tirto.id - Salah satu momen yang paling banyak dinantikan pada bulan Ramadhan adalah waktu berbuka puasa atau iftar, yang selanjutnya menjadi buka puasa bersama—dari istilah ifthar jama’i.
Tradisi buka bersama, baik dengan keluarga, kerabat, maupun teman-teman, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya umat Islam. Pada tahun 2023, UNESCO bahkan memasukkan tradisi buka puasa bersama sebagai warisan budaya non-benda, mengapresiasi nilai sosial dan spiritual yang terkandung di dalamnya.
Kebersamaan, Berbagi, dan Rasa Syukur
Dalam sejarah, Rasulullah selalu berbuka bersama para sahabatnya, bahkan ia menekankan pentingnya berbagi makanan dengan orang lain.
Salah satu hadis menyebutkan bahwa Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang memberi makan untuk berbuka puasa bagi orang yang berpuasa, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikit pun.” (HR. Tirmidzi).
Rasulullah selalu memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang berbuka sendirian jika masih ada makanan untuk dibagikan. Nilai-nilai inilah yang kemudian diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya dan terus dipraktikkan hingga saat ini.
Buka puasa bersama memiliki makna yang mendalam bagi umat Islam. Pertama, kegiatan ini menjadi wadah untuk memperkuat hubungan sosial. Dalam kesibukan sehari-hari, sering kali kita tidak memiliki waktu yang cukup untuk berkumpul dengan keluarga atau teman-teman.
Seturut Mahi M. Hikmat, Dosen UIN Sunan Gunung Djati, buka bersama kerap menjadi momentum silaturahmi sebagai sarana komunikasi di antara sesama muslim untuk berbagi kenikmatan makanan.
“Kendati realitas lainnya pun sulit disangkal. Ada saja pihak-pihak yang membumbui buka bersama dengan mempertontonkan foya-foya kemewahan di antara warga yang kaya raya,” sambungnya.
Kedua, buka bersama juga menjadi sarana untuk berbagi rezeki. Dengan mengundang orang lain untuk berbuka bersama, kita tidak hanya memberikan makanan, tetapi juga memberikan kebahagiaan dan keberkahan kepada mereka.
Ketiga, buka bersama adalah momen untuk mengungkapkan rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah Swt. Setelah seharian menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan puasa, berbuka puasa menjadi pengingat bahwa segala rezeki yang kita miliki adalah anugerah dari-Nya. Oleh karena itu, buka bersama diisi dengan doa dan ucapan syukur.
Perlu ditekankan bahwa buka bersama bukanlah kegiatan yang bersifat wajib dalam Islam. Namun, ia memiliki nilai yang sangat positif dalam membangun kebersamaan dan kebaikan.
Warga menunggu waktu berbuka puasa bersama di Masjid Sheikh Zayed, Solo, Jawa Tengah, Minggu (2/3/2025). Badan Pengelola Masjid Raya Syeikh Zayed menyiapkan tujuh ribu paket takjil berbuka puasa setiap harinya selama bulan Ramadhan. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/nym.
Waktu Buka Puasa
Waktu berbuka puasa bertepatan dengan matahari terbenam dan salat Magrib, dengan waktu yang tentu berbeda-beda di setiap wilayah.
Di Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa, waktu berbuka puasa relatif konsisten sepanjang tahun, berkisar antara pukul 17.30 hingga 18.30. Namun, di negara-negara yang berada di belahan bumi utara, waktu berbuka puasa bisa lebih cepat atau lebih lambat tergantung musim.
Dalam buku Mosaik Ramadhan:13 Cerita Seru Seputar Ramadhan (2020:58), Suci Rimadheni berbagi pengalamannya saat berpuasa di Finlandia yang berdurasi sekitar 21-22 jam. Ia tidak memiliki kebiasaan buka bersama, kecuali di akhir pekan saat KBRI Finlandia rutin mengadakan buka, tarawih, dan sahur bersama.
Di negara-negara Eropa lain seperti Inggris atau Jerman, waktu berbuka puasa pada musim panas bisa sangat larut, bahkan mendekati pukul 21.00 atau lebih. Sebaliknya, pada musim dingin, waktu berbuka bisa lebih cepat, sekitar pukul 15.00.
Sementara di daerah kutub, matahari bisa tetap terlihat selama 24 jam (midnight sun) atau sama sekali tidak terbit selama berhari-hari (polar night) tergantung musimnya.
Sebuah studi menyebut ini terjadi karena kemiringan sumbu Bumi (23,5°) sehingga memengaruhi panjang hari musiman, yang menyebabkan siang yang lebih lama di musim panas dan malam yang lebih lama di musim dingin.
Untuk mengatasi hal ini, umat Islam di daerah kutub umumnya mengikuti waktu berbuka puasa dari kota terdekat yang memiliki siklus siang dan malam yang normal.
Tradisi Buka Bersama
Di Indonesia, tradisi buka bersama telah menjadi bagian dari budaya Ramadhan yang khas. Berbagai lapisan masyarakat, mulai dari keluarga, komunitas, hingga perusahaan, sering kali mengadakan acara buka bersama.
Di beberapa daerah, masyarakat sering menyiapkan takjil (penganan dan minuman untuk berbuka puasa) yang sering dibagikan kepada tetangga atau orang yang lewat di depan rumah). Takjil berasal dari bahasa Arab yang berarti "mempercepat" atau "bersegera". Maksudnya, bersegera berbuka puasa jika waktunya telah tiba. Selain itu, di beberapa masjid atau musala, sering diadakan buka bersama gratis untuk para jemaah dan masyarakat kurang mampu.
Tradisi buka bersama biasanya memang ditemukan di berbagai negara dengan penduduk mayoritas muslim. Di negeri jiran Malaysia, buka puasa sering diisi dengan hidangan khas seperti bubur lambuk (bubur daging), ayam percik, dan kuih-muih (kue tradisional). Di Arab Saudi, selain kurma, hidangan khasnya adalah nasi kabsah, sambusa (sejenis samosa), yoghurt, hingga haleem (bubur gandum).
Sedangkan di Maroko, buka puasa diawali dengan harira, sup khas Maroko yang terbuat dari tomat, kacang-kacangan, dan daging. Setelah itu, disajikan hidangan utama seperti tagine (masakan daging dengan sayuran).
Umat muslim saat berbuka puasa bersama di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Senin (7/5/2019). tirto.id/Andrey Gromico
Di Turki, biasanya dimulai dengan makan kurma dan zaitun. Setelah itu, disajikan hidangan utama seperti pide (roti khas Turki), sup, dan daging. Kiwari, tradisi buka bersama di Turki sering diadakan di taman-taman atau tempat umum, diiringi dengan musik dan kegiatan komersial.
Defne Karaosmanoglu dalam jurnalnya “Nostalgia Spaces of Consumption and Heterotopia: Ramadhan Festivities in Istanbul” menilai ada peningkatan dalam budaya konsumerisme selama bulan Ramadhan, dengan supermarket yang menawarkan paket iftar dan restoran yang menyajikan menu khas Ottoman.
“Iftar yang dulunya merupakan kegiatan yang berpusat di rumah dan keluarga, telah dibawa ke restoran dan hotel-hotel yang diberi peringkat buku panduan di Istanbul selama tahun 1990-an,” tutur Defne.
Ia mencatat bahwa perayaan Ramadhan sering kali diwarnai dengan elemen kitsch--merujuk pada seni, objek, atau sentimentalitas yang dianggap norak, hambar, atau terlalu sentimental--dan komodifikasi, yang mengaburkan makna asli dari tradisi.
Buka puasa bersama juga dapat ditemukan pada komunitas yang berada di negara non-muslim seperti di Chicago, Amerika Serikat. Populasi muslim di kota tersebut, khususnya diaspora Palestina, telah tumbuh di daerah pinggiran kota seperti Bridgeview, Orland Park, dan Oak Lawn.
Pada tahun 1974, serangkaian foto mengabadikan makan malam berbuka puasa di rumah warga Chicago, Donna dan Abraham Mohammed.
tirto.id - News
Kontributor: Ali Zaenal
Penulis: Ali Zaenal
Editor: Irfan Teguh Pribadi