harapanrakyat.com,- Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, meninjau bantaran Sungai Pintu Air Sekunder dari Kalimalang, Karawang Barat. Ia menemukan ratusan rumah warga berdiri di atas lahan yang merupakan tanah pengairan.
Melansir dari unggahan kanal YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel, Dedi Mulyadi didampingi lurah setempat yang menjelaskan detail permasalahan di sekitar bantaran Sungai ini.
Kepada Gubernur Dedi Mulyadi, Pak Lurah mengungkapkan bahwa saluran air yang seharusnya memiliki lebar tiga meter dan dipakai untuk mengairi sawah kini terhambat karena banyaknya bangunan liar.
“Kendalanya di sini nih, ini sungai sebenarnya 3 meter sehubungan banyak bangunan liar yang tadinya beli garapan ke PJT,” kata Pak Lurah, dikutip Selasa (30/09/2025).
Karena itu, KDM menginstruksikan agar bangunan liar yang menutupi saluran air Sungai Pintu Air dari Kalimalang segera dibongkar agar fungsi alirannya bisa kembali normal.
“Bongkar aja bangunan liarnya,” ujar Dedi Mulyadi.
“Ini seluruh air ini harusnya ngalir ke sawah?” tanya Dedi Mulyadi.
“Iya 40 hektar,” kata Pak Lurah.
Baca Juga: Dedi Mulyadi Minta Seluruh Kepala Daerah di Jawa Barat Tak Kendorkan Pembangunan Meski TKD
173 Rumah di Bantaran Sungai Pintu Air dari Kalimalang Karawang Akan Dibongkar, Ini Solusi Dedi Mulyadi untuk Warga
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi juga langsung menegur salah satu warga yang membangun rumah di atas saluran air Sungai Pintu Air Sekunder dari Kalimalang inj.
“Ini kenapa bikin rumahnya di atas saluran? Izin dari mana?” tanya KDM kepada seorang warga.
“Gak ada izinan Pak,” jawab warga.
“Ini kita akan bongkar pak, salurannya harus dinormalkan kembali,” kata Dedi Mulyadi.
Berdasarkan pernyataan dari lurah, jumlah rumah yang berdiri di atas tanah lahan pengairan Sungai ini berjumlah 173 Kepala Keluarga (KK).
Kemudian Dedi Mulyadi menanyakan kepada lurah apakah ada tanah lain yang bisa dipakai untuk membangun rumah warga. Ia rupanya ingin semua warga bisa tinggal dengan layak.
“Bapak punya gak tanah disini yang bisa dibeli untuk ini dibangunin rumah? Kan ini maksudnya warganya direlokasi siapin rumah,” ujar Dedi Mulyadi.
“Ada pak,” jawab Pak Lurah.
Untuk itu, Dedi Mulyadi meminta warga tetap tenang karena ia berjanji tidak akan menyengsarakan warga. Ia akan memberikan bantuan biaya kontrakan sebesar Rp10 juta per rumah.
Kemudian tahap kedua adalah membangunkan rumah bagi seluruh warga di lokasi yang nanti akan disiapkan.
“Saya tidak akan menyengsarakan warga. Ini tahap pertama dibere duit ngontrak we heula (tahap pertama dikasih uang ngontrak dulu aja) Rp10 juta 1 rumah, tahap kadua dibangunken imahna (tahap kedua dibangunkan rumah),” jelas Dedi Mulyadi.
Komentar Warganet
Banyak warganet yang berkomentar menilai bahwa bangunan liar di bantaran kali sudah terjadi ada sejak zaman dahulu. Mereka menilai salah satu penyebabnya adalah lemahnya ketegasan pemerintah dalam menertibkan kawasan bantaran kali.
Akhirnya lahan yang seharusnya berfungsi sebagai pengairan, malah beralih fungsi menjadi pemukiman warga. Bahkan hal ini tidak hanya terjadi di Jawa Barat, tetapi juga di berbagai kota besar di Indonesia.
“Bantaran kali jadi perumahan itu sudah ada sejak jaman dahulu. Akibat pemerintah loyo tidak tegas akhirnya semua bantaran kali dikuasai masyarakat bukan hanya terjadi di Jabar tapi di seluruh kota besar Indonesia,” komentar akun @pe***.
Warganet lain menilai bahwa pembangunan di Jawa Barat yang dianggap semrawut selama ini, salah satu faktornya karena banyak tanah yang seharusnya digunakan untuk irigasi dialih fungsikan.
“Jadi wajar pembangunan semrawut di Jabar krn banyak tanah pengairan yg peruntukannya buat irigasi malah dibangun bangunan liar tapi sekarang mulai dirapihkan oleh KDM,” komentar akun @ab***.
Salain itu, terdapat warganet lain yang mengapresiasi sikap Gubernur Jabar Dedi Mulyadi. Ia menilai bahwa setiap kali melakukan pembongkaran, ia selalu memikirkan nasib masyarakat yang terdampak dan memikirkan solusinya.
“Setiap pembongkaran, KDM sll memperdulikan rakyatnya dengan solusi yg baik dan layak digantikan dengan rumah lagi,” komentar akun lainnya. (Erna/R7/HR-Online/Editor-Ndu)