tirto.id - Terdakwa kasus dugaan korupsi di PT Timah, Harvey Moeis, yang merupakan perwakilan dari PT Refined Bangka Tin mengaku pernah menerima uang dari Helena Lim selaku pemilik PT Quantum Skyline Exchange di rumah Presiden Direktur Pratama Argo Sawit, Robert Bonosusatyo.
Uang dari Helena tersebut merupakan uang yang dikumpulkan dari beberapa smelter swasta yang terlibat dalam kasus ini. Para pemilik smelter swasta itu mengirim uang dalam bentuk dolar Amerika kepada Helena. Kemudian, Helena menyerahkan uang itu pada Harvey dalam bentuk rupiah.
Hal tersebut terungkap saat Harvey dihadirkan sebagai saksi mahkota untuk Helena Lim. Turut dihadirkan pula Dirut PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi; Dirkeu PT Timah, Emil Elmindra; dan Dirut PT Stanindo Inti Perkasa, M.B. Gunawan. Semua juga merupakan terdakwa dalam kasus ini.
Awalnya, Hakim Anggota, Ida Ayu Mustika, menanyakan pada Harvey soal jumlah uang yang dikumpulkan dari CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa itu. Harvey menjawab dia tak tahu jumlah pasti dari uang tersebut.
"Jumlahnya kalau seandainya beda uangnya, masak Saudara tidak bertanggung jawab? Tidak takut?" tanya Hakim Ida di Ruang Sidang Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/10/2024).
"Saya tidak tahu, Yang Mulia.Itu yang tadi saya bilang pelajaran bagi saya untuk ke depannya," jawab Harvey.
Mendengar jawaban Harvey, Ida lantas mencecar bahwa hal tersebut jangan hanya dijadikan sebagai pelajaran, tapi harus jelas berapa jumlah uang dalam transaksi ini.
"Rp1 miliar aja banyak, apalagi ratusan miliar. Itu bagaimana? Saudara terima paling sedikit kalau dari Helena berapa Saudara dapat?" tanya Ida lagi.
"Variatif, Yang Mulia," jawab Harvey singkat.
Kemudian, Harvey menjelaskan bahwa uang yang dikirimkan oleh Helena bisa secara transfer atau tunai. Katanya, apabila diserahkan secara tunai, bisa melalui orang yang mewakili Harvey.
"Kalau saya tidak ada di tempat, bisa diterima oleh yang saya wakilkan," ujarnya.
Katanya, uang itu bisa diserahkanke sopir Harvey atau orang kepercayaannya yang lain.
Tak hanya itu, Harvey menyebut bahwa uang kiriman Helena juga sempat diterima di rumah Robert yang dia sebut sebagai kolega.
"Rumah kolega kami. Pak Robert. Robert Bono," pungkasnya.
Katanya, rumah yang berada di wilayah Gunawarman tersebut bukanlah rumah yang biasa menjadi tempat tinggal tetap, tapi rumah singgah milik Robert.
Hakim Ida lalu kembali mencecar Harvey. Dia menanyakan mengapa rumah tersebut bisa dimasuki oleh orang lain. Kata Harvey, hanya orang yang dikenal saja yang bisa masuk dalam rumah tersebut.
"Tidak bebas, Yang Mulia. Hanya untuk yang kenal aja, Yang Mulia," ujarnya.
Lebih lanjut, Harvey juga menyangkal sangkaan telah mengirimkan uang pada temannya, yaitu Suparta yang merupakan pemilik PT Refined Bangka Tin—juga terdakwa dalam kasus ini.
Hal itu, ditanyakan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung, Zulkipli. Katanya, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Harvey, tercatat dia telah mengirimkan uang tersebut pada Suparta.
"Saya bacakan ya, 'kemudian uang tersebut saya salurkan atau distribusikan kepada Saudara Suparta.' Ini di BAP Saudara benar gak?" tanya JPU.
Harvey menjawab bahwa itu merupakan niat awalnya yang kemudian diurungkan karena terjadi Pandemi COVID-19 sehingga uang yang seharusnya dikirimkan pada Suparta lalu digunakan untuk bantuan.
"Jadi, karena sebetulnya saya menginginkan seperti itu, Yang Mulia, makanya saya BAP-nya bunyinya seperti itu. Tapi, pada kenyataannya sebelum saya bisa menyalurkan dana itu atau mengadopsi program itu, terjadilah Covid, Yang Mulia," tuturnya.
"Lalu, saya pikir itu adalah hal yang lebih mendesak dan bantuan ketika itu sangat dibutuhkan sehingga akhirnya saya, dana itu terpakai untuk Covid," ucapnya.
Harvey mengklaim telah menggunakan uang tersebut untuk bantuan penanganan Pandemi COVID-19. Dia juga menyebut pernah memberikan bantuan berupa alat kesehatan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Harvey juga membantah telah mengumpulkan uang pengamanan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah dengan kedok dana corporate social responsibility (CSR) dari smelter swasta.
Harvey mengatakan bahwa uang US$500 per ton timah yang dikumpulkan dari CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa itu merupakan dana kas untuk kegiatan sosial.
"Pertama kali saya bertemu dengan para smelter, tidak pernah kami menyebut CSR, Pak. Karena CSR itu saya tahu persis adalah tanggung jawab dari masing-masing perusahaan. Yang kami sepakati adalah kami mau mengumpulkan kas yang diperuntukkan untuk sosial," kata Harvey.
tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fadrik Aziz Firdausi