DeepSeek, Gebrakan Tiongkok di Kancah Kecerdasan Buatan

1 day ago 9

tirto.id - Baru saja diluncurkan di pasar Amerika Serikat (AS) pada Januari 2025, sebuah aplikasi AI generatif bernama DeepSeek langsung menjadi primadona. Ia kini telah jadi aplikasi dengan jumlah unduhan terbanyak di AppStore milik Apple sekaligus aplikasi gratis dengan rating terbaik.

Popularitas mendadak DeepSeek rupanya memiliki efek berantai yang cukup dahsyat. AI generatif ini, konon, dikembangkan dengan biaya jauh lebih rendah dibanding biaya pengembangan AI generatif seperti ChatGPT. Salah satu alasan mengapa DeepSeek bisa dikembangkan dengan biaya jauh lebih murah adalah karena pengembangnya tidak menggunakan chip paling canggih yang ada di pasaran.

Namun, dengan keterbatasan itu pun, DeepSeek mampu menghasilkan output atau respons yang tidak kalah dengan AI generatif yang sudah lebih dahulu populer. Dalam waktu singkat, DeepSeek mampu mematahkan asumsi bahwa pengembangan AI selalu membutuhkan investasi besar-besaran. Imbasnya, terjadi perubahan arah diskusi mengenai AI, dari fokus pada teknologi mewah terkini ke pendekatan yang lebih efektif dan efisien terutama dari segi biaya.

Kayla Blomquist, seorang peneliti dari Oxford Internet Institute, kepada BBC, mengatakan, "DeepSeek menunjukkan pendekatan pengembangan model yang jauh lebih hemat sumber daya dan biaya. Ini bisa menandai perubahan paradigma yang signifikan."

Inilah yang pada akhirnya menimbulkan guncangan besar pada bursa saham.

Mengenal DeepSeek

DeepSeek adalah karya Liang Wenfeng, seorang lulusan teknik informasi dan elektronik yang berbasis di Hangzhou, Tiongkok. DeepSeek sebagai sebuah perusahaan pertama kali diluncurkan pada Juli 2023. Namun, aplikasi AI generatifnya baru tiba di pasar AS pada Januari tahun ini. Dengan segera, aplikasi ini menjadi penguasa baru di AppStore.

Klaim terbesar DeepSeek adalah efisiensi biaya yang mengesankan. Model AI-nya dikembangkan dengan biaya sekitar $6 juta (Rp96 miliar), jauh lebih murah dibandingkan dengan ratusan juta, bahkan miliaran dolar yang dihabiskan oleh perusahaan seperti OpenAI dan Google.

Liang Wenfeng mendanai pengembangan DeepSeek dengan bantuan modal dari hedge fund yang ia dirikan sendiri. Salah satu langkah visionernya adalah mengumpulkan chip Nvidia A100 yang kini tidak boleh lagi diekspor ke Tiongkok. Dengan menggabungkan chip ini dengan komponen yang lebih murah dan mudah diakses, Liang mampu menciptakan teknologi yang kompetitif tanpa memerlukan anggaran besar.

DeepSeek dibangun menggunakan model open-source seperti Llama dari Meta dan Qwen dari Alibaba. Hal ini memungkinkan pengembang untuk meminimalkan biaya tanpa mengorbankan performa. DeepSeek mengklaim bahwa chatbot-nya mampu bersaing dengan model seperti ChatGPT dalam berbagai tugas seperti pemrograman, matematika, dan pemrosesan bahasa alami. Selain itu, aplikasi ini juga menjadi populer berkat responsnya yang cepat serta jawabannya yang lebih "hidup".

Meski begitu, tentu saja, DeepSeek juga memiliki keterbatasan. Salah satu kelemahan utamanya adalah kecenderungannya untuk menghindari topik kontroversial, terutama yang dianggap tabu di Tiongkok, seperti peristiwa Tiananmen Square. Hal ini sangat berbeda dengan ChatGPT buatan AS yang lebih transparan dalam menjawab pertanyaan serupa.

DeepSeek juga menghadapi tantangan dalam hal aksesibilitas. Misalnya, beberapa pengguna melaporkan masalah dalam proses pendaftaran dan konektivitas. Saya sendiri beberapa kali mengalami masalah serupa di mana saya gagal mendapatkan respons karena banyaknya permintaan yang masuk ke server DeepSeek.

Selain itu, model ini masih belum dapat menyamai kecanggihan AI generatif premium dari perusahaan seperti OpenAI. Namun, menurut BBC, bagi banyak pengguna, hal ini tidak menjadi masalah besar.

"Bayangkan sebuah masalah matematika di mana jawaban sebenarnya memiliki 32 angka desimal, tetapi DeepSeek memberikan hingga delapan angka. Itu cukup untuk kebanyakan orang," tulis mereka.

Mengapa DeepSeek Memengaruhi Saham Nvidia?

Kehadiran DeepSeek memberikan pukulan telak pada Nvidia, raksasa pembuat chip AI asal Amerika Serikat. Senin (27/1/2025), nilai saham Nvidia mengalami penurunan sebesar 17 persen. Mereka pun kehilangan nilai pasar sekitar $600 miliar (Rp9.600 triliun) yang menjadi penurunan terbesar dalam sejarah perusahaan tersebut. Penurunan ini disebabkan oleh kekhawatiran investor bahwa pendekatan biaya rendah DeepSeek dapat mengurangi kebutuhan akan chip canggih yang mahal, seperti yang diproduksi oleh Nvidia.

DeepSeek menunjukkan bahwa AI generatif dapat dikembangkan dengan biaya yang jauh lebih rendah, menggunakan kombinasi teknologi open-source dan chip yang lebih murah. Hal ini menantang asumsi bahwa dominasi AI hanya dapat dicapai dengan anggaran besar dan perangkat keras tercanggih. Akibatnya, pasar saham pun seakan-akan kehilangan kepercayaan terhadap perusahaan seperti Nvidia yang merupakan simbol dari bubble AI belakangan ini.

Kendati demikian, beberapa analis berpendapat bahwa Nvidia masih memiliki keunggulan jangka panjang. Chip-chip terbaru mereka tetap menjadi standar emas dalam komputasi AI dan pembatasan ekspor teknologi canggih ke Tiongkok dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan-perusahaan AS dalam jangka panjang. Nvidia juga memiliki ekosistem perangkat keras dan perangkat lunak yang kuat, yang sulit ditandingi oleh pesaing baru.

Lagi pula, pengembangan model AI seperti DeepSeek juga mengandalkan chip Nvidia, meskipun generasi yang lebih tua. Hal ini menunjukkan bahwa Nvidia tetap menjadi pemain penting dalam rantai pasokan AI, meskipun permintaan untuk chip premium mereka mungkin menurun. Analis percaya bahwa diversifikasi produk dan inovasi berkelanjutan akan membantu Nvidia bertahan di pasar yang berubah cepat ini.

Dampak DeepSeek pada Masa Depan Pengembangan AI Generatif

Kemunculan DeepSeek telah mengubah persepsi tentang bagaimana AI generatif dapat dikembangkan. Dengan menunjukkan bahwa efisiensi biaya dapat dicapai tanpa mengorbankan performa, DeepSeek membuka peluang baru bagi perusahaan kecil dan menengah untuk bersaing di pasar AI. Hal ini juga memaksa raksasa teknologi seperti OpenAI dan Google untuk mengevaluasi kembali strategi mereka, terutama dalam hal investasi besar-besaran pada infrastruktur dan chip canggih.

Blomquist, masih kepada BBC, menjelaskan, "Ini adalah tantangan besar terhadap strategi monetisasi yang selama ini diandalkan oleh banyak perusahaan AI terkemuka di AS." Dengan kata lain, pendekatan hemat biaya DeepSeek dapat mendorong perubahan mendasar dalam cara pengembangan AI direncanakan di masa depan.

Selain itu, model pengembangan DeepSeek yang berbasis pada kolaborasi open-source dapat menginspirasi pendekatan yang lebih inklusif dan hemat sumber daya. Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam hal keakuratan, transparansi, dan kebebasan berekspresi yang sering kali menjadi kelemahan AI yang dikembangkan di bawah batasan pemerintah yang ketat. DeepSeek, misalnya, masih perlu membuktikan dirinya dalam menghadapi pertanyaan kompleks yang melibatkan isu-isu global atau opini yang lebih bernuansa.

Akankah Berpengaruh ke Politik?

Keberhasilan DeepSeek juga tidak terlepas dari konteks geopolitik yang sedang berlangsung, terutama terkait dengan hubungan antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Seiring ketegangan yang terus berkembang dalam perdagangan dan teknologi, langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah AS untuk membatasi ekspor teknologi canggih, termasuk chip Nvidia, ke Tiongkok, telah memengaruhi arah pengembangan AI di kedua negara.

Salah satu faktor kunci yang memengaruhi DeepSeek adalah keputusan Pemerintah AS untuk melarang ekspor chip Nvidia A100, yang merupakan komponen vital untuk pengembangan AI generatif. Pembatasan ini dimaksudkan untuk memperlambat kemajuan teknologi AI di Tiongkok, yang dianggap sebagai ancaman potensial bagi dominasi teknologi AS.

Namun, langkah ini justru mendorong inovasi yang tidak terduga di dalam negeri Tiongkok. DeepSeek, dengan memanfaatkan chip Nvidia yang lebih tua yang masih tersedia di pasar domestik, berhasil menciptakan alternatif yang lebih murah tetapi efektif dalam pengembangan AI generatif.

Dari sudut pandang politik, DeepSeek dapat dilihat sebagai simbol dari ambisi Tiongkok untuk memperkuat posisi mereka dalam dunia teknologi, meskipun berada di bawah tekanan internasional. Dengan mengembangkan AI generatif yang lebih hemat biaya dan lebih efisien, DeepSeek membuka pintu bagi perusahaan-perusahaan kecil dan menengah di Tiongkok untuk memasuki pasar AI global tanpa harus bergantung pada teknologi tinggi dan mahal yang diproduksi oleh negara-negara Barat.

Di sisi lain, Amerika Serikat di bawah Donald Trump kemungkinan akan merespons dengan kebijakan yang lebih ketat terhadap ekspor teknologi, khususnya yang berkaitan dengan AI dan semikonduktor, untuk mempertahankan keunggulan mereka di pasar global.

Pembatasan ini bisa semakin memperburuk ketegangan pada perang dagang antara kedua negara, dengan teknologi sebagai titik pusat persaingan. Hal ini bisa mendorong negara-negara lain untuk berpihak pada salah satu kubu sehingga pasar teknologi global menjadi dua blok yang saling bersaing. Ketidakpastian ini bisa mengurangi stabilitas pasar global, meningkatkan biaya teknologi, dan memengaruhi arus investasi asing.

Secara diplomatik, ketegangan ini dapat memperburuk hubungan bilateral dan memperlebar perbedaan antara negara-negara yang mendukung kebijakan AS dan mereka yang mendukung kebijakan Tiongkok. Ini dapat memengaruhi organisasi internasional, seperti PBB dan WTO, yang berusaha menjaga prinsip kerja sama global.

Lebih jauh lagi, persaingan teknologi ini juga bisa merusak potensi kolaborasi dalam riset ilmiah dan pengembangan teknologi global. Jika negara-negara besar saling bersaing ketat dalam pengembangan teknologi, kita mungkin melihat semakin sedikitnya aliansi internasional untuk proyek-proyek besar yang melibatkan inovasi global, seperti riset dalam kecerdasan buatan, perubahan iklim, dan pengembangan kesehatan global. Ketegangan ini juga bisa menghambat transfer pengetahuan dan inovasi.

Oleh karena itu, kemunculan DeepSeek dan imbasnya pada pasar saham AS ini bisa dipandang sebagai sebuah peringatan, khususnya untuk AS sendiri. Meskipun belum bisa disebut sebagai kiamat, situasi ini mengajarkan kepada AS untuk tidak lagi bertindak gegabah dan arogan karena mereka bukanlah satu-satunya kekuatan besar yang ada di muka bumi. Niatnya menghambat, eh, mereka justru mendorong perkembangan pesat.


tirto.id - Teknologi

Kontributor: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Irfan Teguh Pribadi

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |