tirto.id - Commitment issues merupakan akar masalah yang paling sering membuat hubungan tidak berjalan seperti diharapkan. Kondisi ini kerap terjadi, tetapi tidak banyak orang yang menyadarinya, apalagi memahami penyebab commitment issues.
Untuk mengatasi masalah komitmen dalam hubungan, kita perlu memahami penyebab commitment issues terlebih dahulu. Namun, beberapa orang bahkan masih ada yang belum memahami sehingga bertanya mengenai apa itu commitment issues?
Supaya dapat memahami commitment issues, langkah awal yang perlu dilakukan adalah mengenal commitment issues, penyebab, beserta tanda-tandanya. Jika sudah mengetahui aspek penting tersebut, langkah selanjutnya adalah mencermati cara mengatasinya.
Apa Itu Commitment Issue?
Commitment dalam hubungan didefinisikan sebagai niat untuk mempertahankan suatu hubungan dalam jangka waktu panjang. Ini berlaku untuk segala bentuk hubungan termasuk hubungan romantis, persahabatan, profesional. Tingkat komitmen dari masing-masing pihak bergantung pada persepsi individu.
Bagi sebagian orang, berkomitmen bukanlah perkara mudah. Oleh karena itulah muncul istilah commitment issues. Jika didefinisikan, commitment issues adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kondisi yang membuat seseorang mengalami kesulitan dalam berkomitmen.
Pekerja sosial klinis berlisensi di New York dan pembawa acara Famously Single di E! Network, Darcy Sterling, mengungkap bahwa sebagian orang menyadari dirinya mengalami commitment issues. Sementara itu, orang lain mungkin tidak menyadarinya.
“Orang-orang dengan commitment issues cenderung menghindari situasi ketika mereka harus berkomitmen dalam jangka panjang kepada orang lain, khususnya pasangan intim,” kata Sterling, dikutip dari Forbes Health.
Menurut seorang terapis pernikahan dan keluarga berlisensi praktik pribadi di West Hartford, Rachael Farina, ketidakmampuan untuk berkomitmen bermuara pada keengganan untuk membawa hubungan ke tingkat berikutnya.
Tanda-tanda Commitment Issue
Ciri-ciri orang yang memiliki commitment issues jarang terlihat jelas. Hal ini dikarenakan masalah tersebut merupakan hal pribadi yang hanya bisa diketahui oleh dirinya sendiri atau orang terdekat. Namun, seseorang dengan commitment issues acap menunjukkan tanda-tanda berikut:
1. Menghindari menjalin hubungan serius
Healthline menulis, tanda yang paling utama terlihat dari seseorang yang memiliki commitment issues adalah cenderung menghindari hubungan yang serius.
Orang tersebut mungkin sedang menjalin hubungan. Akan tetapi, ketika mulai beranjak ke tingkat lebih serius dan melewati tahap kasual, ia merasa perlu mengakhiri hubungan, meskipun sebenarnya masih perasaannya masih sama.
2. Tidak memikirkan masa depan hubungan
Pada titik tertentu dalam suatu hubungan, kebanyakan orang menghabiskan setidaknya sedikit waktu untuk memikirkan prospek hubungan jangka panjang. Itu merupakan salah satu tanda seseorang memiliki commitment issues.
Jika tidak dapat melihat masa depan, mereka mungkin akan mengakhiri hubungan dan melanjutkan hidup. Akan tetapi, mereka yang memiliki commitment issues tidak memikirkan masa depan hubungan, bahkan tidak mau memikirkannya sama sekali.
3. Penuh dengan keraguan
Orang dengan commitment issues juga penuh dengan keraguan. Mereka mungkin tidak yakin bahwa pasangannya mencintainya dengan sungguh-sungguh. Mereka juga cenderung ragu dengan keberhasilan hubungan.
Di titik tertentu, mereka memikirkan masa depan hubungan yang dijalani, merasa terhubung dan terikat, serta menikmati menghabiskan bersama pasangan. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan rasa ragu dan pertanyaan yang selalu berkelindan di kepalanya.
4. Tidak merasa terikat secara emosional
Penelitian yang dilakukan oleh Scott M. Stanley dkk yang terbit di Journal of Family Theory & Review Volume 2, Issue 4 (2010: 243-257), menunjukkan bahwa komitmen dalam hubungan adalah upaya untuk mengamankan keterikatan romantis.
Selain itu, perasaan komitmen dapat berkembang menjadi respons terhadap perasaan khawatir atau takut kehilangan pasangan. Jika seseorang merasa terikat dengan aman dan ingin hubungan tersebut terus berlanjut, dia akan cenderung berupaya membuatnya bertahan lama.
Namun, jika tidak merasakan keterikatan emosional dengan pasangan, mereka mungkin tidak peduli atau bahkan tidak terlalu memikirkan tentang risiko kehilangan.
Terkadang, tidak terhubung secara emosional berarti orang yang dikencani bukanlah pasangan yang terbaik. Namun, jika orang tersebut menginginkan sebuah hubungan dan tidak pernah merasa tertarik secara emosional dengan pasangan, ini bisa jadi merupakan tanda commitment issues.
Penyebab Commitment Issue
Dikutip laman PsychCentral, para peneliti belum dapat menentukan penyebab commitment issues secara spesifik. Namun, dampaknya bisa beragam, termasuk fobia komitmen atau ketakutan akan komitmen. Berikut beberapa kemungkinan penyebab masalah komitmen.
1. Attachment issue
Attachment issues adalah gangguan perilaku yang memengaruhi kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan hubungan. Hal tersebut dapat mencakup kurangnya respons emosional dalam suatu hubungan.
Selain terjadi pada anak-anak, attachment issues juga dapat terjadi pada orang dewasa. Attachment issue pada orang dewasa dapat membuat seseorang mengalami kesulitan untuk terhubung dan membentuk hubungan bermakna dengan orang lain.
2. Gangguan kepribadian
Orang dengan beberapa gangguan kepribadian mungkin lebih rentan menghindari komitmen atau mengalami ketakutan yang intens terhadapnya.
Sebagai contoh, seseorang dengan gangguan kepribadian ambang alias borderline personality disorder cenderung menghindari komitmen karena kesulitan mempercayai orang lain dan takut ditinggalkan.
Gangguan kepribadian skizoid dan skizotipal juga dapat melibatkan rasa takut akan keintiman dan ikatan dengan orang lain.
3. Trauma masa lalu
Penyebab commitment issues berikutnya adalah trauma yang dialami selama masa kanak-kanak yang tidak pernah ditangani dan diselesaikan.
Pengalaman negatif di masa lalu, seperti perselingkuhan dan pelecehan, dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan secara keseluruhan dan rasa takut akan komitmen.
4. Riwayat keluarga
Orang tua yang terlalu mengontrol dan ikut campur cenderung membuat anak merasa cemas berlebihan saat menjalin hubungan di masa depan. Pola pengasuhan yang mengabaikan emosi juga dapat membawa dampak sama.
Keterikatan terus-menerus terhadap hubungan traumatis atau kasar di masa kanak-kanak juga dapat mengikis keinginan atau kemampuan anak membentuk hubungan di kemudian hari.
Pemodelan keluarga juga dapat menjadi faktor penyebab dalam beberapa kasus. Sebagai contoh, sebuah penelitian Scott M. Stanley dkk yang terbit di Journal Family Process Volume 58, Issue 1 (2018: 214-231) menemukan, seseorang yang mengalami perceraian orang tua kemungkinan sulit berkomitmen. Hal ini karena mereka tumbuh dengan rasa takut akan pernikahan atau hubungan jangka panjang yang berdampak serupa.
5. Kurang percaya diri
Kurang percaya diri dapat dikaitkan dengan rasa takut akan komitmen dalam beberapa kasus. Mungkin sulit bagi beberapa orang dengan citra diri negatif untuk menerima bahwa mereka layak mendapatkan cinta dan komitmen dari pasangan romantis. Hal ini dapat membuat mereka menghindari komitmen dalam upaya untuk mencegah terluka.
Cara Mengatasi Commitment Issue
Semua permasalahan pasti dapat diatasi. Begitu pula dengan commitment issues yang menjadi masalah berat dalam hubungan serius. Berikut adalah beberapa cara mengatasi commitment issue yang dapat dicoba.
1. Terapi individu
Setelah mengetahui tanda dan penyebab commitment issues, sebagian orang mungkin sudah memahami bahwa akar masalah hubungan yang tidak kunjung berhasil itu.
Ketika menyadari bahwa ada yang tidak beres, cara yang kerap dianjurkan adalah berkonsultasi dengan terapis. Terapis akan membantu mengidentifikasi penyebab dan langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi commitment issues.
2. Terapi pasangan
Hubungan yang lancar melibatkan interaksi dua belah pihak untuk mempertahankan hubungan. Apabila hubungan menghadapi masalah untuk melangkah ke jenjang serius, mengikuti sesi terapi pasangan bisa dicoba.
3. Komunikasi
Komunikasi adalah kunci dari setiap permasalahan hubungan. Kecemasan, keraguan, dan ketidakpercayaan, bisa diatasi dengan berkomunikasi bersama pasangan.
Semua hal yang selama ini mengganjal perlu dibicarakan dengan jujur. Untuk mewujudkan hubungan yang sehat dan kuat, kedua belah pihak harus saling memahami dan mencari cara untuk menyelesaikan masalah bersama.
tirto.id - Diajeng
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Fadli Nasrudin