Bukan Hanya Hari Pahlawan, 10 November Juga Dikenal sebagai Hari Ganefo, Apa Itu?

6 days ago 3

Tanggal 10 November umumnya diperingati sebagai Hari Pahlawan, tetapi ternyata pada tanggal yang sama juga dikenal sebagai Hari Ganefo. Istilah ini merujuk pada peringatan penting bagi keterlibatan Indonesia dalam ranah perpolitikan global.

Ganefo yang diprakarsai oleh presiden Soekarno merupakan bentuk tandingan dari Olimpiade yang diselenggarakan oleh negara-negara Barat.

Tak mengherankan apabila banyak pihak yang kemudian menilai Ganefo sangat kental dengan unsur perpolitikan. Bahkan, ada yang menilai Ganefo merupakan bentuk perlawanan secara terang-terangan terhadap Barat.

Baca Juga: Sejarah Pangeran Sabrang Lor, Pejuang Tangguh Tanah Demak

Sejarah Hari Ganefo

Mengutip dari “Pesta Olahraga Ganefo Sebagai Bentuk Perlawanan Indonesia Terhadap Imperialisme Tahun 1963” (2016), Ide mengenai kemunculan GANEFO atau Games of the New Emerging Forces memang tidak bisa dipisahkan dari konflik yang mencuat antara Indonesia dan International Olympic Committee (IOC) pada 1962.

Konflik yang terjadi ketika pelaksanaan Asian Games IV itu bermula dari penolakan Indonesia terhadap ikut sertanya atlet dari Taiwan dan Israel dalam kompetisi tersebut.

Indonesia menganggap Israel merupakan negara yang melakukan kolonialisme terhadap Palestina. Sedangkan dalam kasus Taiwan, negara ini dianggap sebagai bagian dari Tiongkok yang merupakan kelompok pro-imperialisme Barat.

Konflik yang terjadi tersebut berujung pada sanksi dari IOC terhadap Indonesia. Namun, Soekarno tak kehabisan akal. Momen tersebut justru ia manfaatkan sebagai ide untuk mencetuskan kompetisi olahraga alternatif.

Soekarno juga menjadikan Ganefo sebagai upaya untuk mempererat solidaritas negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin dan Eropa Timur yang menolak atas dominasi Blok Barat dan Blok Timur kala itu.

Kompetisi tersebut digelar pada 10-22 November 1963 dan melibatkan 51 negara. Pada kesempatan tersebut terdapat 20 cabang olahraga dan China berhasil keluar sebagai pemenanganya.

Tanggal mulainya Ganefo ini kemudian menjadi Hari Ganefo, momen bersejarah keterlibatan Indonesia dalam agenda olahraga kala itu.

Perlawanan terhadap Imperialisme Negara-Negara Barat

Mengutip dari, “Ganefo Sebagai Wahana Dalam Mewujudkan Konsepsi Politik Luar Negeri Soekarno 1963-1967” (2013), selain sebagai upaya untuk mempererat persahabatan antara negara-negara yang menentang dominasi Blok Barat dan Timur, sebenarnya Ganefo juga merupakan simbol dari perlawanan terhadap imperialisme dan kolonialisme.

Salah satu semboyannya kala itu adalah “Onward! No Retreat!” yang menjadi simbol perlawanan.

Baca Juga: Sejarah Masjid Syuhada Yogyakarta dan Proses Pembangunannya

Ide lain yang ditawarkan oleh Soekarno melalui kompetisi tersebut adalah gagasan mengenai tatanan dunia baru tanpa adanya eksploitasi dan imperialisme. Soekarno mendambakan bahwa setiap negara dapat hidup dalam keadilan dan persahabatan.

Oleh karena itulah keberadaan Ganefo menjadi sangat penting sebagai alat untuk menunjukkan bahwa negara-negara berkembang juga mampu menciptakan event internasional tanpa campur tangan Barat.

Tak hanya itu pada penyelenggaraan Ganefo tersebut juga terselip harapan bagi bangsa Indonesia agar tumbuh semangat nasionalisme dan harkat martabatnya di mata internasional.

Apalagi, penduduk di kepulauan-kepulauan Indonesia mengalami penjajahan ratusan tahun lamanya membuat pemikiran sebagai bangsa terjajah tumbuh subur di masyarakat.

Tak mengherankan apabila bangsa Indonesia kala itu justru merasa jadi bangsa yang minder dan tidak pantas berkancah pada ranah internasional.

Berakhirnya Ganefo

Gagasan Ganefo ini sebenarnya merupakan gagasan besar yang membawa dampak yang luar biasa. Tidak hanya dalam konteks olahraga tetapi juga perpolitikan.

Agenda politik ini kemudian berakhir pula ketika Presiden Soekarno turun dari kursi kekuasaan.

Mengutip dari, “Ganefo I 1963 di Jakarta: Manifestasi Kekuatan Baru dalam Olahraga, Politik, dan Persaingan Global” (2024), Berakhirnya Ganefo pada tahun 1965 merupakan akibat ketidakstabilan politik kala itu.

Munculnya Surat Perintah 11 Maret atau Supersemar menjadi tanda peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto. Hal ini kemudian berdampak pada kebijakan-kebijakan Soekarno, termasuk Ganefo.

Tak hanya itu, berakhirnya Ganefo ini juga sebenarnya berkaitan erat dengan dukungan dari negara-negara pendukungnya. sehingga tak mengherankan apabila runtuhnya Ganefo tinggal menunggu waktu saja.

Arah kebijakan Presiden Soeharto pun cenderung memiliki perbedaan. Presiden Soeharto melakukan kebijakan normalisasi hubungan dengan Malaysia yang sempat renggang.

Baca Juga: Sejarah Kampung Arab di Puncak Bogor, dari Sindrom Cinderella Complex hingga Komodifikasi Perempuan

Tak hanya itu, Presiden Soeharto juga kemudian terlibat kembali dalam lembaga internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pada akhirnya ide dan gagasan Presiden Soekarno ini runtuh dengan sendirinya, seiring dengan berakhirnya masa kekuasaan dan permasalahan di dalamnya. (Azi Wansaka/R7/HR-Online/Editor-Ndu)

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |