Prabowo Harus Tuntaskan Tukin Dosen ASN Demi Indonesia Emas 2045

3 hours ago 2

tirto.id - Pendidikan adalah prioritas utama bagi Presiden Prabowo Subianto. Setidaknya, itu yang dikatakan Prabowo saat menghadiri Puncak Peringatan Hari Guru Nasional yang digelar di Jakarta International Velodrome, pada Kamis (28/11/2024) lalu.

“Kami menempatkan pendidikan nomor satu dalam APBN kita. Dan tidak tanggung-tanggung saya kira pertama kali dalam sejarah Indonesia alokasi pendidikan dalam APBN tahun 2025 adalah yang tertinggi sepanjang sejarah Republik Indonesia,” ujar Presiden Prabowo.

Bukan kali pertama Prabowo menyatakan keseriusan terhadap pendidikan. Dalam Visi Presiden dan Wakil Presiden “Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045” pendidikan menjadi salah satu poin dari delapan poin misi yang disebut Asta Cita.

“Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas,” bunyi poin ke-4 Asta Cita Prabowo-Gibran.

Namun, keseriusan itu nampak tak terlihat baru-baru ini di tengah ketidakjelasan realisasi tukin dosen ASN yang sudah diregulasikan sejak 2020 lewat Permendikbud Nomor 49 tahun 2020. Aturan itu dilahirkan di penghujung masa jabatan Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim. Kini, Kemdiktisaintek sudah berdiri sendiri, terpisah dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kementerian Kebudayaan.

Dalam Kepmen 447/P/2024 masa Nadiem itu, sudah jelas tertera bahwa dosen ASN mendapatkan tukin sesuai jabatan. Yakni jabatan asisten ahli dengan kelas jabatan 9 mendapat tunjangan kinerja Rp5 juta per bulan; lektor Rp8,7 juta per bulan; lektor kepala Rp10,9 juta per bulan; dan profesor Rp19,2 juta per bulan.

Namun, harapan para dosen ASN untuk mendapatkan tukin pupus. Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Kemendikti Saintek, Togar M Simatupang, menyampaikan bahwa tidak ada anggaran tunjangan kinerja maupun profesi dosen pada 2025. Salah satu penyebabnya adalah perubahan nomenklatur dari Kementerian Dikti Ristek, Dikbud, Dikbud Ristek, dan kini menjadi Dikti Saintek.

Imbas kebijakan ini, ratusan dosen berstatus aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) melakukan aksi damai di area Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Senin (3/2/2025).

Sekitar 300-an dosen yang tergabung dalam ADAKSI alias Aliansi Dosen ASN Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia itu menuntut pemerintah membayar tunjangan kinerja (tukin) mereka yang belum diberikan sejak 2020.

ADAKSI kecewa sebab tukin yang akan dibayarkan pun rencananya hanya untuk 2025. Padahal, ADAKSI menuntut agar tukin dibayar dirapel sejak 2020. ADAKSI menyebut dalih Kemdiktisaintek bahwa tukin periode 2020-2024 tidak bisa dibayarkan sebab pergantian nomenklatur sebagai alasan tak masuk akal.

Prabowo Tak Serius Bahas Kesejahteran Dosen?

Di hadapan para guru November 2024 lalu, Prabowo menyebut pemerintah mengalokasikan Rp81,6 triliun untuk meningkatkan kesejahteraan guru, termasuk satu kali gaji pokok untuk guru ASN dan tunjangan profesi sebesar Rp2 juta per bulan untuk guru non-ASN.

Selain itu, pemerintah juga menganggarkan Rp17,15 triliun untuk rehabilitasi 10.440 sekolah negeri dan swasta pada tahun 2025. Prabowo juga menjelaskan bahwa alokasi anggaran tersebut mencerminkan perhatian pemerintah terhadap sektor pendidikan.

Anggaran tersebut akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan guru, memperbaiki infrastruktur pendidikan, dan mendukung program-program inovatif. Kesejahteraan dosen memang tak disinggung dalam momen tersebut.

Dosen Hukum Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Nabiyla Risfa Izzati, menyebut alasan Kemdiktisaintek tidak membayarkan tukin dosen karena alasan nomenklatur tidak masuk akal. Ia mempertanyakan bagaimana mungkin hak ketenagakerjaan berubah hanya karena urusan nama atau administrasi instansinya berubah.

“Jadi alasan penganggaran tidak bisa tembus karena administrasi berubah itu tidak bisa dibenarkan karena kan ada diskresi yang mana ada kemungkinan perubahan rancangan APBN,” lanjutnya.

Ia menambahkan, Permendikbud 44 sudah mengatur bahwa dosen PTS atau yang di luar ASN wajib digaji secara layak sesuai UU Ketenagakerjaan. Menurutnya, ini bisa menjadi dasar bahwa status dosen disamakan haknya sebagai pekerja sesuai dengan regulasi ketenegakerjaan.

“Setidaknya-tidaknya ketentuan yang sudah ada itu dilaksanakan dengan baik walaupun masih ada beberapa catatan. Misalnya ketentuan soal Tukin dosen yang sudah diputus di Januari 2025 harusnya dijalankan dulu itu sesuai Permendikbud 44/2024. Jadi bisa dicicil dan momentum untuk dievaluasi secara luas,” katanya.

Lebih lanjut, ia menyebut hal lain yang menjadi akar masalah kesejahteraan dosen selama ini karena secara legal, peraturan yang mengatur tentang dosen masih berbeda-beda. Hal ini kerap menimbulkan kebingungan, salah satunya menyangkut pembahasan soal kesejahteraan.

Selain itu, ia melihat adanya pembiaran pandangan bahwa profesi dosen adalah pengabdian. Ini menjadi faktor yang menyebabkan normalisasi hak-hak ketenagakerjaan dosen yang jauh dari layak.

“Sebenarnya gaji pokok dosen secara umum sendiri masih jauh dari dari kata layak. Ini jarang sekali dibicarakan karena dianggap tabu dan pekerjaan dosen menjadi semacam hanya pengabdian dan ini dibiarkan bertahun-tahun,” kata Nabiyla, Kamis (6/2/2025).

Demi Indonesia Emas 2045

Koordinator Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA), Satria Unggul, mengungkap selain akses pendidikan dan fasilitas pembelajaran, kesejahteraan dosen juga menjadi syarat penting jika ingin kualitas pendidikan di Indonesia maju.

“Nah, tukin atau tunjangan kinerja bagi dosen ini merupakan salah satu prasyarat kalau dihitung dalam konteks memenuhi kesejahteraan dosen. Jadi tidak hanya gaji pokok tetapi pendapatan yang lain,” ujarnya.

Satria mengungkap jangan berharap visi Indonesia Emas 2045 akan terwujud jika kesejahteraan dosen masih tidak diperhatikan. Padahal, menurutnya negara telah memiliki dasar yang jelas yaitu konstitusi Undang-Undang Dasar 45 yang mengamanatkan spending mandatory untuk anggaran di sektor pendidikan itu minimal 20 persen.

“Indonesia emas yang ditarget di tahun 2045 di mana salah satu cirinya adalah bonus demografi kita yang sangat besar. Dosen tidak mungkin kemudian melakukan pelayanan akademik yang baik ketika kemudian dari aspek kesejahteraan saja tidak terpenuhi seperti itu,” ujarnya.

Kedepannya, ia meminta pemerintahan Prabowo memberikan perhatian khusus terhadap persoalan-persoalan atau anasir-anasir yang berkaitan dengan hukum administrasi yang mana tidak bisa dicairkan sejak 2020 sampai 2024.

“Itu seharusnya bisa teratasi dengan kebijakan-kebijakan yang bersifat afirmatif yang bisa dilakukan oleh Presiden Prabowo sebagai pemimpin tertinggi negara ini,” katanya.

Ia mencontohkan, di kasus-kasus yang populer seperti LPG dan lain sebagainya, presiden bisa turun tangan langsung. “Kenapa di masalah kesejahteraan dosen seperti Tukin ini yang bersangkutan tidak bisa turun langsung? Nah, ini yang kemudian harus dijawab di dalam konteks pembuatan kebijakan yang baik seperti itu,” kata Satria.

Ketua Serikat Pekerja Kampus, Diah Asih Purwaningrum, mendesak pemerintah untuk mengganti atau melakukan switch anggaran untuk menyelesaikan permasalahan tukin ini. Menurut Diah, tukin merupakan hak dosen yang terutang jadi penyelesaiannya harus diutamakan.

“Jadi mestinya untuk hak yang terutang ini (tukin) memang seharusnya harus diutamakan dibandingkan dengan insentif-insentif yang lain,” ujarnya.

Lebih lanjut, Diah menilai saat ini mekanisme kelas jabatan di tiap kementerian masih berbeda-beda. Oleh karena itu, ia juga meminta pemerintah untuk melakukan penyeragaman kelas jabatan.

“Artinya kalau misalnya (dosen) Kementerian Agama (Kemenag) dengan kelas jabatannya kemudian bisa cair dan terutang begitu ya, kemudian kalau Saintek kenapa tidak gitu ya. Jadi untuk menghindari hal-hal semacam itu mestinya ada pagu kesamaan kelas jabatan di antar kementerian begitu,” katanya.

Sebagai informasi, dosen-dosen di bawah Kementerian Agama (Kemenag) sudah mendapatkan tukin sejak lama. Mengutip laporanTirto, pada 2021 Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Quomas menyatakan akan membayar utang selisih tunjangan kinerja (tukin) Pegawai Negeri Sipil (PNS) guru dan dosen binaan Kementerian Agama (Kemenag) selama 4 tahun, terhitung sejak 2015 hingga 2018, sebesar Rp2 Triliun.


tirto.id - News

Reporter: Alfitra Akbar
Penulis: Alfitra Akbar
Editor: Anggun P Situmorang

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |