Alex Marwata Uji Materi soal Pimpinan KPK Bersua Pihak Beperkara

1 week ago 5

tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, mengajukan uji materi Pasal 36 Ayat a terkait aturan Pimpinan KPK yang dilarang berhubungan dengan pihak beperkara.

Gugatan ini diajukan oleh Alex melalui kuasa hukumnya bersama dua Pemohon lainnya, yaitu Auditor Muda KPK, Lies Kartika Sari, dan Pelaksana Pada Unit Sekretariat Pimpinan KPK, Maria Fransiska, Senin (4/11/2024) lalu.

Pasal 36 huruf a UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang digugat Alex ke MK berbunyi:

“Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang: a. mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun.”

Dalam gugatanya, Alex sebagai pemohon 1, merasa telah dirugikan aturan tersebut. Pasalnya, saat ini dia tengah menjalani proses hukum di Kepolisian karena pertemuannya dengan mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto, di ruang rapat Pimpinan KPK pada 9 Maret 2023. Polisi menjadikan Pasal 36 huruf a sebagai landasan pemeriksaan terhadap Alex.

"Bahwa akibat rumusan norma yang tidak jelas dan tidak berkepastian tersebut dalam Pasal 36 huruf a, telah menyebabkan peristiwa bertemunya Pemohon dengan seseorang yang secara sengaja menyampaikan laporan dugaan tindak pidana korupsi, dan diterima secara resmi di kantor dengan disertai staf yang membidanginya, pertemuan dilakukan sebagai pemenuhan tugas dan kewenangan Pemohon 1 sebagaimana seharusnya Pimpinan KPK bertindak dalam tugas jabatannya," bunyi gugatan Alex.

"Pertemuan tersebut selanjutnya oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya dilakukan proses penyelidikan dengan dugaan tindak pidana sebagaimana Pasal 36 huruf a ini (Bukti P-22). Hal ini menunjukkan secara nyata akibat ketidakjelasan batasan atau kategori larangan ‘hubungan... dengan alasan apapun’ pada pasal a quo telah menyebabkan Pemohon 1 harus menjadi terlapor atas dugaan tindak pidana (Bukti P-10)," tambahnya.

Dia menegaskan, pertemuannya dengan Eko Darmanto adalah bentuk menjalankan tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU KPK. Dia menerima Eko Darmanto yang saat itu menyampaikan dugaan tindak pidana korupsi secara resmi dengan didampingi staf KPK.

"Demikian halnya Pemohon 1 yang pertemuanya adalah dalam rangka

menjalankan tugas tanggung jawabnya melaksanakan perintah UU (pasal 6 UU KPK), sebagaimana dijelaskan bahwa pemohon 1 menerima kedatangan Eko Darmanto sesuai formilnya, di mana Eko Darmanto mendatangi kantor KPK-Gedung Merah Putih, Setiabudi Jakarta Selatan, pada Maret 2023 dalam rangka menyampaikan laporan dugaan tindak pidana korupsi dan diterima secara resmi di kantor dengan disertai staf yang membidanginya, yaitu staf Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM)," ujarnya.

"Dan pada saat itu Eko Darmanto belum berstatus tersangka (Bukti P-10). KPK kemudian menyatakan secara resmi dan menetapkan Eko Darmanto-mantan Kepala Bea dan Cukai Yogyakarta sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) (Bukti P-18)," tambahnya.

Dalam petitumnya, Alex Marwata meminta MK mengabulkan gugatannya secara menyeluruh, sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya.

2. Menyatakan pada Pasal 36 huruf a Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

3. Memerintahkan untuk membuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Sementara itu, kuasa hukum Alex, Periati BR Ginting, juga telah mengonfirmasi terkait gugatan Alex tersebut. Menurutnya, Pasal 36 huruf a UU KPK bertentangan dengan kewajiban hukum, tugas, dan tanggung jawab Alex sebagai Wakil Ketua KPK.

"Norma yang diuji kontradiktif dengan kewajiban hukum dan tugas dan tanggung jawab jabatan sebagai pimpinan KPK. Sementara di Pasal 6 (UU KPK) dilarang," kata Periati saat dikonfirmasi, Kamis (7/11/2024).

Dia menyebut semua yang ditemui Pimpinan KPK perkaranya tetap diusut. Namun, katanya, pimpinan KPK tetap dipidana dengan Pasal 36 huruf a tersebut.

"Semua yang ditemui [Pimpinan KPK] naik perkaranya, tidak ada yg dilindungi. Namun pimpinan KPK [justru] dijerat pidana untuk ‘hubungan dengan alasan apa pun' tersebut," ujarnya.


tirto.id - Hukum

Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Irfan Teguh Pribadi

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |