tirto.id - Perkara tersulut emosi, 11 remaja termasuk 4 anak di bawah umur, jadi tersangka pengeroyokan di Polres Bantul. Mereka tega mengeroyok korban dengan inisial RSI sampai babak belur dan akhirnya meninggal dunia.
Kasat Reskrim Polres Bantul, AKP Dian Purnomo, menjelaskan kasus ini berawal dari laporan warga pada Minggu (13/10/2024) pukul 08.30 WIB. Laporan itu menyatakan bahwa ada seorang anak laki-laki meninggal dunia di rumah milik KY, Dusun Kretek RT 07, Kalurahan Parangtritis, Kapanewon Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
"Pelapor bersama piket Reskrim Polres Bantul mendatangi lokasi, dan benar bahwa telah ditemukan seorang anak laki-laki berusia 16 tahun telah ditemukan meninggal dunia," ujar Dian dalam konferensi pers yang digelar di Mapolres Bantul, Senin (21/10/2024).
Pada hari yang sama, Tim Opsnal Jatanras Polres Bantul bersama anggota Polsek Kretek melaksanakan penyelidikan.
"Berdasar penyelidikan, Satreskrim Polsek Kretek melaksanakan penangkapan dengan beberapa hasil. Pelaku berjumlah 11 orang, terdiri 7 dewasa dan empat anak di bawah umur," beber Dian.
Dian bilang, berdasar hasil interogasi awal para pelaku, mereka membenarkan dan mengiyakan jika mereka telah melakukan pengeroyokan. Para pelaku, kata Dian, kemudian menjabarkan bahwa pengeroyokan dilakukan di empat lokasi.
Pertama, di depan RS Santa Elisabeth sekitar pukul 01.00 WIB. Kedua, di tempat penggergajian kayu milik KY sekitar pukul 01.30 WIB. Ketiga, di rumah pelaku bernama BK yang berlokasi Seloharjo, Pundong, Bantul pada pukul 02.30 WIB. Keempat, di jalan arah Watu Lumbung Kretek kemudian ke penggergajian kayu milik ayah salah satu pelaku yang masih berusia di bawah umur, peristiwa terjadi sekitar pukul 03.00 WIB.
Terkait motif para pelaku, Dian membeberkan, menggeroyok karena tersulut emosi. Korban diduga memberikan pil sapi pada seorang remaja berinisial AI.
Hal itu diduga mengakibatkan AI mengalami kecelakaan tunggal dan mendapat perawatan di RS Santa Elisabeth. Saudara AI kemudian meminta kejelasan terhadap RSI, namun korban justru memberikan jawaban yang berbelit-belit.
"Motif kejahatan rombongan sesuai keterangan, rombongan pelaku adalah teman anak berhadapan hukum (ABH). Pukul 23.30 WIB bersama korban (RSI), terjadi kecelakaan tunggal. (AI) dibawa ke Elisabeth. Namun, rombongan pelaku menanyakan kenapa terjadi kecelakaan, korban (RSI) berbelit tidak bisa memberikan keterangan jelas," papar Dian.
Dian lantas menyatakan pihaknya masih melakukan pendalaman terhadap alasan para pelaku mau diajak anak di bawah umur yang merupakan saudara dari AI untuk melakukan pengeroyokan terhadap RSI. Selain itu, polisi juga mendalami dugaan RSI memberikan pil sapi pada AI.
Terkait dengan alasan kematian RSI, Dian pun membeberkan kini polisi tengah menunggu hasil autopsi.
"Tidak [ditemukan luka senjata tajam]. Belum tahu (saat meninggalkan RSI akan meninggal). Dia (pelaku) menerangkan korban hanya lemas," jelas Dian.
Akibat perbuatannya, tujuh pelaku yang terdiri dari Oskar Maylano (20), Bryan Kurnia Saputra (19), Rifal Zaky Pratama (19), Fito Nur Alfiansyah (21), Devanda Dwi Saputra (20), Diki Pamulya (19), Egine Aka Wira Dinata (19), dan 4 ABH dengan rentan usia 15-16 tahun kini ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat dengan Pasal 80 ayat (1) Jo 76 c Undang-Undang RI No 35/2014 tentang perubahan Undang-Undang No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Selain itu, mereka juga disangkakan Pasal 170 ayat (1), (2.ke-3) KUHP dengan ancaman penjara paling lama 12 tahun.
Pada wartawan, tersangka Oskar Maylano berdalih, pemukulan terhadap RSI merupakan tindakan spontanitas. Dia diajak oleh saudara dari AI yang mengalami kecelakaan dan dirawat di RS Santa Elisabeth.
"Selanjutnya ketemu korban. Ditanya berbelit-belit. Emosi, spontan (memukul RSI)," ujarnya.
Oskar juga berdalih, tidak tahu kalau RSI meninggal. Sebab sampai pengeroyokan di lokasi ke empat, RSI masih bisa bicara untuk pamit tidur karena kelelahan.
"Waktu ditinggal masih bisa bicara, jalan tidur sendiri," lontarnya.
tirto.id - Hukum
Kontributor: Siti Fatimah
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Bayu Septianto