tirto.id - Salah satu perilaku pelampiasan atau coping mechanism yang sering dilakukan oleh orang yang sedang stres adalah impulsive buying. Lalu, apa itu impulsive buying?
Impulsive buying jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti pembelian barang atau belanja secara impulsif yang dilakukan secara cepat, tiba-tiba, dan menurut suasana hati.
Tindakan belanja seperti ini tidak dilakukan dengan pemikiran yang matang, sehingga setelah melakukannya cenderung akan membuat menyesal karena kesehatan finansial yang terganggu.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi impulsive buying. Setiap orang berisiko mengalaminya apabila tidak dapat mengendalikan diri. Artikel ini akan membahas mengenai penyebab dan cara mengatasi impulsive buying.
Mengenal Perilaku Impulsive Buying
Impulsive buying adalah istilah yang digunakan untuk merujuk ketika seseorang membeli barang yang tidak direncanakan sebelumnya. Hal ini sering terjadi secara tak terduga dan di saat-saat yang mendesak, yang dipicu oleh beberapa hal seperti obral yang “tidak boleh dilewatkan” atau tiba-tiba menemukan barang incaran yang terlalu menggoda untuk dilewatkan.
Psikolog sekaligus Direktur Pusat Kepemimpinan dan Penelitian Kesehatan di Royal Roads University, Kanada, Elizabeth Hartney, pada laman Verywell Mind, menulis bahwa impulsive buying terkadang tidak terlalu berbahaya jika sesuai dengan anggaran seseorang. Namun, impulsive buying juga bisa mengakibatkan pengeluaran yang besar yang dapat menyebabkan masalah finansial.
Impulsive buying adalah sesuatu yang sering terjadi pada kebanyakan orang. Beberapa tanda impulsive buying seperti belanja lebih dari anggaran, sering melihat toko yang dapat memicu keinginan untuk membeli barang.
Selain itu, orang yang melakukan impulsive buying biasanya mendapatkan kepuasaan secara instan atas pembelian yang tidak direncanakannya. Tetapi, kemudian mereka terkadang berniat mengembalikan barang yang dibeli secara impulsif karena penyesalan.
Penyebab Impulsive Buying
Terdapat banyak faktor penyebab seseorang cenderung melakukan impulsive buying, antara lain sebagai berikut:
1. Pengaruh Emosional
Sulit untuk menjaga pikiran tetap jernih ketika berada di bawah tingkat stres atau kelelahan yang luar biasa, entah Anda mengantuk karena begadang semalaman atau lelah setelah bekerja.
Laman M2.0 Communications menulis, pada saat stres, kelelahan, atau kecemasan, korteks prefrontal analitik manusia akan menjadi tegang, yang bertanggung jawab atas pemikiran rasional dan pengambilan keputusan yang baik.
Sebaliknya, emosi mulai mengambil alih kendali, menguasai situasi melalui sistem limbik atau bagian dari otak yang terlibat dalam respons emosional. Orang kemudian dituntun untuk melakukan pembelian yang membuat mereka bahagia atau memberikan nilai emosional.
2. Kepuasan Instan
Berbelanja memberikan dopamin yang sangat dibutuhkan pada saat stres dan cemas. Memanjakan diri dalam konsumerisme mungkin menawarkan ledakan kepuasan instan sesaat, tetapi biasanya hanya berlangsung singkat.
Hal ini terutama berlaku bagi mereka yang memiliki kecenderungan melakukan impulsive buying, karena penelitian menunjukkan bahwa mereka sering membiarkan barang belanjaan mereka tidak digunakan atau hampir tidak disentuh.
3. Pengaruh sosial
Meskipun sebagian orang berpikir bahwa keputusan membeli sesuatu sepenuhnya adalah pilihan dari diri sendiri, pengaruh sosial dan tekanan teman sebaya dapat sangat mendorong pembelian impulsif.
Penelitian dari University of Florida dan University of Tennessee mengungkapkan bahwa kehadiran teman belanja dapat meningkatkan kemungkinan untuk berbelanja barang-barang yang tidak direncanakan, dengan potensi efek yang meningkat seiring dengan semakin eratnya ikatan antara pembeli.
Sebuah penelitian terbaru menyoroti bahwa anggota keluarga, terutama orang tua dan anak-anak, memiliki pengaruh yang lebih besar dalam mendorong impulsive buying dibandingkan orang lain seperti teman dekat atau pasangan.
4. Merasa Mendapat Keuntungan
Impulsive buying tidak selalu melibatkan pembelanjaan dalam jumlah besar untuk produk-produk mewah. Terkadang, orang melakukan pembelian impulsif dengan keyakinan bahwa hal itu akan menghemat uang mereka dalam jangka panjang.
Sesuai dengan survei yang dilakukan oleh Slickdeals, 45% responden menyatakan bahwa mereka hanya akan memanfaatkan produk yang sudah didiskon. Promosi penjualan dapat sangat memengaruhi perilaku pembelian konsumen karena mereka cenderung sadar harga, dan lebih cenderung memilih produk yang menawarkan penghematan yang lebih besar.
5. Rasa Ingin Memiliki
Seorang Psikolog sekaligus Asisten Profesor Program Studi Psikologi di University of Minnesota Duluth, Ian Zimmerman, menulis pada laman Psychology Today, rasa ingin memiliki sesuatu menjadi salah satu penyebab impulsive buying.
Ketika seseorang merasa memikirkan sebuah produk, akan terbentuk hubungan antara konsumen dan produk. Ketika konsumen terhubung, pikiran pada dasarnya mulai bertindak seolah-olah telah memiliki produk tersebut, sehingga sulit untuk tidak membelinya.
Hubungan fisik dengan sebuah produk tercipta ketika dekat dengan produk tersebut seperti saat dapat menyentuhnya. Hubungan temporal dengan suatu produk tercipta ketika konsumen bisa langsung membelinya. Terakhir, hubungan sosial dengan suatu produk tercipta ketika melihat seseorang menggunakannya dan konsumen membandingkan diri dengan orang tersebut.
Cara Mengatasi Perilaku Impulsive Buying
Cara mengatasi perilaku impulsive buying dapat dilakukan dengan mulai membentuk kebiasaan untuk mengontrol pengeluaran, antara lain:
1. Memahami Kebiasaan Belanja
Pantau anggaran, sehingga Anda bisa melihat ke mana saja uang pergi setiap bulannya. Jika menyadari bahwa Anda terlalu banyak menghabiskan uang untuk barang-barang tertentu atau terlalu sering berbelanja secara impulsif, segera ambil tindakan untuk mengubah kebiasaan tersebut.
2. Tetapkan Anggaran
Buatlah anggaran dan rencanakan berapa banyak yang ingin dibelanjakan untuk berbagai pengeluaran. Terkadang, akan lebih mudah untuk mengontrol pembelian impulsif jika Anda memberi kelonggaran pada diri sendiri untuk membelanjakan sejumlah kecil “uang senang-senang” untuk membeli yang diinginkan.
3. Bayar dengan Uang Tunai
Menggunakan kartu kredit akan membuat Anda lebih mudah berbelanja secara berlebihan. Sebagai gantinya, gunakan uang tunai atau kartu debit untuk mengetahui dengan pasti bagaimana pembelian memengaruhi rekening bank Anda.
4. Jauhi Godaan
Hindari pergi ke toko-toko tertentu jika tahu bahwa Anda akan cenderung berbelanja secara berlebihan di toko-toko tersebut. Jika memang harus berbelanja di sana, buatlah rencana, tetapkan anggaran yang ketat, dan ajaklah seorang teman yang bisa membantu Anda bertanggung jawab.
5. Biasakan Menunggu untuk Membeli Sesuatu
Jika Anda memiliki keinginan untuk melakukan pembelian yang tidak direncanakan, katakan pada diri sendiri bahwa Anda harus menunggu dalam jangka waktu tertentu sebelum Anda dapat membeli barang tersebut.
Temukan cara untuk mengalihkan perhatian. Anda mungkin akan menemukan bahwa keinginan untuk membeli barang tersebut mulai memudar dan mulai memikirkan urgensi dari membeli barang tersebut.
tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dhita Koesno