Mengapa Masyarakat Enggan Mudik Tahun Ini?

3 days ago 15

tirto.id - Tahun ini, Fajri Alamsyah (33) tak banyak melakukan persiapan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, lima hari sebelum hari Idul Fitri, pria asal Purwokerto, Jawa Tengah itu, biasanya sudah sibuk mengemas barang. Siap pulang kampung. Kali ini, ia hanya menyiapkan sejumlah uang tak seberapa untuk ditransfer ke kampung halaman. Sudah teguh, Fajri memutuskan tidak mudik Lebaran tahun ini.

Sehari-hari, Fajri bekerja di Tangerang sebagai seorang penjaja produk asuransi. Dia tinggal di Tangerang Selatan bersama istri dan seorang putrinya yang masih berusia 5 tahun. Haru agak terasa saat Fajri bercerita kepada Tirto, Selasa (25/3/2025). Ia mengaku terpaksa tidak mudik tahun ini sebab uang untuk modal menengok bapaknya ke kampung halaman sangat pas-pasan. Di kampung, bapaknya hanya tinggal bersama keluarga adik bungsunya. Ibunya biasa disambanginya di pemakaman umum tak jauh dari pintu masuk desa.

Namun, tahun ini, terasa memang ada rindu yang tak berhasil mencair bagi Fajri. Tadinya, dia ingin ziarah ke makam ibunda untuk memperbaiki semen-semen nisan yang gompal. Urung, kata dia, modal untuk pulang kampung kali ini bakal digunakan untuk uang masuk sekolah putri kecilnya.

“Ada yang harus dikorbanin, ada yang dipilih, mau nggak mau dan tetep berat,” ucap Fajri.

Biasanya Fajri pulang kampung menggunakan bus. Biasanya juga, istri dan anaknya tak ikut ke kampung. Namun, tahun ini ia hanya sedikit menerima bonus karena bisnis lagi macet. Ia mengandalkan bonus tersebut saban tahun untuk pulang sekaligus memberikan duit kepada sanak famili di kampung.

Tahun ini Fajri memutuskan hanya mengirim uang saja tanpa pulang menengok bapak. Fajri mengaku hal terberat adalah menelepon keluarganya di desa untuk memberi kabar bahwa ia tak bisa pulang tahun ini. “Keadaan sedang sulit,” katanya menirukan percakapan telepon itu, “tahun ini saya nggak bisa jenguk.”

Situasi mirip-mirip juga menimpa seorang pekerja swasta di Jakarta Selatan, Rossana Anita (24 tahun). Perempuan yang berkarir di bidang produk kecantikan itu memutuskan tidak mudik Lebaran tahun ini. Anita mengaku, sebetulnya ini baru tahun keduanya merantau ke Jakarta. Setahun lalu, ia memang mudik ke kampung halamannya di Malang, Jawa Timur. Menurutnya saat itu, ibunya dari Malang sengaja datang ke Jakarta untuk menjemputnya pulang kampung.

Namun, kata Anita, tahun ini agaknya rencana mudiknya tertunda. Ia tadinya memang ingin pulang kampung, tapi sayangnya ia kehabisan tiket kereta api. Naik pesawatpun ia tak sanggup karena uang simpanannya tak seberapa. Orang tuanya di kampung diprediksinya tidak bisa menjemput seperti tahun sebelumnya, karena sama-sama menghemat pengeluaran.

Rossana memilih mencari titik tengah. Anita menunda rencana mudik masa libur hari raya tahun ini. Tetapi dia berencana cuti panjang di pertengahan tahun untuk balik kampung.

“Sekalian aku mau kumpulin uang dulu untuk ongkos balik, tahun ini paling lewat video call saja lebarannya,” ucap Anita kepada wartawan Tirto, Selasa (25/3/2025).

