Perbedaan Cairan Koloid dan Kristaloid untuk Resusitasi Cairan

1 month ago 43

Di Indonesia, cairan yang berfungsi di dalam pengelolaan syok hipovolemik adalah kristaloid. Namun, ada anggapan bahwa cairan koloid memiliki efektivitas yang lebih baik. Lalu, apa yang menjadi perbedaan cairan koloid dan kristaloid?

Baca Juga: Pengertian dan Reaksi Oksidasi Alkohol

Resusitasi Cairan serta Perbedaan Cairan Koloid dan Kristaloid

Cairan koloid dan kristaloid adalah dua jenis cairan yang umumnya berguna dalam resusitasi cairan intravena. Keduanya berfungsi untuk mengembalikan volume cairan dalam tubuh, terutama dalam situasi darurat, seperti syok hipovolemik.

Cairan kristaloid adalah larutan yang mengandung elektrolit seperti natrium dan klorida yang dapat menembus membran semipermeabel untuk mengatur keseimbangan elektrolit tubuh. Contoh cairan kristaloid yang sering orang gunakan adalah saline 0,9% dan Ringer laktat.

Cairan koloid mengandung molekul besar, seperti albumin atau gelatin yang tidak dapat menembus membran semipermeabel dengan mudah. Hal ini membuat cairan koloid tetap berada lebih lama di dalam pembuluh darah, sehingga dapat mempertahankan volume intravaskuler dengan lebih efektif.

Cairan koloid dan kristaloid berguna dalam perawatan medis untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang, seperti pada kasus syok hipovolemik atau kehilangan darah yang berat. Meskipun keduanya memiliki fungsi utama yang sama, mereka memiliki perbedaan signifikan dalam komposisi, harga, dan efek samping yang mungkin terjadi. 

Nah, berikut ini ialah perbedaan antara cairan koloid dan kristaloid serta kegunaannya dalam dunia medis.

1. Komposisi Molekul

Perbedaan utama antara kedua cairan tersebut terletak pada ukuran molekulnya. Cairan kristaloid mengandung molekul yang lebih kecil. Sehingga memungkinkan cairan tersebut lebih mudah bergerak keluar dari pembuluh darah dan masuk ke ruang interstisial. 

Sebaliknya, cairan koloid memiliki molekul yang lebih besar. Sehingga tidak mudah keluar dari pembuluh darah dan dapat bertahan lebih lama di intravaskuler.

2. Harga

Perbedaan cairan koloid dan kristaloid berikutnya yakni dari segi harga. Salah satu perbedaan yang mencolok adalah harga. Cairan koloid cenderung lebih mahal dari cairan kristaloid. Hal ini karena proses pembuatan cairan koloid yang lebih kompleks dan bahan bakunya yang lebih mahal, seperti albumin dan dekstran.

3. Efek Samping

Penggunaan cairan koloid dan kristaloid dapat menyebabkan efek samping yang berbeda. Cairan koloid dapat menyebabkan reaksi alergi, gangguan pembekuan darah, dan bahkan gagal ginjal jika digunakan dalam jangka panjang. 

Cairan kristaloid, meskipun lebih murah dan lebih mudah Anda dapatkan, bisa meningkatkan risiko edema, terutama pada pasien dengan gangguan ginjal atau jantung. Karena cairan kristaloid lebih mudah keluar dari pembuluh darah ke ruang interstisial.

Kegunaan Cairan Koloid dan Kristaloid dalam Resusitasi Cairan

Setelah mengetahui perbedaan cairan koloid dan kristaloid, pahami pula fungsinya. Cairan kristaloid umumnya berfungsi untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit dan hidrasi tubuh, serta sebagai cairan resusitasi pada kasus syok hipovolemik yang ringan. 

Baca Juga: Ikatan Kimia Glukosa yang Jadi Sumber Energi Bagi Organisme

Beberapa jenis cairan kristaloid yang sering orang gunakan antara lain saline 0,9% dan Ringer laktat. Di sisi lain, cairan koloid lebih sering digunakan untuk pasien yang mengalami kehilangan cairan yang lebih berat atau syok hipovolemik yang parah, seperti pada kasus perdarahan besar atau trauma berat. 

Karena molekulnya yang lebih besar, cairan koloid dapat bertahan lebih lama dalam pembuluh darah. Sehingga volume yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan dengan cairan kristaloid.

Memilih Antara Cairan Koloid dan Kristaloid

Pemilihan antara cairan koloid dan kristaloid bergantung pada kondisi pasien dan faktor klinis lainnya. Untuk pasien dengan syok hipovolemik akibat perdarahan, cairan kristaloid bisa Anda gunakan dalam jumlah besar (sekitar 3 kali volume darah yang hilang). 

Sebaliknya, cairan koloid hanya Anda perlukan dalam jumlah yang lebih sedikit untuk mencapai hasil yang serupa. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa meskipun cairan koloid dapat memberikan perbaikan hemodinamik yang lebih cepat. 

Tidak ada perbedaan signifikan dalam angka mortalitas antara pasien yang menerima cairan kristaloid atau koloid dalam perawatan ICU. Oleh karena itu, pemilihan cairan yang tepat harus mempertimbangkan kondisi spesifik pasien dan potensi efek samping yang dapat terjadi.

Efek Terhadap Ginjal dan Pembekuan Darah

Salah satu pertimbangan penting dalam memilih jenis cairan adalah dampaknya terhadap fungsi ginjal dan pembekuan darah. Penggunaan cairan kristaloid yang berlebihan, seperti saline 0,9%, dapat menyebabkan asidosis metabolik dan gangguan pembekuan darah. 

Sedangkan cairan koloid seperti HES (hydroxyethyl starch) juga dapat meningkatkan risiko gagal ginjal akut (AKI) dan gangguan pembekuan darah. Meskipun efek ini lebih jarang terjadi pada penggunaan gelatin dan albumin.

Kesimpulan

Meskipun cairan koloid dan kristaloid memiliki kelebihan masing-masing, pemilihan antara keduanya harus kita sesuaikan dengan kondisi pasien dan kebutuhan medis yang spesifik. Cairan kristaloid lebih murah dan lebih banyak berfungsi untuk resusitasi cairan.

Sedangkan cairan koloid lebih cocok untuk kasus syok hipovolemik yang parah dengan kehilangan cairan besar. Meskipun demikian, kedua jenis cairan ini harus Anda gunakan dengan hati-hati dan berdasarkan pertimbangan medis yang matang.

Baca Juga: Contoh Senyawa Meso, Asam Tartarat hingga 2,3-Dibromobutana

Demikian tadi ulasan perbedaan cairan koloid dan kristaloid. Penting untuk selalu berkonsultasi dengan tenaga medis yang berkompeten untuk menentukan jenis cairan yang tepat sesuai dengan kondisi pasien. (R10/HR-Online)

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |