Pengungsi erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki dibayangi kondisi penurunan kesehatan imbas memasuki musim penghujan. Di Posko Konga, Kabupaten Flores Timur, NTT, Minggu (17/11/2024) sore, hujan mengguyur cukup deras. Erupsi di Gunung Lewotobi Laki-Laki juga masih terjadi meski dalam intensitas yang ringan.
Salah satu relawan di Posko Konga, Tarry Kerans, menuturkan tenda-tenda posko yang langsung beralaskan tanah membuat para pengungsi beristirahat kurang nyaman. Beberapa pengungsi sudah mulai diserang penyakit langganan musim hujan, seperti batuk dan pilek. Untungnya, tim medis selalu siap sedia setiap hari untuk mengecek kondisi kesehatan pengungsi.
"Ini sudah masuk musim hujan, jadi terlihat sangat kacau karena harus berlari dengan hujan, dan kita hanya tidur beralaskan terpal di tanah, yang agak menyusahkan pengungsi di sini," kata Tarry yang tengah berada di Konga lewat sambungan telepon kepada Tirto, Minggu (17/11/2024).
Tarry merupakan relawan dari lembaga kajian dan riset budaya Flores Timur bernama SimpaSio Institute. Perempuan asal Larantuka, Flores Timur, sejak hari pertama erupsi, memutuskan terjun langsung membantu masyarakat yang terdampak.
Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki terjadi terus-menerus sejak Minggu (3/11/2024). Tarry menjelaskan erupsi gunung tersebut sudah terjadi sejak tahun lalu, namun dalam skala yang kecil. Akibatnya, tak sedikit pengungsi di Posko Konga yang memiliki bawaan penyakit pernapasan.
Kondisi Pengungsian Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki. FOTO/ dok: SimpaSio Institute
"Tapi pasti pengungsi punya kambuhan penyakit karena menghirup udara yang sudah bisa membuat sakit [sejak lama]," ungkap Tarry.
Di Posko Konga ada sedikitnya 1.700 pengungsi yang tinggal di tenda pengungsian dan sebagian rumah-rumah warga Konga. Tarry menyatakan para pengungsi juga termasuk kelompok rentan, seperti anak-anak, lansia, ibu hamil, dan bahkan ibu menyusui.
Awalnya, Tarry, ada 8 posko untuk menampung warga yang terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki: enam posko di Flores Timur dan dua posko di Sikka. Belakangan, posko di Sikka juga dipindahkan ke Flores Timur karena ikut terkena dampak erupsi.
Banyaknya pengungsi di Posko Konga membuat para relawan cukup kewalahan. Tim dapur umum harus memasak 800 kg beras sehari untuk sedikitnya 1.700 orang pengungsi dan para relawan. Suplai makanan ini diberikan rutin tiga kali sehari oleh tim dapur umum.
Sebab itu, tim relawan di dapur umum mengalami kelelahan. Mereka membutuhkan lebih banyak relawan untuk membantu. Terlebih, dibutuhkan juga relawan untuk mendampingi anak-anak korban erupsi.
"Sebetulnya, di beberapa posko lain juga kebutuhan tenaga sangat mendesak. Di dapur umum masih sangat membutuhkan tenaga," ucap Tarry.
Kondisi Pengungsian Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki. FOTO/ dok: SimpaSio Institute
Anak-anak di Posko Konga dibekali tim relawan sesi bermain bersama dan olahraga. Tarry dan kawan-kawannya menyediakan lapak buku bagi anak-anak. Di sisi lain, anak-anak sangat merindukan sekolah. Dia menjelaskan, di Posko Konga dibentuk sekolah darurat di tenda. Namun, pembelajaran disatukan dengan anak-anak warga asli Konga sehingga terlihat adanya kekontrasan yang jelas antara anak-anak pengungsi dan anak-anak bukan pengungsi.
"Ini khawatir membuat mereka merasa tidak enak," ujar Tarry.
Tarry berharap ada lebih banyak orang yang menjadi relawan untuk para korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki. Dia bersyukur pemerintah cukup sigap dalam menyediakan logistik bantuan. Namun, pemerintah juga sebaiknya menilai kebutuhan yang paling urgent bagi para pengungsi agar tidak ada penumpukan logistik bantuan.
"WC umum masih bisa, tapi harus terus dibangun untuk air bersih dan air minum. Air minum harus disediakan setiap hari di tenda-tenda, dan penting untuk setiap hari ada pasokan air bersih dan air minum," ujar Tarry.
Jumlah korban meninggal akibat erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki sebanyak 9 orang. Sementara itu, ada 1 orang luka berat, 32 orang luka ringan, dan 6 orang masih dirawat. Korban terkena material erupsi yang termuntahkan dari kawah gunung.