tirto.id - Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Bandung menjadi sorotan setelah melakukan pembatalan kelulusan dan menarik ijazah terhadap 233 mahasiswa periode 2018-2023. Langkah ini diambil setelah Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) menemukan sejumlah kejanggalan dalam tata kelola akademik.
Ketua Stikom Bandung, Dedy Djamaluddin Malik, mengungkapkan bahwa keputusan ini diambil setelah menemukan perbedaan data akademik antara yang tercatat di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) dengan laporan internal kampus.
“Evaluasi menunjukkan ada nilai yang berbeda, misalnya Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa. Selain itu, terdapat ketidaksesuaian jumlah Satuan Kredit Semester (SKS) dengan syarat minimal kelulusan,” ujar Dedy Kepada Tirto, Rabu (15/1/2025).
Dedy menjelaskan, para mahasiswa yang kelulusannya dibatalkan tidak diwajibkan untuk mengulang seluruh mata kuliah, melainkan hanya memperbaiki kekurangan SKS. Perlu diketahui, syarat ketentuan kelulusan mahasiswa sebagaimana acuan Kemendikbudristek adalah 144 SKS. Namun, hasil evaluasi menemukan bahwa ada mahasiswa yang lulus dengan menyelesaikan 139 SKS.
“Misalnya ada kekurangan 5 SKS, mereka harus mengikuti kuliah lagi untuk melengkapinya. Ini bukan pengulangan dari awal, melainkan hanya menyempurnakan apa yang kurang,” jelas Dedy.
Masalah lainnya yang ditemukan adalah tidak adanya Penomoran Ijazah Nasional (PIN) pada sebagian ijazah. PIN merupakan standar resmi dari kementerian untuk memastikan keabsahan ijazah. Ketidakhadiran PIN ini menjadi salah satu alasan kuat penarikan ijazah.
Selain kekurangan SKS dan PIN, Tim EKA juga menemukan bahwa Stikom Bandung belum menjalankan uji plagiasi menggunakan perangkat lunak seperti Turnitin. Dedy mengakui bahwa tes plagiasi belum menjadi prosedur wajib di kampus tersebut selama ini.
“Kami (akan) menetapkan (batas plagiasi) 40% Jadi kalau lebih dari 40% itu harus diperbaiki gitu,” katanya.
Proses sidang skripsi pun menjadi sorotan. Beberapa mahasiswa diduga lulus tanpa memenuhi prosedur akademik yang seharusnya, seperti uji integritas dan verifikasi data akademik.
Dedy menyatakan bahwa kasus ini menjadi momentum bagi Stikom Bandung untuk memperbaiki tata kelola akademiknya. Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan memenuhi standar yang ditetapkan, Stikom Bandung telah melakukan berbagai pembenahan signifikan. Salah satu langkah utamanya adalah menambah jumlah dosen dari 11 menjadi 29 orang guna memastikan rasio pengajar dan mahasiswa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selain itu, kampus ini juga menyewa dua lokasi baru dengan luas keseluruhan mencapai 5.000 meter persegi untuk menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai. Di bidang akademik, Stikom Bandung mengimplementasikan uji plagiasi untuk menjaga orisinalitas karya ilmiah, melakukan validasi terhadap data akademik guna memastikan keakuratan informasi serta memperketat pengawasan pada proses administrasi sebagai bagian dari reformasi sistem yang lebih transparan dan terkontrol.
“Kami berkomitmen untuk menjadikan tata kelola kampus lebih baik. Ini bukan hanya demi mahasiswa, tetapi juga agar kampus kami lebih kompetitif di tingkat nasional,” tegas Dedy.
Keputusan kampus pun berimbas pada operasional kampus. Saat ini, kampus dilarang membuka pendaftaran mahasiswa baru hingga keputusan akhir dari Kemendikbudristek keluar pada Januari atau Februari 2025.
“Keputusan ini menentukan apakah izin operasional kami dicabut atau tidak,” jelas Dedy.
Sejak berdiri pada 1998, Stikom Bandung telah meluluskan banyak alumni yang kini bekerja di berbagai sektor, baik di dalam maupun luar negeri. Namun, Dedy mengakui bahwa kampus ini masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk dalam hal infrastruktur dan pendanaan. Namun, Stikom Bandung tetap optimistis dapat melalui masa sulit ini. Dedy mengajak seluruh mahasiswa, alumni, dan masyarakat untuk mendukung upaya pembenahan ini.
“Ini adalah koreksi untuk kita semua. Dengan bimbingan dari Kemendikbudristek, kami yakin tata kelola kampus akan semakin baik di masa depan,” katanya.
Tanggapan BEM Stikom
Keputusan penarikan ijazah ini menuai berbagai reaksi dari mahasiswa dan alumni. Sebagian merasa dirugikan, sementara lainnya memahami bahwa ini adalah bagian dari pembenahan kampus.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Stikom Bandung, Kakang Kariman, mengungkapkan kekecewaannya atas sikap kampus yang membatalkan ijazah dan kelulusan 233 mahasiswa periode 2018-2023. Ia menilai, kampus tidak melakukan mediasi atau konfirmasi terlebih dahulu kepada mahasiswa maupun alumni. Menurutnya, keputusan sepihak seperti ini memberikan dampak psikologis yang mendalam, baik bagi alumni maupun keluarga mereka.
“Kalau aku jadi alumni juga pasti sakit hati, apalagi kalau jadi orang tuanya. Anak mereka sudah berjuang untuk lulus, mengikuti prosedur dengan baik, dan membayar administrasi tepat waktu. Tiba-tiba ijazahnya dibatalkan begitu saja. Ini seperti mengorbankan perjuangan mereka tanpa ada pertimbangan yang adil,” ujar Kakang kepada Tirto.
Ia menekankan bahwa tanggung jawab atas kelalaian akademik sepenuhnya berada di pihak institusi, mulai dari pengelolaan kalender akademik, penguploadan nilai, hingga pengesahan kelulusan adalah ranah lembaga. Mahasiswa hanya menjalankan kewajibannya untuk kuliah dan membayar administrasi. Oleh karena itu, ia berharap pihak kampus tidak menyalahkan mahasiswa atau alumni dalam situasi ini.
“Urusan kalender akademik, penguploadan nilai, hingga kelulusan adalah ranah lembaga, bukan mahasiswa. Kami hanya tahu kuliah dan bayar administrasi. Kalau ada kesalahan, itu tanggung jawab lembaga,” tegasnya.
Untuk pengembangan institusi ke depan, Kakang menyarankan agar Stikom memperbaiki sistem akademik dengan lebih transparan dan meningkatkan pengawasan terhadap administrasi. Kampus juga perlu memberikan kepastian hukum bagi mahasiswa dan alumni agar tidak ada lagi kasus serupa yang terjadi.
Ia berharap masalah ini dapat diselesaikan dengan segera dan adil sehingga tidak berlarut-larut. Keputusan yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk mengembalikan kepercayaan mahasiswa dan menjaga nama baik kampus di mata masyarakat.
“Tolong selesaikan masalah ini secepat mungkin. Jangan sampai berlarut-larut karena masa depan banyak orang dipertaruhkan. Jangan biarkan nama baik kampus terus tercoreng. Fokuslah pada solusi yang adil bagi semua pihak,” pungkasnya.
tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Dini Putri Rahmayanti
Penulis: Dini Putri Rahmayanti
Editor: Andrian Pratama Taher