Sementara itu, Andreas Dwi (27), bakal tetap melakukan mudik tahun ini meskipun memilih mengganti moda transportasi yang biasa digunakannya. Pria kelahiran Cirebon, Jawa Barat itu bekerja di Kota Bogor sebagai staf marketing. Biasanya, Andreas rutin mudik dengan dua pilihan moda transportasi: kereta atau bus. Namun tahun ini, ia mengaku akan mencoba mengendarai motor pribadi untuk pulang ke Cirebon.

Bukan tanpa alasan, ia memandang ongkos untuk transportasi umum bisa dihemat sebagai uang yang rencananya bakal dibagikan ke adik dan keponakannya di kampung. Pasalnya, ia merasa tiket bus dan kereta masih cukup mahal dan tidak diberikan diskon. Berburu tiket ekonomi sama saja seperti berkompetisi mencari satu ikan di kolam berlumpur. Susah, dan sering kali kalah.

Mengendarai motor pribadi pun menjadi opsi yang tak terelakan. Meskipun, Andreas harus merogoh sedikit kocek untuk mempersiapkan kematangan motornya. Menurutnya, itu lebih baik daripada tidak bisa berhari raya tanpa dikelilingi keluarga.

“Lebih baik begitu kan keluarin buat bengkel paling berapa sih, daripada beli tiket eksekutif nggak mampu, nggak dapet tiket jadi nggak pulang, saya masih ada motor ini kan gitu,” kata Andreas kepada wartawan Tirto, Selasa (25/3/2025).

Minat Mudik Sedang Lesu?

Atmosfer libur Lebaran tahun ini memang agak berbeda, seolah-olah semangat mudik yang selama ini menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi hari raya kian menyusut. Fenomena itu tercermin dari jajak pendapat terbaru Tirto bersama Jakpat: didapatkan 3 dari 5 responden mengaku tidak berencana mudik.

Hanya sebanyak 35,7 persen responden yang menyatakan bakal pulang kampung, dengan 6,66 persen di antaranya sudah membeli tiket. Sebagai informasi, survei ini dilangsungkan di pekan pertama Ramadhan (5 - 7 Maret 2025) dengan melibatkan 1.336 warga Indonesia, yang tersebar di 31 provinsi.

Meskipun didominasi oleh Pulau Jawa (77,02 persen), terdapat juga responden dari Sumatera (11,83 persen), Kalimantan (5,61 persen), dan Sulawesi (3,89 persen). Selain itu, ada responden dari Bali dan Nusa Tenggara (0,97 persen), serta Maluku dan Papua (0,30 persen).

Meski temuan Tirto ini dapat dilihat sebagai rendahnya antusiasme pemudik, data mayoritas responden memilih tidak mudik bisa saja mencerminkan bahwa mereka kebanyakan sudah tinggal di kampung halamannya. Meski ada kemungkinan tersebut, hasil survei Tirto sejalan dengan survei proyeksi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang menunjukkan adanya penurunan pergerakan masyarakat selama masa lebaran 2025.

Survei Kemenhub memprediksi, potensi pergerakan masyarakat selama libur Lebaran tahun ini mencapai 146,48 juta jiwa atau setara 52 persen dari total penduduk Indonesia. Angka itu melorot sekitar 24 persen dibanding proyeksi pergerakan masyarakat pada periode lebaran 2024, yang menyentuh 193,6 juta orang, atau setara 71,7 persen jumlah penduduk.

Padahal, dalam lima tahun terakhir, tren pergerakan masyarakat selama lebaran cenderung memperlihatkan kenaikan. Pada 2022 misalnya, setelah pandemi COVID-19 mereda dan aktivitas mudik kembali dibuka pemerintah, proyeksi pergerakan masyarakat naik menjadi 85,5 juta orang, dari lebaran tahun sebelumnya yang hanya 27,6 juta orang. Pada 2023, proyeksinya meningkat menjadi 123,8 juta orang dan setahun berikutnya melesat lebih dari 50 persen ke level 193,6 juta orang (2024).

Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, memandang turunnya jumlah pemudik tahun ini tak lain karena kelesuan kondisi ekonomi masyarakat. Dari survei Kemenhub yang menunjukan merosotnya pemudik tahun ini, terpantau masyarakat yang memilih tidak pulang kampung ada jutaan atau terbilang jumlah yang cukup besar. Huda menerka, penyebabnya yang vital adalah kondisi ekonomi masyarakat menengah ke bawah yang semakin lesu.

Hal itu dapat terdeteksi dari daya beli kelas menengah yang semakin turun. Dengan begitu, bisa diprediksi untuk pulang kampung mereka tidak memiliki bekal uang yang cukup.

Data Mandiri Spending Index (MSI) per 9 Maret 2025 menunjukkan, sampai pekan pertama Ramadhan tahun ini, kenaikan belanja masyarakat hanya berkisar 1,4 persen. Angka indeks itu melambat jika dibandingkan dengan kenaikan indeks pada periode sama 2024 dan 2023 yang masing-masing sebesar 4,7 persen dan 2,8 persen.

“Karena dari sisi pengeluaran di kampung pun tidak mengeluarkan uang sedikit. Harus untuk transportasi, uang belanja, dan uang untuk sanak keluarga. Akhirnya bisa jadi banyak yang memilih tahun ini hanya mengirimkan uang ke kampung,” kata Huda kepada wartawan Tirto, Rabu (26/3/2025).

Pasar CipulirSuasana Pasar Cipulir, Selasa 18/3/2025. tirto.id/Alfitra Tirto

Selain itu, kata Huda, banyak terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak awal tahun ini. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mencatat, ada 60 ribu buruh dari 50 perusahaan yang mengalami pemutusan hubungan kerja PHK dalam kurun waktu Januari hingga Februari 2025.

Belum lagi, tren PHK terus meningkat dari tahun ke tahun. Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) merekam peningkatan ini selama 2022 - 2024. Pada 2024, ada setidaknya 77.965 tenaga kerja yang mengalami PHK, merangkak naik dari tahun 2023 yang tercatat sebanyak 64.855 orang, dan tahun 2022 sebanyak 25.144 orang.

Selain kehilangan pekerjaan, ribuan buruh juga terancam tidak mendapat tunjangan hari raya (THR). Dengan begitu, Huda menilai banyak perantau yang sudah memutuskan pulang kampung di awal tahun karena kehilangan pekerjaan di kota. Mereka jadi tak punya alasan tinggal di perantauan lebih lama karena menganggur.

Pemerintah sendiri dinilai Huda memang sudah mengeluarkan kebijakan insentif mudik. Hal itu sebagaimana diberlakukannya diskon untuk tiket pesawat dan diskon tarif tol di sejumlah jalur mudik. Kebijakan itu tentu langkah positif pemerintah untuk menekan biaya perjalanan.

Namun, menengok profil mayoritas para pemudik, kebijakan ini tampak belum cukup dalam menjangkau kelompok terbesar, yaitu masyarakat menengah ke bawah. Sebab, sebagian besar pemudik mengandalkan bus, kereta api, dan sepeda motor sebagai moda transportasi utama untuk pulang ke kampung halaman.

Bahkan, meskipun sudah dikorting, Huda menilai tarif untuk pesawat masih tergolong mahal. Ia mencontohkan, untuk ke Aceh saja di masa Lebaran bisa mencapai belasan juta rupiah.

“Ini yang dipandang tidak worth it untuk pulang, mending uangnya dipakai untuk transfer ke sanak keluarga langsung. Kebijakan insentif yang diberikan akhirnya tidak optimal karena harga masih tinggi,” tutur Huda.

Efek Domino Kebijakan Pemerintah

Menurut survei Tirto bersama Jakpat, dari 477 responden yang berencana mudik, sebagian besar atau sebanyak 37,32 persennya memilih mudik menggunakan mobil pribadi. Sisanya memilih angkutan umum, seperti kereta api, bus, travel, dan pesawat terbang.

Temuan tersebut senada dengan survei Kemenhub, yang menemukan bahwa mobil pribadi juga menjadi moda transportasi yang paling banyak dipilih masyarakat saat musim lebaran tahun ini. Berdasarkan data Kemenhub, hari keberangkatan mobil pribadi terbanyak jatuh pada H-3, yakni sebesar 3,47 juta.

Sedangkan hari kepulangan mobil pribadi terbanyak jatuh pada H+5, tercatat sebanyak 6,97 juta. Adapun potensi kepadatan mobil pribadi bakal terjadi di Tol Trans Jawa, di mana angkanya diprediksi akan mencapai 7,95 juta.

Menyoal sebarannya, daerah asal perjalanan terbanyak yakni dari Jawa Barat, disusul Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, dan DKI Jakarta. Selain menjadi provinsi asal paling banyak, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat menjadi daerah tujuan perjalanan paling populer, masing-masing persentasenya mencapai 25 persen, 18,7 persen, dan 15,1 persen.

Daerah tujuan lain yang juga banyak dipilih masyarakat yakni Yogyakarta, sebesar 9,4 juta orang (6,4 persen) dan Sumatera Utara sebesar 6,2 juta orang (4,2 persen).

Pengamat transportasi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menilai kebijakan insentif pemerintah belum berpengaruh mendongkrak lesunya minat mudik tahun ini. Ia menilai mudik tahun ini adalah yang paling loyo setelah pandemi. Masyarakat, katanya, tak mempersoalkan tiket yang terlampau mahal, namun karena tak lagi memiliki uang untuk dibawa pulang ke kampung halaman.

“Orang pergi nggak ada duit ya ngapain. Kalau ikut mudik gratis pun kan misal nggak ada duit dibawa ngapain. Jadinya nggak usah mudik, mereka pikirnya bisa nggak memaksakan diri,” kata Djoko kepada wartawan Tirto, Selasa (25/3/2025).

Djoko menilai, kelesuan mudik diperparah dengan kebijakan ekonomi pemerintah yang tidak berpengaruh banyak pada masyarakat menengah ke bawah. Pemerintah dinilai hanya fokus menggenjot program populis seperti pembentukan Danantara hingga Makan Bergizi Gratis. Padahal langkah itu tidak memberikan dampak signifikan terhadap kondisi ekonomi masyarakat.

“Nggak ngaruh ada diskon, karena tiket mahal pun yang penting mereka bawa duit pulang. Tapi kan nggak ada yang dibawa duitnya tahun ini. Mudik tahun ini mudik yang lesu,” terang Djoko.

Tirto turut menanyakan lewat survei soal alokasi anggaran yang dihabiskan atau disiapkan oleh pemudik pada lebaran tahun ini. Hasilnya, mayoritas responden mengaku merogoh kocek lebih dari Rp1 juta. Namun ada pula yang menyiapkan dana lebih sedikit, sekitar Rp250 ribu sampai Rp500 ribu atau dalam rentang Rp500 ribu-Rp1 juta.

Sumber dana yang dipakai untuk mudik itu disebut banyak berasal dari tabungan pribadi, gaji bulanan, dan Tunjangan Hari Raya (THR). Di sisi lain, terdapat juga responden yang memanfaatkan investasi yang telah dicairkan, serta melakukan pinjaman. Yakni, pinjaman online, pinjaman ke teman atau keluarga, dan layanan paylater.

Rencana alokasi THR untuk mudik 2025 juga diungkap survei YouGov periode Desember 2024. Jajak pendapat YouGov terhadap 2.012 warga Indonesia berusia di atas 18 tahun menemukan, sebanyak 22 persen responden berencana membayar ongkos mudik atau pulang kampung mereka menggunakan THR.

Kendati begitu, jawaban yang paling banyak dipilih responden ketika ditanya perihal alokasi THR justru untuk menabung. Hampir tiga dari lima orang Indonesia (58 persen) mengatakan mereka akan menyisihkan uangnya untuk masuk ke celengan.

Di sisi lain, Lembaga survei KedaiKOPI juga sempat menangkap tren mudik 2025, termasuk alasan orang-orang yang tidak melakukan mudik pada Hari Raya Lebaran mendatang. Hasil jajak pendapat yang dilakukan lembaga tersebut sepanjang 5 - 13 Maret 2025 mengungkap, faktor utama responden tidak mudik tahun ini karena ketidakstabilan ekonomi pribadi/rumah tangga.

Alasan lain yang juga banyak dipilih yakni karena tidak mempunyai kampung halaman dan pekerjaan atau usaha yang tidak bisa ditinggalkan. Kedua opsi itu masing-masing memiliki persentase sebanyak 36,5 persen dan 12,9 persen.

Mudik Lebaran h-4 di Stasiun BandungPenumpang Kereta Malabar tujuan akhir Malang berjalan menuju gerbong kereta di Stasiun Bandung, Jawa Barat, Kamis (27/3/2025). PT KAI Daop 2 mencatat, sejak 21 Maret hingga 27 Maret 2025 atau H-4 Idul Fitri 1446 H sebanyak 46.141 penumpang telah diberangkatkan dari Stasiun Bandung menuju ke arah timur Pulau Jawa. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi /foc.

Kabiro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub, Budi Rahardjo, menjelaskan bahwa penggambaran potensi minat pemudik didasari oleh persepsi publik atas pertanyaan saat penelitian. Budi mengaku memang di dalam survei Kemenhub, tidak ditanyakan penyebab atau alasan mengapa terjadi penurunan jumlah proyeksi pemudik tahun ini.

Namun, menurutnya, ketika realisasi angkutan Lebaran terdapat kemungkinan keputusan masyarakat berbeda tergantung situasi dan kondisi yang mempengaruhi keputusan akhir.

“Mengenai apa penyebabnya tidak menjadi fokus dalam penelitian tersebut sehingga kami tidak dapat menyampaikan penyebab persis dari penurunan tersebut,” ungkap Budi dalam keterangannya, Rabu (26/3).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, menilai kebijakan efisiensi anggaran pemerintah Presiden Prabowo Subianto turut mempengaruhi kesiapan pelayanan transportasi mudik Lebaran tahun ini. Efisiensi anggaran, kata dia, berdampak juga pada perekonomian secara makro. Pasalnya, proyek-proyek pemerintah yang biasanya menjadi rantai suplai dan pemasukan bagi masyarakat banyak menjadi berkurang.

Dari sisi kebijakan transportasi mudik, kuota mudik gratis yang biasa diberikan pemerintah dan BUMN kini mulai dikurangi imbas efisiensi anggaran. Pada periode libur Lebaran 2024, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mampu menyiapkan 700 bus untuk 30.088 penumpang dan 30 truk untuk mengangkut 900 sepeda motor. Namun, di mudik Lebaran 2025 hanya disiapkan 520 bus untuk 21.536 penumpang serta 10 truk untuk mengangkut 300 sepeda motor.

Bahkan, ada pula BUMN yang program mudiknya dihilangkan. Misalnya, PT Pelni (Persero) tak mendapatkan tugas dari Kemenhub menggelar program mudik sepeda motor gratis naik kapal. Padahal, mudik tahun 2024 lalu disediakan kuota 4.800 unit sepeda motor gratis naik kapal.

Pemerintah seharusnya menyadari bahwa program mudik gratis dan mudik angkut motor gratis adalah tiket bagi para pemudik kelas menengah ke bawah. Diskon tarif yang hanya berlaku untuk pengguna jalan tol dan pesawat jadi semakin tak berpengaruh dengan ekonomi warga yang semakin lesu dan tidak didukung kebijakan yang memadai.

“Kelas menengah bawah itu jelas mereka tidak naik pesawat dan mobil pribadi untuk mudik. Mereka biasanya naik bus, naik motor, atau mudik naik kereta api atau mudik-mudik gratis,” kata Deddy kepada wartawan Tirto, Rabu (27/3/2025).


tirto.id - News

Penulis: Fina Nailur Rohmah & Mochammad Fajar Nur
Editor: Farida Susanty

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |