tirto.id -
Readathon merupakan salah satu metode membaca yang bisa diterapkan guru di sekolah. Cara ini disebut dapat menumbuhkan dan meningkatkan minat baca pada peserta didik. Manfaat dan cara menerapkan readathon bisa disimak di tulisan berikut.
Minat terhadap literasi atau membaca orang Indonesia tergolong masih rendah. Hal ini mengacu pada laporan Programme for International Student Assessment (PISA) terakhir 2022 lalu oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Sebagai informasi, laporan PISA akan dirilis setiap 3 tahun sekali.
Berdasarkan hasil tes dan survei kepada sampel pelajar berusia 15 tahun dari 81 negara, Indonesia ternyata hanya menempati peringkat 71 dalam kategori kemampuan membaca alias reading performance. Pelajar Indonesia hanya mendapatkan skor 359.
Skor Indonesia tersebut juga masih kalah dari negara Asia Tenggara lain. Semisal Singapura di posisi 1 (543 poin), Vietnam peringkat 34 (462 poin), Brunei Darussalam peringkat 44 (429 poin), Malaysia peringkat 60 (388 poin), dan Thailand peringkat 64 (379 poin).
Statistik tersebut bukan cuma angka kosong semata. Segenap insan pendidikan Indonesia tentunya mesti berupaya mencoba berbagai metode demi meningkatkan minat literasi anak-anak bangsa. Salah satunya melalui readathon.
Dampak Readathon Terhadap Minat Membaca dan Kesejahteraan Anak Muda: Hasil Riset dari National Literacy Trust
ilustrasi komunitas membaca di perpustakaan. FOTO/iStockphoto
Readathon secara etimologis berasal dari 2 kata, yaitu read (membaca) dan marathon (lari jarak jauh). Secara umum, readathon dapat diartikan sebagai membaca bersama-sama dalam jangka waktu tertentu tanpa berhenti dalam keadaan senyap. Readathon biasanya juga bisa digelar untuk acara amal.
Praktek readathon bisa dijadikan semacam tantangan, dengan para peserta didorong untuk membaca sebanyak mungkin dalam jangka waktu yang ditentukan. Dengan begitu, minat membaca untuk anak-anak diharapkan bisa meningkat.
Berdasarkan laporan National Literacy Trust tahun 2018, program ini menunjukkan hasil yang signifikan dalam memupuk kegemaran membaca dan membentuk budaya literasi yang positif di kalangan peserta.
Berdasarkan survei dari lebih dari 32.000 pelajar, hasil menunjukkan perbedaan yang nyata antara anak-anak yang berpartisipasi dalam Readathon dengan mereka yang tidak. Anak-anak yang mengikuti Readathon memiliki ketertarikan lebih besar terhadap kegiatan membaca. Sekitar 66% dari mereka mengaku menikmati membaca, lebih tinggi dibandingkan dengan hanya 54% dari anak-anak yang tidak berpartisipasi.
Selain itu, peserta readathon juga cenderung membaca lebih sering di waktu luang mereka. Sebanyak 38% peserta melaporkan membaca setiap hari di luar jam sekolah, dibandingkan dengan hanya 29% dari mereka yang tidak ikut serta. Bahkan, para peserta Readathon juga menunjukkan persepsi yang lebih positif terhadap kemampuan membaca mereka, yang berpotensi mempengaruhi kepercayaan diri dalam aspek belajar lainnya.
Program ini juga mampu mengubah persepsi anak-anak terhadap kegiatan membaca. Para peserta lebih mungkin setuju bahwa membaca itu “keren” (53% dari peserta Readathon dibandingkan 37% dari non-peserta). Selain itu, peserta readathon lebih berani menghadapi tantangan dalam membaca, dengan 74% mengaku tetap membaca meskipun ada kesulitan, dibandingkan 64% dari kelompok lain. Mereka juga lebih antusias terhadap ragam bacaan, dengan 66% menyatakan bahwa mereka menemukan banyak hal menarik yang ingin mereka baca.
Manfaat Readathon dalam Mempromosikan LiterasiSiswa membaca buku dari mobil perpustakaan keliling di SMA N 1 Kudus, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (22/8/2023).ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/tom.
Dukungan Program Sosial yang Berdampak Positif
Lebih dari 58% siswa yang mengikuti survei percaya bahwa program seperti Readathon akan mendorong anak-anak membaca lebih banyak jika hasilnya untuk kegiatan amal. Bagi peserta yang telah ikut Readathon, persentase ini bahkan meningkat menjadi hampir 72%. Hal ini mengindikasikan bahwa rasa tanggung jawab sosial atau kesempatan beramal dapat memotivasi anak-anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan literasi.
Akses ke Perpustakaan Sekolah dan Kepuasan Hidup
Selain mengasah minat baca, Readathon tampaknya meningkatkan keaktifan anak-anak dalam memanfaatkan fasilitas perpustakaan sekolah. Sebanyak 74% dari peserta program menggunakan perpustakaan sekolah, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 59% pada non-peserta. Dengan akses yang lebih besar pada bahan bacaan, peserta diharapkan lebih sering terpapar bacaan yang bisa memperkaya pengetahuan dan wawasan mereka.
Menariknya, partisipasi dalam Readathon juga dikaitkan dengan tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan membaca yang disertai dengan rasa tujuan—seperti membantu anak-anak lain—dapat memberikan dampak positif pada kesejahteraan mental peserta. Rata-rata, peserta Readathon menunjukkan skor kepuasan hidup 7,61 (dalam skala 1-10), lebih tinggi dibandingkan dengan 7,26 pada kelompok non-peserta.
Meningkatkan Keterampilan Membaca
Salah satu manfaat signifikan dari readathon adalah peningkatan minat untuk membaca berbagai jenis bacaan, seperti puisi, artikel non-fiksi, lirik lagu, pesan teks, dan website. Kebiasaan membaca yang lebih beragam ini diharapkan dapat membangun keterampilan literasi yang lebih luas, sehingga anak-anak lebih siap menghadapi beragam jenis bacaan dalam kehidupan sehari-hari.
Pertumbuhan Pribadi
Readathon bisa mendorong pertumbuhan pribadi seorang anak. Banyaknya membaca akan berdampak pada meningkatkan pengetahuan, kosakata, dan keterampilan membaca. Selain itu, dampak positif juga bisa menjalar ke hal lain. Karena di beberapa negara readathon kerap jadi acara amal, maka acara dengan tajuk serupa bisa menumbuhkan empati di dalam diri seorang anak.
Mempromosikan Literasi
Readathon sebenarnya tidak hanya bisa dipraktekan di sekolah maupun anak-anak. Orang dewasa juga bisa terlibat dalam kegiatan semacam itu. Dengan adanya readathon, maka orang-orang di sekitar bisa saja tertarik atau terlibat untuk melakukan hal positif serupa.
Motivasi Pembaca
Readathon umumnya dilakukan dengan durasi waktu tertentu. Hal ini bisa memunculkan tantangan agar anak tertantang untuk menyelesaikan berbagai bacaan. Dampaknya, peserta readathon akan semakin terbiasa untuk membaca.
Mengembangkan Budaya Literasi dalam Komunitas
Selain manfaat individu, readathon juga dapat menciptakan budaya literasi yang lebih luas dalam komunitas. Ketika sekolah, perpustakaan, atau organisasi lokal menyelenggarakan acara readathon, mereka secara tidak langsung mempromosikan pentingnya membaca sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Ini dapat membangun kesadaran akan pentingnya literasi di kalangan keluarga dan masyarakat, serta menginspirasi orang lain untuk lebih aktif membaca.
Tips Melakukan Readathon
ilustrasi komunitas membaca di perpustakaan. FOTO/iStockphoto
Tips untuk memulai readathon ialah dengan menentukan terlebih dulu maksud dan tujuan acara tersebut, apakah untuk kegiatan amal atau untuk mengisi waktu luang. Kemudian tetapkan peserta dan waktu untuk kegiatan readathon.
Untuk meningkatkan motivasi peserta, penyelenggara bisa menggunakan tema khusus, baik berkaitan dengan buku bacaan atau hal lain semacamnya. Kemudian bisa juga memberikan hadiah bagi peserta tersebut. Penyelenggara juga bisa menggandeng pihak lain, dalam menyemarakkan readathon.
Penerapan readhaton tentunya tak selalu bisa dijalankan dengan mudah. Salah satu yang kerap jadi masalah di lapangan ialah minimnya sumber daya manusia, terutama bagi tutor untuk mendampingi kegiatan readathon. Oleh karenanya, guru maupun pengajar bisa lebih pro-aktif untuk menginisiasi acara ini, atau lebih giat dalam bersinergi dengan pihak lain.
Readathon telah memberikan bukti kuat tentang potensinya untuk mendorong kebiasaan membaca yang berkelanjutan di kalangan anak muda.
Secara keseluruhan, Readathon tidak hanya sekadar meningkatkan minat baca, tetapi juga memberikan manfaat sosial dan emosional yang berdampak positif pada anak-anak dan remaja. Program seperti ini menunjukkan bagaimana kegiatan membaca dapat diubah menjadi pengalaman yang berarti, memperkaya tidak hanya wawasan, tetapi juga empati dan rasa kebersamaan peserta dalam mendukung mereka yang membutuhkan.
tirto.id - Edusains
Penulis: Dicky Setyawan & Yulaika Ramadhani
Editor: Yulaika Ramadhani