tirto.id - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Didaksmen) berencana menerapkan pendekatan belajar mendalam atau deep learning di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Deep learning juga ditegaskan hadir bukan untuk menggantikan Kurikulum Merdeka. Hal ini tidak lepas beredar isu bahwa pendekatan deep learning akan menggeser kurikulum besutan eks Mendikbudristekdikti, Nadiem Makarim, itu.
Wakil Menteri Disdakmen, Fajar Riza Ul Haq, mengonfirmasi bahwa kehadiran deep learning bukan sebagai kurikulum baru. Saat ini, kata Fajar, belum ada keputusan soal kurikulum baru yang mengganti Kurikulum Merdeka. Deep learning disebut akan menjadi pendekatan dalam proses pembelajaran siswa.
“Pendekatan ini berorientasi pada pendalaman atas materi pembelajaran, tidak lagi mengejar jumlah materi yang diajarkan. Diharapkan menumbuhkan ruang bertanya dan sikap kritis di kalangan peserta didik,” ucap Fajar kepada reporter Tirto, Rabu (13/11/2024).
Pendekatan deep learning memang bukan metode baru di dunia pendidikan. Beberapa sekolah swasta sudah menerapkan pola pembelajaran ini kepada siswa mereka. Kendati begitu, sejumlah praktisi dan pengamat pendidikan menilai pemerintah perlu mengkaji deep learning secara matang. Apalagi, jika pendekatan ini akan diprogramkan secara nasional.
Pengamat pendidikan, Darmaningtyas, menjelaskan bahwa pendekatan deep learning akan berfokus membangun tiga aspek, yakni joyful, meaningful, dan mindful learning. Ia menilai beberapa sekolah swasta dengan standar pembelajaran yang tinggi, sudah menerapkan hal ini kepada siswa mereka. Ia menilai, pendekatan deep learning memang tidak untuk menjadi kurikulum baru.
“Jika seperti itu, pemerintah perlu menyadari kondisi kesiapan para pengajar menerapkan pendekatan deep learning,” kata Darmaningtyas kepada reporter Tirto, Rabu (13/11).
Ia mengingatkan, kondisi guru atau pengajar berbeda-beda. Artinya, jika pendekatan deep learning ini menjadi program nasional, otomatis akan ada penyesuaian terhadap metode mengajar.
Darmaningtyas menyoroti bahwa guru-guru PNS banyak sudah berusia senja. Usia mereka bahkan banyak yang sudah 50 tahun lebih. Bila deep learning menjadi pola pembelajaran wajib, ada baiknya pemerintah memberikan pelatihan khusus kepada guru-guru senior.
“Ini akan ada tantangan untuk mengubah pendekatan dan pola mengajar,” kata dia.
Di sisi lain, guru-guru muda juga memiliki masalah mereka sendiri. Menurut Darmaningtyas, kondisi kesejahteraan guru-guru muda masih mengkhawatirkan. Kondisi ini akan berdampak pada motivasi dan fokus guru dalam mengadopsi pendekatan pembelajaran baru.
Oleh karena itu, seiring mengkaji deep learning, pemerintah perlu mempersiapkan kemantapan guru. Darmaningtyas menilai deep learning tidak akan menjadi masalah bila dipersiapkan matang.
“Adapun untuk guru muda juga belum sejahtera. Mereka memikirkan nasib hidupnya saja sudah berat, apalagi memikirkan cara pembelajaran yang lebih baik mutunya,” ujar dia.
Kepala Bidang Advokasi dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, melihat pendekatan deep learning hanya menjadi tambahan dalam menjalankan kurikulum. Ia menilai pendekatan pembelajaran ini bagus saja bagi siswa, selama pemerintah mengkaji mata pelajaran mana yang akan menggunakan deep learning.
Menurut Iman, tidak semua mata pelajaran cocok menggunakan pendekatan deep learning. Maka, pendekatan ini baiknya disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran misalnya bersifat hafalan atau pemahaman mendalam, apalagi jika deep learning hadir melengkapi Kurikulum Merdeka.
“Artinya capaian mata pelajaran harus disesuaikan kalau deep learning jadi pendekatan Kurikulum Merdeka,” kata Iman kepada reporter Tirto, Rabu (13/11/2024).
Iman menilai, model pendekatan deep learning menuntut pembelajaran dengan materi yang tidak terlalu banyak. Ia beralasan, dalam satu materi, siswa diharapkan memahami secara intisari dan makna pelajaran secara mendalam. Menurut Iman, hal ini berkebalikan dengan materi di Kurikulum Merdeka yang masih cukup banyak dalam sejumlah mata pelajaran.
Di sisi lain, pemerintah juga perlu mengkaji tujuan dari pendekatan deep learning. Ia menilai, saat ini artificial intelligence (AI) juga sudah mencapai level perkembangan pembelajaran mendalam. Artinya, siswa apakah bakal dimaksudkan dapat bersaing dengan AI atau tidak, ini perlu pengkajian mendalam.
“Juga memperkuat kembali kemampuan literasi dan matematik siswa. Karena dasar ini kami kira urgent diperbaiki. Jadi deep learning mensyaratkan pemahaman dasar yang tuntas atau finish lesson ya atau ketuntasan materi,” ujar Iman.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11/2024). tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama
Kesempatan Meningkatkan Mutu Guru
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, justru bertanya-tanya apakah wacana pendekatan deep learning mencerminkan Kurikulum Merdeka belum menerapkan pembelajaran yang kurang mendalam selama ini. Ia menilai konsep deep learning bisa jadi merupakan ancang-ancang pemerintah untuk menerapkan kurikulum baru.
“Kalau kita ingat 5 tahun yang lalu juga begitu, tidak langsung bilang ganti kurikulum tetapi bilangnya penyederhanaan, tetapi akhirnya muncul kurikulum baru,” kata Ubaid kepada reporter Tirto, Rabu (13/11/2024).
Ubaid menilai, pendekatan baru seharusnya beriringan dengan terobosan baru menggenjot kualitas guru. Apapun sebutan baru bagi kurikulum dan pendekatan, kata dia, di tangan guru dengan mutu yang buruk tentu tidak akan menghasilkan perubahan.
Pemerintah perlu membangun kapasitas pengajar seiring pengkajian pendekatan baru. Ia menilai gonta-ganti kurikulum dan pendekatan belajar tentu akan merepotkan guru. Mereka menjadi korban kebijakan pemerintah tanpa dibantu untuk mengembangkan kapasitas dan kesejahteraannya.
“Yang lebih penting dan mendesak adalah peningkatan kompetensi guru dan kesenjangan kesejahteraannya. Ini harus diselesaikan supaya masalah ini tidak diwariskan dari masa ke masa,” ungkap Ubaid.
Sementara itu, Pengamat pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Semarang, Edi Subkhan, memandang pendekatan deep learning akan cocok bagi pembelajaran siswa karena mereka akan paham betul apa yang dipelajari. Siswa belajar mendalam agar mampu menguasai materi, bukan sekadar menghafal.
Bahkan, kata Edi, siswa diharapkan mampu menunjukkan pemahamannya dengan baik. Edi menilai Menteri Disdakmen, Abdul Mu’ti, memang memahami betul pola pembelajaran ini.
“Dalam pidato pengukuhan [Abdul Mu’ti] sebagai guru besar, deep learning disebutnya pembelajaran yang mindful, meaningful, dan joyful. Pak Menteri paham betul konsep yang dibawakan tersebut dan urgensinya dalam pendidikan kita,” ucap Edi kepada reporter Tirto, Rabu.
Sebetulnya, kata Edi, tidak banyak perubahan dari pendekatan pembelajaran yang saat ini dilakukan. Pada Kurikulum Merdeka orientasi deep learning sudah hadir meski tidak disoroti. Maka pendekatan saat ini dinilai sebagai penguatan yang seharusnya selaras dengan pola pembelajaran lama.
Namun, Edi menilai tetap perlu ada pengkajian serius dalam setiap kebijakan pendidikan. Selama ini, dunia pendidikan kita sudah dipenuhi deretan jargon dan semboyan, tapi lemah dalam implementasinya di lapangan. Pemerintah perlu melibatkan peneliti dan pegiat sektor pendidikan untuk meminta pendapat dan saran kebijakan.
“Saya kira juga perlu menata organisasi dengan baik dulu, karena Kemendikbudristek dibagi jadi tiga kementerian. Berikutnya inventarisasi kebijakan yang tumpang tindih, inventarisasi problem pendidikan, dan mengevaluasinya secara komprehensif,” ujar Edi.
Sejumlah siswa mengakses internet melalui telepon pintar miliknya di Desa Bowombaru Utara, Melonguane Timur, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, Kamis (28/12/2023). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/rwa.
tirto.id - Pendidikan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Andrian Pratama Taher