tirto.id - Ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan Hari Santri pada tahun 2015, timbul dan dinamika perdebatan di masyarakat. Beberapa pihak khawatir penetapan Hari Santri akan memperlebar polarisasi antara santri dan non-santri, serta pujian terhadap kalangan pesantren dikhawatirkan dapat merendahkan mereka yang tidak mondok.
Selain itu, penetapan Hari Santri dianggap sebagai upaya meraih simpati umat Islam. Namun tak sedikit yang juga menilai bahwa ini merupakan pengakuan tulus terhadap peran santri bagi bangsa ini.
Di tengah berbagai kontroversi tersebut, Jokowi tetap percaya bahwa Hari Santri adalah bentuk penghormatan kepada santri yang telah berperan penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Semangat nasionalisme para santri dinilai sebagai elemen perekat kebangsaan yang tetap relevan hingga kini.
Penetapan Hari Santri yang jatuh setiap tanggal 22 Oktober tidak terlepas dari peristiwa sejarah penting, yaitu Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh KH Hasyim Asyari pada tahun 1945. Resolusi ini memicu semangat perlawanan terhadap kedatangan Sekutu (kolonialisme) yang ingin kembali menjajah Indonesia. Peran ulama dan santri dalam peristiwa tersebut dianggap layak untuk mendapatkan tempat terhormat dalam sejarah, sebagaimana negara menghargai kontribusi kelompok lainnya.
Jokowi dan Komitmen terhadap Pesantren
Selama masa kepemimpinannya, Jokowi selalu memberikan perhatian khusus kepada pesantren dan santri. Tidak hanya kunjungan ke pesantren yang rutin dilakukan, tetapi juga melalui kebijakan-kebijakan konkret yang menjadikan pesantren sebagai penerima manfaat utama.
Salah satu pencapaian penting adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Melalui UU ini, pemerintah mengakui pesantren setara dengan sekolah dan universitas dalam sistem pendidikan nasional. Aturan ini juga memberi jaminan kebebasan bagi pesantren untuk menjalankan pendidikan sesuai dengan keyakinan dan tradisinya.
UU Pesantren ini menjadi langkah besar yang memberikan payung hukum bagi eksistensi pesantren. Dengan adanya regulasi ini, pesantren kini memiliki kedudukan yang lebih kuat dalam sistem pendidikan nasional, bebas dari dikotomi antara pendidikan agama dan pendidikan umum.
Presiden Joko Widodo sambutan di Hari Santri Nasional 2023. FOTO/Humas Kemenag.
Sebab, sebelum adanya aturan ini, pesantren seringkali dipandang sebelah mata dalam sistem pendidikan nasional. Meskipun eksistensi mereka sudah diakui, namun dalam kenyataannya pesantren belum memiliki posisi yang setara dengan lembaga pendidikan formal.
Menurut data dari Kementerian Agama RI pada 2023, sekuranganya terdapat 30 ribu pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia dengan total santri mencapai 4 juta siswa. Jumlah ini mencerminkan potensi besar pesantren dalam pendidikan dan pemberdayaan sosial serta ekonomi.
Penetapan UU Pesantren hingga Hari Santri menjadi bentuk komitmen Jokowi untuk mengakui peran santri dan pesantren. Santri bukan hanya pelajar agama, tetapi juga agen perubahan yang berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Dan, pesantren tak hanya diakui secara budaya tapi juga mendapat legitimasi legal.
Dana Abadi Pesantren: Menjamin Keberlanjutan Pendidikan
Peran Jokowi dalam mendukung pesantren juga terlihat melalui pengadaan Dana Abadi Pesantren (DAP), yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2021. Dana ini menjadi jaminan keberlanjutan pendidikan pesantren, karena tidak akan terkena refocusing anggaran.
Dengan adanya DAP, pesantren mendapatkan alokasi dana yang stabil untuk menjalankan berbagai program pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini memungkinkan pesantren untuk tidak hanya mencetak generasi yang faqih dalam ilmu agama, tetapi juga menjadi motor penggerak dalam pengembangan ekonomi, peningkatan kesehatan, dan penguatan jejaring sosial di masyarakat.
Dana Abadi Pesantren juga memberikan beasiswa bagi santri dan tenaga pendidik untuk melanjutkan studi, baik di dalam maupun luar negeri. Skema pembiayaan ini memberikan kesempatan lebih luas bagi santri untuk meningkatkan kualitas pendidikan mereka, sehingga mampu berkontribusi lebih besar bagi bangsa.
Bantuan dari pemerintah pusat maupun daerah melalui APBN dan APBD juga memperkuat dukungan finansial ini, menjadikan pesantren sebagai pusat pendidikan dan pemberdayaan yang terus berkembang. Langkah ini menunjukkan dukungan pemerintah terhadap program pendidikan dakwah, hingga pemberdayaan ekonomi dan sosial di pesantren. Akhirnya, pesnatren dilihat tak sekadar sebagai benteng moral tapi juga dapat menjadi motor penggerak pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Santri dan Pesantren sebagai Pilar Kemajuan Bangsa
Sejumlah santri mengikuti kegiatan doa Istighosah di Pondok Pesantren An-Nuqthah, Kota Tangerang, Banten, Kamis (22/10/2020). ANTARA FOTO/Fauzan/nz
Melalui kebijakan-kebijakan tersebut, Jokowi tidak hanya memberikan penghargaan simbolik kepada santri, tetapi juga membuka jalan bagi penguatan pesantren dalam tatanan pendidikan nasional. Pesantren kini memiliki rasa percaya diri yang lebih besar untuk terus mengembangkan potensinya, baik dalam bidang keagamaan maupun sosial-ekonomi.
Dengan dukungan penuh dari pemerintah, santri mampu berperan aktif dalam membangun negeri, membawa nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh para pendahulu, seperti KH Hasyim Asyari, ke dalam dinamika pembangunan Indonesia masa kini.
Jokowi, melalui komitmennya terhadap santri dan pesantren, telah menunjukkan bahwa keberpihakan pada pendidikan keagamaan bukan hanya sekadar retorika, tetapi nyata dalam kebijakan dan tindakan. Pesantren kini tidak hanya menjadi tempat belajar agama, tetapi juga menjadi pusat transformasi sosial yang turut memperkuat sendi-sendi bangsa.
Peran Jokowi dalam pembangunan pesantren adalah bukti bahwa negara hadir untuk memberikan ruang dan dukungan bagi seluruh elemen masyarakat, termasuk santri, untuk berkontribusi dalam membangun Indonesia yang lebih maju. Berbagai kebijakan ini bukan sekadar upaya meraih dukungan politik tetapi menjadi langkah strategis dalam menciptakan pendidikan yang inklusif dan relevan bagi semua lapisan masyarakat.
Tentu warisan ini merupakan salah satu hal yang perlu dijaga dan dilanjutkan oleh pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto. Masih banyak upaya perbaikan pesantren dan santri yang perlu dilakukan seperti penyetaraan kualitas pendidikan, pengembangan kemampuan santri di bidang teknologi dan sains, hingga alokasi Dana Abadi Pesantren yang lebih tepat sasaran. Semua itu membutuhkan komitmen dan dukungan pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang.
*Romzi Ahmad merupakan CEO Pesantren Development sekaligus Wakil Ketua Umum Siberkreasi.
*) Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.