tirto.id - Penghapusan atau pemotongan gaji ke-14 atau Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil (PNS) membuat sejumlah pegawai was-was. Hak pegawai tersebut kabarnya akan ditiadakan. Alasannya adalah demi penghematan atau efisiensi anggaran.
“Tuh gaji 13 sama 14 ada kemungkinan dihilangkan. Ngeri banget,” tulis salah satu akun X @madooasli seraya membagikan tangkapan layar informasi peniadaan gaji ke-13 dan 14 tersebut.
Kabar tak sedap itu seolah diperkuat dengan catatan atas efisiensi anggaran di salah satu lembaga yakni Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dalam sebuah dokumen yang dibagikan di aplikasi X (dulu bernama Twitter) disebutkan efisiensi anggaran BRIN Tahun Anggaran 2025 diusulkan berbasis pada upaya minimum untuk memastikan beberapa hal.
Untuk mencapai efisiensi sesuai target Rp2,07 triliun, BRIN harus menghapuskan seluruh anggaran riset dan inovasi di 12 organisasi riset, menangguhkan seluruh pembiayaan SBSN, menangguhkan sebagian pembiayaan PLN, serta menghapuskan belanja pegawai ke-13 dan THR bagi seluruh ASN BRIN.
“Atas nama efisiensi, gaji ke-13 dan 14 akan dihapuskan? mantap!,” tulis akun X @tukin_dosenASN.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya memang telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN serta APBD Tahun Anggaran 2025.
Dalam Inpres tersebut total anggaran yang dipangkas ditaksir senilai Rp306,69 triliun dari total belanja negara 2025 sebesar Rp3.621,3 triliun. Hal ini mencakup anggaran belanja K/L sebesar Rp256,1 triliun, dan transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp50,59 triliun.
Namun, jika ditelisik berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tersebut, pada klausul ketiga disebutkan identifikasi rencana efisiensi belanja K/L sesuai besaran yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan tidak termasuk belanja pegawai dan belanja bantuan sosial. Maka seharusnya, efisiensi ini tidak memangkas gaji pegawai (dalam hal ini THR dan gaji ke-13) dan tidak memangkas bantuan sosial.
“Kalau terjadi berarti itu bertentangan dengan Inpres 1/2025,” ujar peneliti ekonomi makro dan keuangan dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Riza Annisa, kepada Tirto, Kamis (6/2/2025).
Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) lingkup Pemprov DKI Jakarta berjalan memasuki ruang dinasnya saat hari pertama masuk kerja usai libur lebaran di Balai Kota, Jakarta, Senin (17/5/2021). . ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.
Sejalan dengan Inpres tersebut, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, juga telah menerbitkan surat edaran bernomor S-37/MK.02/2025. Surat edaran ini berisi daftar 16 pos anggaran belanja kementerian dan lembaga yang terdampak pemangkasan anggaran.
Di antaranya alat tulis kantor (ATK): 90 persen, kegiatan seremonial: 56,9 persen, rapat, seminar, dan sejenisnya: 45 persen, kajian dan analisis: 51,5 persen, diklat dan bimbingan teknis (bimtek): 29 persen, honor output kegiatan dan jasa profesi: 40 persen, percetakan dan souvenir: 75,9 persen.
Sewa gedung, kendaraan, dan peralatan: 73,3 persen, lisensi aplikasi: 21,6 persen, jasa konsultan: 45,7 persen, bantuan pemerintah: 16,7 persen, pemeliharaan dan perawatan: 10,2 persen, perjalanan dinas: 53,9 persen, peralatan dan mesin: 28 persen, infrastruktur: 34,3 persen dan belanja lainnya: 59,1 persen.
Dari surat edaran itu, tidak disebutkan efisiensi yang mengarah kepada belanja pegawai dalam hal ini THR dan gaji ke-13. Kalaupun sampai terjadi pemangkasan, ini akan mengulang kondisi empat tahun terakhir sejak 2020. Di mana ketika pandemi COVID-19 THR dan gaji ke-13 yang diberikan pemerintah kepada pegawainya tidak penuh 100 persen.
Pada 2020 diketahui THR hanya diberikan kepada aparatur negara tertentu (pejabat di bawah eselon II) serta pensiunan. Komponen THR dan gaji ke-13 saat itu diberikan tanpa tunjangan kinerja. Kemudian pada 2021, THR dan gaji ke-13 sudah diberikan kepada seluruh aparatur negara dan pensiunan, meski masih tanpa tunjangan kinerja. Komponennya adalah gaji pokok dan tunjangan melekat (tunjangan keluarga, tunjangan pangan, tunjangan jabatan/fungsional/umum).
Pada 2022, komponen THR dan gaji ke-13 sama dengan 2021, namun diberikan tambahan komponen berupa 50 persen tunjangan kinerja. Lalu pada 2023, THR dan gaji ke-13 diputuskan sebesar gaji/pensiunan pokok, tunjangan melekat, tunjangan jabatan/umum, serta tunjangan kinerja per bulan namun masih 50 persen.
Jika kemudian ini yang terjadi, maka kemungkinan akan dapat menurunkan konsumsi, tapi bukan pada barang/jasa primer (esensial) yang secara rutin dikonsumsi berkala setiap bulan. “Jadi mungkin kita wait and see bagaimana implementasinya di lapangan. Mudah-mudahan tidak membuat sentimen negatif terhadap permintaan-penawaran barang/jasa,” ujar Riza.
Efisiensi Harus Selektif
Peneliti Next Policy, Dwi Raihan, memahami bahwa efisiensi anggaran sangat diperlukan oleh pemerintah untuk menguatkan ruang fiskal. Pasalnya, jumlah utang dan program pemerintah saat ini memerlukan anggaran yang cukup besar.
“Di satu sisi, penerimaan kita cenderung stagnan. Maka, efisiensi anggaran menjadi hal yang dapat dilakukan. Selain itu, belanja yang efisien juga perlu diterapkan agar kebijakan ini berhasil,” ujar Raihan kepada Tirto, Kamis (6/2/2025).
Hanya saja, efisiensi anggaran juga perlu dilakukan secara selektif. Banyak anggaran yang harus dipotong atau dihilangkan seperti biaya perjalanan dinas, infrastruktur seperti Proyek Strategis Nasional (PSN) hingga megaproyek Ibu Kota Nusantara (IKN), serta isu peniadaan THR dan gaji ke-13.
“Pemotongan gaji 13 dan 14 memang mengurangi bebas fiskal namun juga berdampak pada ekonomi,” imbuhnya.
Pasalnya, pemotongan hingga penghapusan gaji tersebut akan berdampak pada penghasilann apabila benar-benar dilakukan. Penghasilan yang lebih rendah akan berdampak pada penurunan tingkat konsumsi. Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi juga terhambat. Karena sebagaimana diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagian besar masih ditopang oleh konsumsi atau setidaknya, daya beli ASN melemah.
“Oleh karena itu, K/L dituntut agar melakukan perbelanjaan secara efektif kemudian mengalokasikannya untuk gaji ke-13 dan 14,” ujarnya.
Terlepas dari hal tersebut, kata Raihan, ini juga bisa dijadikan evaluasi dalam hal jumlah. Apakah jumlah mereka sudah terlampau banyak atau tidak. Jika menggunakan persentase cukup rendah, namun secara jumlah cukup besar dan ini terbukti akan memberatkan anggaran.
Ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menambahkan THR dan gaji ke-13 sejatinya merupakan hak para ASN, TNI dan Polri. Dua komponen itu juga kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Jika pemerintah wanprestasi, maka selain tidak adil, ini juga akan mendemotivasi para ASN, TNI dan Polri.
“Penundaan tersebut akan mempengaruhi daya beli 5 juta keluarga, atau sekitar 20 juta orang di Indonesia, bisa dipastikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi akan cukup signifikan,” jelas Wijayanto kepada Tirto, Kamis (6/2/2025).
Uang Tunjangan Hari Raya. FOTO/iStockphoto
Selain dampak ekonomi, pemerintah juga harus mempertimbangkan dampak persepsi. Sebab, penundaan akan menjatuhkan kredibilitas pemerintah di mata rakyat, dunia usaha dan investor. Ini memberi sinyal bahwa kondisi fiskal kita sudah sangat parah, sehingga wanprestasi terhadap rakyat pun dilakukan.
“Namun saya yakin bahwa penundaan merupakan pilihan terakhir pemerintah, dan pemerintah tidak akan melakukannya,” jelas dia.
Menanggapi kabar beredar, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyebut proses persiapan pencairan THR dan gaji ke-13 tetap berlanjut. Ia meminta publik untuk menunggu pengumuman lebih lanjut soal hal tersebut.
“Nanti tunggu saja ya. Prosesnya ya diproses saja. (Gaji ke-13 dan 14 PNS akan tetap cair?) Insya Allah,” ujar Sri Mulyani dikutip Antara, Kamis (6/2/2025).
Senada, Kepala Biro Data, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Mohammad Averrouce, juga mengatakan kebijakan THR dan gaji ke-13 bagi aparatur negara sejatinya termaktub dalam Nota Keuangan APBN 2025.
“Saat ini kebijakan gaji Ke-13 dan THR tahun 2025 sedang disusun dan dibahas instrumen peraturan perundang-undanganya bersama-sama Tim Teknis Kementerian PANRB dan instansi terkait yaitu Kementerian Keuangan dan Kementerian Sekretariat Negara,” ujar Averrouce saat dikonfirmasi Tirto, Kamis (6/2/2025).
tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang