Sejarah Jangari Cianjur yang Jadi Bagian Waduk Cirata

7 hours ago 8

Cianjur memiliki karakteristik yang berbeda apabila kita bandingkan kota-kota lain di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, atau Yogyakarta. Salah satu perbedaannya terletak pada sektor pariwisata, di mana destinasi wisata Cianjur masih kurang terekspos dan belum sepopuler kota tetangganya, Bandung. Meskipun demikian, Cianjur menyimpan banyak cerita menarik, terutama dari segi sejarah. Salah satu kisah bersejarah yang patut diketahui adalah sejarah Jangari Cianjur.

Baca Juga: Melihat Sejarah Benteng Palasari Sumedang, Peninggalan Belanda yang Masih Kokoh

Kisah Sejarah Jangari Cianjur

Sebenarnya, jika kita telusuri lebih dalam, Cianjur memiliki potensi wisata yang tidak kalah menarik dibandingkan daerah lainnya. Salah satu destinasi tersebut adalah Waduk Jangari. Awalnya, pembangunan waduk ini bertujuan sebagai sarana untuk menampung air guna mengantisipasi musim kemarau. Namun, seiring waktu, fungsinya berkembang menjadi objek wisata yang menarik untuk Anda kunjungi.

Asal Usul Nama Jangari

Sebelum pembangunan Waduk Cirata pada tahun 1983 silam, wilayah yang kini menjadi Danau Jangari merupakan daerah aliran sungai (DAS) Citarum yang sekelilingnya berupa pegunungan dan lembah-lembah. Penelusuran leksikografi terhadap kata “Jangari” dalam bahasa Sunda tidak menemukan arti langsung, namun ada beberapa kata yang mirip seperti “janari” (pagi buta), “jangar” (sakit kepala sebelah), dan frasa “Jang Ari” (gabungan nama panggilan Ujang dan Ari) yang mungkin tidak relevan secara langsung.

Dalam catatan sejarah Jangari Cianjur, penelusuran kartografis dari peta-peta kuno abad ke-19 dan awal abad ke-20 menunjukkan bahwa nama “Jangari” kemungkinan berasal dari nama gunung kuno di sekitar wilayah tersebut, yaitu Gunung Dingdinghari atau Dingding Ari. Nama gunung ini mengalami perubahan sebutan secara turun-temurun menjadi “Jangari” di wilayah Cianjur, sebagai bentuk ingatan kolektif masyarakat terhadap keberadaan gunung purba yang pernah ada di sana.

Pembentukan Waduk Jangari dan Fungsi Awalnya

Waduk Jangari terbentuk akibat pembangunan Waduk Cirata yang membendung Sungai Citarum. Waduk ini memiliki genangan air seluas sekitar 62 kilometer persegi yang tersebar di tiga kabupaten, yaitu Cianjur, Purwakarta, dan Bandung. Genangan air terluas berada di wilayah Kabupaten Cianjur, yang kemudian berfungsi sebagai objek wisata berbasis air.

Pembangunan waduk ini bermula pada awal 1980-an dan mulai beroperasi pada tahun 1988. Fungsi utama Waduk Jangari adalah sebagai penampung air untuk mengantisipasi musim kemarau dan sebagai sumber pembangkit listrik tenaga air. Namun seiring waktu, waduk ini juga berkembang menjadi destinasi wisata air yang populer di kalangan masyarakat lokal.

Peran dan Potensi Wisata Waduk Jangari

Dalam sejarah Jangari Cianjur, dulunya, waduk ini merupakan salah satu destinasi wisata favorit di Cianjur. Masyarakat sering mengadakan acara keluarga dan tradisi makan bersama (papajar) di sekitar danau ini, terutama saat menyambut bulan Ramadhan. Selain sebagai tempat rekreasi, waduk ini juga memiliki potensi wisata agro dan ekowisata hutan yang belum sepenuhnya dikembangkan.

Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, kondisi wisata Waduk Jangari mengalami penurunan dan menjadi kurang aktif atau “mati suri”. Hal ini terjadi akibat kurangnya pengelolaan dan promosi yang memadai. Alhasil daya tarik wisata ini belum mampu menarik wisatawan non-lokal maupun mancanegara secara signifikan.

Baca Juga: Sejarah Museum Ullen Sentalu Jogja yang Memikat Wisatawan

Warisan Budaya dan Legenda Lokal

Selain aspek fisik dan fungsi waduk, Jangari juga memiliki nilai sejarah dan budaya yang kuat. Menurut cerita rakyat dan dongeng lokal, wilayah ini terkait dengan kisah-kisah sakti dan tokoh-tokoh legendaris dari kerajaan-kerajaan di sekitar Cianjur. 

Misalnya saja Pangeran Laganastasoma dari kerajaan Jampang Manggung yang hidup sekitar abad ke-5 Masehi. Tapak kaki sakti yang disebut Sanghyang Tapak dipercaya berada di kawasan ini. Hal itu tentu saja menambah dimensi mistis dan budaya yang melekat pada Jangari.

Potensi Wisata Waduk Cirata

Waduk Cirata seluas 43.777,6 hektar menyimpan potensi wisata yang belum sepenuhnya berkembang, seperti wisata bendungan, wisata argo, dan wisata hutan. Waduk ini berfungsi utama sebagai pembangkit listrik, namun turut mendorong aktivitas pariwisata di sekitarnya. Lokasinya strategis karena berada di jalur penghubung Cianjur–Jakarta–Bogor dan Bandung.

Wisata Jangari dan Calingcing

Objek wisata Jangari terletak di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, sekitar 17 km dari pusat Kota Cianjur, dengan luas sekitar 15 hektar. Sedangkan Calingcing berada di Desa Sindangjaya, Kecamatan Ciranjang, berjarak 20 km dari pusat kota dengan luas sekitar 5 hektar. Di kedua kawasan ini, wisatawan dapat menikmati alam terbuka seperti memancing, berperahu seharga Rp30.000 untuk 2–3 jam, dan menyantap hidangan ikan di restoran terapung. 

Namun, banyaknya jaring terapung kini mengganggu pemandangan waduk. Selama hari libur, Jangari menghadirkan hiburan seni tradisional dan musik dangdut untuk menarik pengunjung. Pengelolaan Jangari dan Calingcing berada di bawah Pemda Cianjur. Sayangnya, Calingcing belum berkembang seperti Jangari karena aksesnya lebih sulit dan minim fasilitas, meski harga tiket masuk tetap Rp5000 per orang.

Baca Juga: Sejarah Pabrik Tjipetir, Jejak Industri yang Mendunia dari Sukabumi

Demikian sejarah Jangari Cianjur yang merupakan perpaduan antara warisan alam, budaya, dan pembangunan modern. Sejarah nama Jangari yang kini terkenal sebagai danau buatan dalam Waduk Cirata Cianjur, berasal dari nama gunung purba yang menjadi penanda wilayah sejak masa kolonial. Tertarik untuk berkunjung? (R10/HR-Online)

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |