100 Hari Prabowo-Gibran: Apresiasi Tinggi, Aksi Protes Tak Henti

4 hours ago 6

tirto.id - Kinerja 100 hari pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka disambut apresiasi yang tinggi. Hasil survei Litbang Kompas, sekitar 80,9 persen dari total 1.000 responden, merasa puas terhadap kinerja 100 hari kabinet Merah Putih. Terdapat 19,1 persen responden menyatakan tidak puas dalam survei yang digelar sejak 4-10 Januari 2025 di 38 provinsi itu.

Survei ini memiliki angka margin of error 3,10 persen dan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Hasil yang luar biasa tersebut tercatat melebihi capaian pemerintahan sebelumnya. Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Januari 2015 silam, tercatat hanya memperoleh kepuasan publik sebesar 65,1 persen dengan 34,9 persen masyarakat merasa tidak puas pada kinerja 100 hari pertama pemerintahan baru.

Kendati menerima apresiasi yang tinggi dari masyarakat sebagaimana terekam dalam survei Litbang Kompas, perjalanan 100 hari Prabowo-Gibran justru dipenuhi aksi protes publik. Hal ini terjadi dalam berbagai isu persoalan dan dilakukan dari berbagai macam kalangan. Tentu adanya gelombang protes atau demonstrasi terhadap beberapa isu dari akar rumput seakan menegaskan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran dituntut agar jauh lebih baik lagi.

Misalnya aksi damai atau protes publik yang dilakukan fans K-Pop di Jakarta yang menolak kenaikan PPN menjadi 12 persen. Aksi ini terjadi pada 19 Desember 2024 lalu, dan diikuti oleh para remaja atau pemuda-pemudi generasi Z (Gen Z). Mereka datang dengan poster kreatif berisi tuntutan pembatalan kenaikan PPN hingga membekali diri dengan lightstick.

Aksi protes ke jalan lainnya juga dilakukan oleh Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Aksi demonstrasi ini juga menolak kenaikan PPN 12 persen. Aksi yang berlangsung di kawasan Istana Negara, Jakarta, 27 Desember 2024 lalu ini, menyampaikan aspirasi agar pemerintah Prabowo-Gibran memahami dampak buruk kebijakan naiknya PPN terhadap ekonomi rakyat, terutama bagi kelas menengah ke bawah.

Demonstrasi mahasiswa dari berbagai kampus juga pecah di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, 23 Desember 2024 lalu. Mahasiswa menuntut KPK menangkap buron Harun Masiku. Aksi unjuk rasa tersebut berlangsung ricuh. Massa aksi melemparkan batu dan tanah ke arah Gedung Merah Putih KPK. Mereka juga melemparkan botol dan suar ke depan lobi gedung KPK.

Selain elemen mahasiswa dan masyarakat kelas menengah, aksi protes sepanjang seratus hari masa kerja Prabowo-Gibran juga dilakukan oleh elemen buruh. November 2024 lalu, Ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Metal Indonesia (FSPMI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPSI) berdemo di Kementerian Ketenagakerjaan RI. Unjuk rasa melayangkan tuntutan penolakan regulasi pengupahan yang tak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUUXXI/2023.

Selain itu, ratusan pengemudi ojek online atau ojol juga berdemo di depan kantor Gojek di kawasan Blok M pada Desember 2024. Aksi ini merupakan tindak lanjut dari aksi yang sama pada Agustus 2024 untuk menolak dengan tegas segala macam bentuk peraturan, tata tertib, kode etik, dan yang sejenisnya yang dibuat secara sepihak dan merugikan pihak pengemudi yang dilakukan manajemen. Mereka juga menilai status hukum ojol masih ilegal tanpa adanya kedudukan hukum (legal standing) berupa undang-undang dari pemerintah.

Teranyar, dua aksi protes di Januari 2025 terjadi di kantor Kemdiktisaintek. Protes pertama dilakukan belasan dosen ASN Kemdiktisaintek yang selama bertahun-tahun tidak menerima tunjangan kinerja. Mereka mewakili ribuan dosen ASN Kemdiktisaintek yang kecewa dengan komitmen pemerintah terhadap kesejahteraan dosen ASN. Aksi protes berikutnya, justru dilakukan ratusan pegawai Kemdiktisaintek pada Senin, 20 Januari 2025. Mereka tak terima dengan kesewenang-wenangan Mendiktisaintek yang memecat pegawai kementerian.

Maraknya aksi protes sepanjang 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran seakan sebuah paradoks dalam kesuksesan pemerintah membangun citra di masyarakat. Di satu sisi, survei menunjukkan tingkat kepuasan publik mencapai angka 81 persen. Namun, di sisi koin lainnya, jalanan di berbagai kota dipenuhi oleh demonstrasi: penolakan kenaikan pajak, keluhan upah murah, hingga kritik terhadap pejabat publik. Kontradiksi ini mencerminkan ketegangan antara citra politik yang dikelola dengan baik dan realitas sosial-ekonomi yang penuh kegelisahan di akar rumput.

Analis politik dari Trias Politika, Agung Baskoro, menyatakan maraknya protes sepanjang 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran merupakan hal yang wajar. Ia menilai fenomena ini sebagai sebuah dinamika sosial-politik kebangsaan dalam transisi pemerintahan. Kendati begitu, demonstrasi yang terjadi sejauh ini masih berlangsung dalam koridor semestinya.

Menurut Agung, hal ini turut mencerminkan tuntutan dan harapan publik pada kabinet baru. Kementerian/lembaga baru diminta memperkuat koordinasi, komunikasi, dan sinkronisasi.

“Baik di internal kementerian atau di lintas kementerian dan lembaga. Karena ada beberapa kementerian baru, dan baru ada lembaga yang punya peran atau fungsi tambahan,” kata Agung kepada wartawan Tirto, Selasa (21/1/2025).

Pemerintah Prabowo-Gibran dituntut lebih gesit dalam melakukan sinkronisasi instansi yang terus digaungkan. Pemerintah perlu mematok standar evaluasi pada seluruh jajaran kabinet. Hal ini untuk memastikan pejabat publik sudah sesuai dengan visi-misi dan tupoksi Astacita yang dicanangkan Kabinet Merah Putih atau justru melenceng jalur.

Evaluasi ini penting untuk membantu presiden bergerak sesuai koridor. Jangan sampai anak buah Prabowo di kementerian/lembaga justru memiliki arah tersendiri yang melenceng dari arah kebijakan pemerintahan Prabowo-Gibran. Selain itu, Agung melihat gelombang protes publik setidaknya menandakan bahwa publik perlu gerak nyata pemerintah menata ekonomi yang stabil bagi rakyat.

“Bagaimana meningkatkan lapangan pekerjaan seluas-luasnya agar angka pengangguran semakin turun. Dan memberantas kemiskinan, meningkatkan daya beli masyarakat. Ini perlu diperhatikan secara serius karena menjadi masalah utama masyarakat dewasa ini,” jelas Agung.

Harapan Tinggi di Pundak Prabowo-Gibran

Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, memandang penilaian kinerja 100 hari pertama pemerintahan baru memang umumnya diwarnai harapan yang tinggi dari masyarakat. Harapan itu agar rakyat beranjak ke kehidupan yang lebih baik dan menanti pemerintahan baru merealisasikan janji kampanyenya. Maka, ketika aksi protes terus bermunculan di jalanan, turut menandakan ada harapan tinggi dari rakyat yang belum tercapai.

Bivitri sendiri percaya dengan metodologi ilmiah yang dilakukan oleh survei Litbang Kompas. Ia menilai hasil kepuasan tinggi yang dipotret oleh survei tersebut memang sudah dilakukan dengan standar yang ketat. Kendati begitu, Bivitri mengingatkan bahwa jenis survei Litbang Kompas adalah survei persepsi. Persepsi itu datang dari perasaan spontanitas responden ketika mengisi survei: bisa berupa rasa harap, kagum, apresiatif, kritik, atau juga penolakan.

“Maka banyak pihak yang merasa atau persepsinya, merasakan persepsi ya, persepsinya adalah memang Prabowo memenuhi ekspektasi mereka. Ekspektasi mereka ya itu tadi datangnya dari janji kampanye,” kata Bivitri kepada wartawan Tirto, Selasa.

Namun, kata Bivitri, apabila pendekatan menilai kinerja 100 hari Prabowo-Gibran ditanyakan kepada individu yang analitik dan praktisi lapangan seperti ojol, buruh, atau masyarakat sipil tentunya akan melahirkan banyak catatan. Sebab individu kelompok ini tidak tunduk kepada penilaian persepsi semata.

Misalnya, memang Prabowo-Gibran sudah mulai melaksanakan janji kampanye andalannya yakni program Makan Bergizi Gratis. Namun, pelaksanaan itu masih jauh dari sempurna. Ini terbukti dengan adanya gejala keracunan di salah satu SD usai menerima makanan MBG.

Termasuk, ketika Prabowo mengeklaim membatalkan kenaikan PPN 12 persen. Padahal, itu tidak membatalkan sepenuhnya kenaikan PPN dalam transaksi publik. Sebab kenaikan PPN tetap terjadi untuk jenis-jenis barang tertentu. Namun pemerintah seolah mendengar protes warga dengan menyatakan membatalkan kenaikan.

Dengan begitu, Bivitri menilai bahwa sejauh ini pemerintahan Prabowo-Gibran menerapkan kebijakan populis hanya untuk menggaet citra publik di permukaan. Efeknya, permasalahan yang bersifat fundamental dan mengakar justru tidak tersentuh untuk dibenahi.

“Ini mencerminkan bobroknya governance waktu awal ini, sehingga memang perlu dibenahi. Beberapa kementerian jalan terseok-seok karena anggarannya nggak ada. Tapi ada akar masalahnya, anggaran nggak ada juga karena Prabowo bikin kabinet benar-benar cuma bagi kekuasaan,” ucap Bivitri.

Presiden Prabowo Subianto sendiri memandang hasil survei Litbang Kompas soal 100 hari pertama kinerja pemerintahannya karena kerja keras dan niat dari jajaran pemerintahan. Ia merasa bangga dengan kabinetnya yang bekerja keras demi kepentingan bersama.

Ia menilai seakan-akan tidak ada kata libur bagi pemerintahannya. Bahkan, pada tahun baru 2025 lalu, jajarannya terus bekerja.

"Saya kira begini ya, kita yang penting niat, kerja keras. Dan saya sangat bangga tim saya, kabinet saya, bekerja dengan sangat kompak, tanpa lelah," kata Prabowo di Sumedang, Jawa Barat, Senin (20/1/2025).

Kendati begitu, dalam jangka panjang, keberhasilan sebuah pemerintahan tidak diukur dari tingkat kepuasan publik sesaat. Namun dari kecakapan merespons kritik publik, merangkul perbedaan, dan memenuhi kebutuhan rakyat yang paling rentan. Demonstrasi yang terjadi selama ini bukanlah ancaman, melainkan kesempatan bagi pemerintah untuk membuktikan komitmennya terhadap rakyat.

Setidaknya suara rakyat di jalanan di masa-masa awal ini telah memberikan peringatan dini — legitimasi bukanlah soal angka, melainkan kepercayaan yang dibangun melalui tindakan nyata.


tirto.id - News

Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Anggun P Situmorang

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |