Rawan Konflik Kepentingan Jika Kampus Diizinkan Kelola Tambang

5 hours ago 2

tirto.id - Setelah ormas keagamaan, perguruan tinggi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga diusulkan untuk dapat izin mengelola tambang. Hal itu tengah menjadi bahasan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam rapat pleno penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) pada Senin (20/1/2025.

Rapat pleno yang digelar di tengah masa reses itu telah membahas dan menyepakati secara kilat revisi UU Minerba.

Lucunya, Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, menjelaskan bahwa pemberian wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada perguruan tinggi dan UMKMitu, sebagaimana izin bagi ormas keagamaan, bertujuan untuk memberi kesejahteraan kepada masyarakat.

"Sebagaimana yang telah sering kita dengarkan, perlunya diundangkan prioritas bagi ormas keagamaan untuk mengelola pertambangan, demikian pula dengan perguruan tinggi dan tentunya UKM, usaha kecil, dan sebagainya,” kata Bob dalam rapat pleno yang disiarkan kanal YouTube TVR Parlemen, Senin (20/1/2025).

Baleg berniat menyisipkan pasal tentang izin pengelolaan tambang bagi perguruan tinggi dan UMKM dalam UU Minerba yang baru. Klausul itu tepatnya akan masuk dalam Pasal 51A ayat (1) yang menyatakan WIUP mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan “cara prioritas”.

Lalu, Pasal 51A ayat (2) akan mengatur soal pertimbangan pemberian WIUP ke perguruan tinggi, dan ayat (3) akanberisi ketentuan bahwa pemberian WIUP kepada perguruan tinggi diatur berdasarkan peraturan pemerintah (PP).

Selain itu, perguruan tinggi yangboleh mendapat jatah tambang minimal harus memiliki akreditasi B.

Langkah Baleg tersebut mesti dikritisi lantaran UU Minerba sendiri memunculkan banyak masalah. Menengok ke belakang, sejak disahkan pada 12 Mei 2020, UU Minerba telah menunjukkan dampak buruk yang nyata bagi keselamatan warga dan sumber-sumber penghidupannya.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mencatat bahwadi sepanjang 2021, terjadi 58 kasus kriminalisasi dan 52 persen di antaranya merupakan kasus di sektor pertambangan.

Setidaknya, sudah ada 21 warga yang dikriminalisasi dengan menggunakan UU Minerba dan lebih dari 11 juta hektar ruang hidup dan wilayah kelola rakyat dijarah oleh investasi pertambangan. Sebelum disahkan pun, UU Minerba telah ditolak oleh berbagai elemen masyarakat.

Namun dengan menggunakan situasi pandemi sebagai tameng, DPR RI dan Pemerintah tetap mengesahkan berlakunya regulasi ini,” demikian tulis WALHI dalam siaran pers tertanggal 9 Maret 2022.

Bentuk Pelecehan terhadap Institusi Perguruan Tinggi

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Melky Nahar, menyatakan bahwa revisi UU Minerba kali ini tak dapat dibaca secara parsial hanya sebagai langkah untuk mengeksekusi dua putusan Mahkamah Konstitusi semata.

Melky mengatakan bahwa tindakan gerombolan politisi di parlemen tersebut harus dimaknai sebagai upaya membancak kekayaan alam, terutama mineral tambang, secara berjemaah, sistematis, dan seolah-olah legal.

Pemberian konsesi kepada kampus dan UMKM tersebut sekaligus menunjukkan watak gerombolan pebisnis di parlemen dan istana yang tampak memanfaatkan nama besar perguruan tinggi sebagai alat legitimasi belaka,” kata Melky dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Selasa (21/1/2025).

Upaya melibatkan perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang ini juga disebut Melky sebagai bentuk “pelecehan terhadap institusi perguruan tinggi”. Menurutnya,perguruan tinggi seharusnya berpihak kepada masyarakat korban di lingkar tambang, alih-alih sebagai alat untuk merampok negara dan mengakumulasi daya rusak akibat usaha pertambangan.

Upaya melibatkan perguruan tinggi dalam urusan pertambangan ini juga dapat dipandang sebagai cara pemerintah 'cuci tangan' atas kesejahteraan para akademisi. Ketidakbecusan negara [pemerintah] dalam menjamin kesejahteraan para akademisi hendak diselesaikan dengan cara culas, membiarkan kampus menghidupi dirinya sendiri dengan cara menambang,” sambung Melky.

Koordinator Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA), Satria Unggul, sepakat dengan pernyataan Melky. Satria menyampaikan bahwa revisi UU Minerba bakal menjadi masalah yang sangat serius ketika berhadapan dengan konflik kepentingan.

Konflik kepentingan yang dimaksud ini adalah ketika tujuan dari pengelolaan tambang atau minerba ini yang kemudian di dalam RUU perubahannya itu adalah untuk logam ini sebenarnya ada kepentingan profit di situ. Tapi, di sisi lain, kampus memiliki peran untuk melakukan riset gitu ya atau pengembangan keilmuan,” kata Satria kepada Tirto, Selasa (21/1/2025).

Hal itu akhirnya menjadi anomali dan pimpinan perguruan tinggi bakal menghadapi tantangan berat ketika berhadapan dengan konflik kepentingan.

Konflik kepentingan yang dimaksud yakni pimpinan kampus nantinya tidak bisa membedakan inti dari perguruan tinggi, apakah untuk mencari keuntungan atau untuk melakukan riset. Bentuk lainnya adalah konflik internal di antara civitas kampus yang terhubung dengan kekuasaan.

Persoalan lain yang disorot Satria adalah potensi fraud dan korupsi dari pengelolaan tambang. Hal itu, menurutnya, tak bisa dipandang sebelah mata.

Ini juga sebenarnya menjadi problem ketika ormas atau lembaga-lembaga nonprofit itu kemudian diberikan izin pengelolaan tambang yang itu secara economic costatau environmental costitu tentu juga menjadi masalah ketika berhadapan dengan bisnis utama dari organisasi itu sendiri,” ungkap Satria.

Jadi, menurut Satria, bahaya-bahaya atas potensi konflik kepentingan dan masalah yang menyertai itu harus dipikir matang-matang.

Dan ini bukan hanya sekedar memberikan program yang populis bagi kelompok-kelompok seperti kampus atau kelompok-kelompok nonprofit lain, tapi jauh lebih daripada itu adalah tata kelola dari pengelola pertambangan itu betul-betul harus dipertimbangkan dengan baik,” katanya.

Akar masalah konflik kepentingan itu disebut Satria lantaran tidak adanya suatu regulasi yang sinkron. Dalam konteks kampus, misalnya, sejauh mana korelasi antara good university governance dan WIUPK.

Sebelum implementasinya dululah, bagaimana harmonisasi regulasi, perizinan, dan sebagainya. Khawatirnya, bendera kampus, dalam tanda petik, ini hanya digunakan oleh broker ya, di dalam izin pengelolaan pertambangan,” ungkap Satria.

Perlu digarisbawahi pulaperguruan tinggi sejak awal memang tidak didesain untuk mengelola tambang.


tirto.id - News

Reporter: Fina Nailur Rohmah
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Fadrik Aziz Firdausi

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |