harapanrakyat.com,- Polisi menetapkan KN sebagai tersangka dalam kasus penipuan dan penggelapan dugaan arisan-investasi bodong di Kota Banjar, Jawa Barat.
Sebelumnya, emak-emak yang menjadi korban telah melaporkan perempuan berinisial KN sebagai owner arisan ke Mapolres Kota Banjar.
Kapolres Kota Banjar, AKBP Danny Yulianto mengatakan, saat ini pihaknya sudah menetapkan satu orang tersangka dalam perkara tersebut.
“Sudah (ditetapkan tersangka), salah satu korban dulu kita naikan LP-nya sehingga nanti yang lain kita susulkan berapa jumlah korban dan kerugian,” kata Danny Yulianto, Kamis (24/10/2024).
Ia menjelaskan, sebelum masuk ke tahap penyidikan pihaknya sudah menyampaikan kepada keluarga terkait pengembalian kerugian korban.
Akan tetapi, karena jumlah kerugian dari korban yang tercatat cukup banyak sehingga pihak keluarga tidak bisa menyanggupi.
“Kan kita juga sampaikan apakah ada kemungkinan dilakukan pengembalian kerugian. Namun, mengingat jumlahnya cukup banyak dan keluarga juga sudah tidak sanggup, sehingga proses pidana tetap lanjut,” jelasnya.
Menurutnya, sampai saat ini kerugian yang dialami para korban masih dalam proses penghitungan, tetapi berkisar mencapai Rp 600 juta.
“Masih proses penghitungan, sementara sudah ada ratusan juga. Kita kan belum tahu dari uang yang sudah dimasukan sebagian ada yang sudah dikembalikan, nah itu kan harus dihitung lagi,” paparnya.
Baca Juga: Polisi Mintai Keterangan Terduga Pelaku Penipuan Arisan dan Investasi Bodong di Kota Banjar
Selain itu, untuk kepemilikan aset polisi masih meminta keterangan dari tersangka. Namun, sebagian besar uang yang dikelola itu sudah dibelikan suatu barang.
“Sebagian besar juga pernah dibelikan suatu barang tapi kemudian sudah dijual dan hasilnya digunakan untuk kebutuhan hidup,” terangnya.
Lebih lanjut, pihaknya akan berupaya mencari aset yang merupakan hasil tindak pidana atau terkait dengan tindak pidana bisa dilakukan penyitaan.
Pernyataan Kuasa Hukum Korban Terkait Ganti Rugi Kasus Arisan-Investasi Bodong di Kota Banjar
Sementara itu, Kuasa Hukum korban, Kukun Abdul Syakur mengatakan, para korban berhak mendapatkan ganti kerugian, sehingga pihaknya akan mengajukan permohonan restitusi.
Kukun menjelaskan, aturan terkait restitusi tertuang dalam Undang-undang No. 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dalam pasal 7A ayat 1 menyebutkan korban berhak mendapatkan ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan.
Kemudian, kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana dan atau penggantian biaya perawatan medis dan atau psikologis.
“Jadi ada empat cara yang bisa diajukan korban untuk mendapat restitusi dari pelaku tindak pidana. Pertama mengajukan gugatan perdata di pengadilan negeri,” jelasnya.
Baca Juga: Diduga Tertipu Arisan dan Investasi Bodong Miliaran Rupiah, Emak-emak di Kota Banjar Lapor Polisi
Selanjutnya, kedua dengan menggabungkan gugatan restitusi dengan perkara tindak pidana. Mekanisme ini sudah diatur dalam pasal 98-101 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
“Mekanisme ini memungkinkan korban bisa menitipkan gugatan perdata ketika proses persidangan. Ini berlaku jika korban tindak pidana menimbulkan kerugian,” paparnya.
Kemudian, mekanisme ketiga, yakni dengan mengajukan restitusi melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Mekanisme yang terakhir adalah pengadilan tindak pidana korupsi. Dalam kasus korupsi negara adalah pihak yang dirugikan. Sehingga pelaku harus membayar uang pengganti kerugian negara,” pungkasnya. (Sandi/R7/HR-Online/Editor-Ndu)