harapanrakyat.com,- Pelajar masuk kategori dalam Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu atau Poe Ibu yang digagas Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Melalui gerakan Poe Ibu, pelajar di Jawa Barat diajak untuk menyisihkan uang Rp1.000 per hari. Hal ini mendapat sorotan dari Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) Jawa Barat.
Ketua Fortusis Jawa Barat, Dwi Subanto mengatakan, harus ada pengawasan yang independen, sehingga tercipta transparansi dan akuntabilitas ketika donasi dan penggunaan dana.
Sebab, selama ini Dwi sering mendapati pungutan di sekolah-sekolah tidak mengindahkan tranparansi dan akuntabilitas, meski Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu tidak wajib karena bersifat ajakan.
“Yang paling utama kan transparansi dan akuntabilitasnya,” kata Dwi, Selasa (7/10/2025).
Ia tak menampik bahwa Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu yang turut mengajak para pelajar ini memiliki tujuan baik, seperti halnya Makan Bergizi Gratis (MBG).
Namun, tujuan baik dari sebuah program maupun gerakan itu seringkali tidak terlaksana dengan baik di lapangan.
“Sebenarnya niatnya kan luhur dan baik. Tapi masalahnya, pelaksanaan di lapangannya itu,” ujarnya.
Baca Juga: BKD Jawa Barat Beberkan Indikator ASN Malas yang akan Diunggah di Media Sosial
Oleh karena itu, Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu terutama di kalangan pelajar harus ada yang mengawasinya.
Sehingga, sasaran yang mendapat bantuan Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu ini tepat sasaran atau pelajar yang sedang tertimpa kesusahan.
“Harus tepat sasaran, karena kan ini berhubungan dengan keuangan ya. Bisa pakai data Dinsos atau dari Kementerian Sosial,” tuturnya.
Berita sebelumnya, Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat, Herman Suryatman mengatakan, tujuan adanya Gerakan Poe Ibu untuk mengakselerasi persoalan kecil masyarakat. Sehingga, masalah kecil di tengah masyarakat bisa terselesaikan dengan cepat, tanpa harus menunggu bantuan dari pemerintah.
Mengingat, Indonesia ini memiliki budaya gotong royong, sehingga dengan itu asas kerelawanan dan kesetiakawanan sosial tetap terjaga.
“Modal sosial itu harus kita jaga bersama. Kita kan punya budaya gotong royong, kerelawanan sosial, maupun kesetiakawanan,” kata Herman, Senin (6/10/2025).
Gerakan Rereongan Sarebu untuk Pelajar di Jawa Barat Tidak Wajib
Namun, donasi uang seribu rupiah per hari bukan merupakan kewajiban, melainkan sukarela bagi mereka yang mampu dan mau. Apabila ada yang tidak berkenan mendonasikan Rp1.000 per hari dalam Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu, tidak akan mendapatkan sanksi.
“Kalau ASN seharusnya mampu. Tapi ini tidak wajib, tapi imbauan, ajakan. Jika tidak mampu, jangan memaksakan diri,” ujarnya.
Herman menjelaskan, Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu hanya berfokus menyelesaikan masalah pendidikan dan kesehatan di masyarakat, tetapi bobotnya kecil.
Misalkan, ada pelajar di salah satu daerah di Jawa tidak memiliki seragam untuk bersekolah, bisa terbantu dengan gerakan ini. Kemudian, ada warga kurang mampu yang sedang sakit, tetapi pihak keluarga memiliki keterbatasan ekonomi jika harus menunggu di rumah sakit.
“Masalah itu kan bisa terselesaikan di masyarakat. Jadi Pak Gubernur menerbitkan surat edaran itu. Sehingga, tidak harus datang ke Lembur Pakuan maupun ke Provinsi, karena masyarakat sudah ikut berperan,” ucapnya.
Ia menambahkan, pengumpulan donasi dalam Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu langsung oleh ASN, pelajar maupun guru di sekolah, dan masyarakat.
Mereka bisa membuka rekening, mengelola donasi uang seribu rupiah per hari, hingga mendistribusikan bantuan. Sehingga, akuntabilitas dan transparansi Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu tetap terjaga.
Baca Juga: Program Sapoe Sarebu Disebut Pungli, Emak-emak Sebut Dedi Mulyadi Kelaparan
“Jadi dari masyarakat untuk masyarakat. Mulai dari membuka rekening sampai pendistribusian bantuan dari donasi yang terkumpul ini oleh mereka sepenuhnya,” tuturnya. (Reza/R7/HR-Online/Editor-Ndu)