudian kita juga harapannya bisa bersinergi dengan para jemaah dan para donatur untuk terus membantu petani-petani kita agar kemudian hasil tanam mereka itu bukan menjadi sebuah kerugian, tapi juga menjadi sebuah penghasilan untuk menghidupi keluarga mereka,” pungkas Fatur.
Masjid Nurul Ashri, Memborong Sayur dan Susu, Galang Dukungan Lewat Media Sosial. tirto.id/Dina
tirto.id - News
Kontributor: Dina T Wijaya
Penulis: Dina T Wijaya
Editor: Fahreza Rizky