Sejarah masjid Kwitang memiliki perjalanan cerita yang panjang akan sosok pendirinya yakni Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi. Masjid bersejarah di wilayah DKI Jakarta ini merupakan saksi perjuangan dakwah Habib Ali Kwitang sekitar tahun 1938 di Jakarta.
Lokasinya terletak di Jl. Kembang VI No.4A, RT.1/RW.2, Kwitang, Kec. Senen, Kota Jakarta Pusat. Saat ini, keberadaan masjid ini menjadi salah satu objek wisata religi yang ramai dikunjungi oleh masyarakat Jakarta dan wilayah sekitarnya.
Baca Juga: Sejarah Masjid Syuhada Yogyakarta dan Proses Pembangunannya
Nah, untuk mengetahui lebih lanjut terkait sejarah masjid “Taman Surga” Kwitang tersebut, ikuti perjalanan historis bangunan tersebut selengkapnya dalam artikel berikut ini!
Perjalanan Sejarah Masjid Kwitang dan Profil Pendirinya
Profil Habib Ali Kwitang memiliki nama asli Ali bin Abdurrahman Alhabsyi. Ia merupakan salah seorang tokoh penyebar agama Islam terdepan di Jakarta pada abad 20 sekaligus sosok pendiri masjid tersebut. Tokoh ini lahir pada 20 April 1869 dari seorang ayah bernama Abdurrahman bin Abdullah Al- habsyi atau biasa terkenal dengan “Habib Cikini.”
Ayahnya merupakan sahabat dan ipar dari Maestro lukis Raden Saleh, sedangkan ibunya bernama Hajjah Salmah yaitu seorang Putri ulama Betawi dari Kampung Melayu, Jatinegara Jakarta Timur. Setelah menuntut ilmu di Hadramaut, Habib Kwitang pun mulai berdakwah sampai ke negara tetangga.
Oleh karena itu, saat ini tidak jarang wisatawan dari negara tetangga yang datang mengunjungi Masjid Jami Al Riyadh Kwitang untuk mengikuti pengajian dan berziarah di tempat tersebut. Berikut kisah perjalanan sejarah Habib Kwitang hingga melahirkan masjid Kwitang Jakarta yang masih eksis keberadaannya hingga saat ini.
Sejarah masjid Kwitang bermula saat usia Habib Ali baru menginjak 11 tahun. Kala itu ia harus merasakan duka yang mendalam lantaran sang ayah meninggal dunia. Sebelum wafat, ayahnya sempat berwasiat agar Habib Ali menimba ilmu agama di Yaman Selatan.
Sebagaimana wasiat sang ayah, ia pun bertolak berangkat ke Yaman Selatan bermodalkan satu gelang emas peninggalan ayahnya untuk ongkos perjalanan dan belajar. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, ia bekerja sebagai penggembala kambing.
Habib Ali menimba ilmu di Yaman Selatan selama kurang lebih 4 hingga 6 tahun. Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya di Makkah. Pada 1898 Habib Ali kembali pulang ke tanah air, dan langsung menikah dengan Syarifah Aisyah yang berprofesi sebagai pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Awal Mula Keadaan Masjid dan Perkembangan Namanya
Sejarah masjid Kwitang pada mulanya hanya berupa mushola berukuran kecil dan terbuat dari panggung kayu, sehingga Habib Ali beserta beberapa tokoh masyarakat Kwitang berinisiatif merenovasinya menjadi masjid bernama Al Makmur sama dengan nama tempat masjid dimana sang habib mengajar di Tanah Abang.
Baca Juga: Sejarah Masjid Tertua di Bandung Utara Karya Arsitek Belanda
Pada tahun 1938, mereka kembali melakukan renovasi masjid tersebut hingga pada 1962 terdapat campur tangan dari Soekarno yang kala itu menjabat sebagai presiden. Namun seiring perkembangan zaman, keadaan politik di Indonesia mulai berubah.
Bung Karno tak mampu meresmikan masjid, sehingga mewakilkan salah satu menterinya. Nama masjid pun berubah menjadi Khuwatul Ummah atas saran Bung Karno.
Usai Soeharto menjadi presiden menggantikan Bung Karno, nama Khuwatul Ummah itu pun kembali berubah agar tidak terjadi kesalahpahaman. Kemudian, Habib Ali meminta saran dari gurunya untuk mengubah nama masjid tersebut. Akhirnya, tercetuslah nama Al-Riyadh sekitar tahun 1967. Hingga kini, masjid Al Riyadh Kwitang masih eksis keberadaannya. .
Akhir Hayat Habib Ali Kwitang
Sejarah masjid Al Riyadh Kwitang tidak terlepas dari keberadaan makam Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi yang terletak di samping area masjid. Habib Ali, yang terkenal sebagai pelopor majelis taklim di Nusantara, wafat pada tahun 1968 dalam usia 98 tahun.
Kabar wafatnya Habib Ali tersebar luas melalui siaran Radio Republik Indonesia (RRI) atas perintah Presiden Soeharto. Hal ini menunjukkan betapa besar pengaruhnya dalam dakwah Islam di Indonesia.
Jenazahnya dimakamkan di samping Masjid Al Riyadh, yang merupakan salah satu peninggalannya dalam menyebarkan ajaran Islam dan membina umat. Hingga kini, masjid tersebut tetap menjadi pusat kegiatan keagamaan dan tempat ziarah bagi banyak umat Muslim.
Sejak Habib Ali meninggal, banyak peziarah yang mengenang dan mendoakan dengan mendatangi makam tersebut. Para peziarah tidak hanya berasal dari dalam negeri saja, namun juga dari luar negeri. Tak mengherankan memang nama Habib Ali begitu terkenal, karena murid-muridnya tersebar di seluruh penjuru dunia.
Habib Ali Kwitang juga termasuk dalam tokoh ulama yang disegani pada zamannya. Ia termasuk seorang tokoh pejuang Ulama Habib bersama dengan Ulama Betawi membasmi kolonialisme di Jakarta. Selain itu, beliau juga membantu Presiden Soekarno dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia di Jakarta.
Baca Juga: Sejarah Masjid Agung Cirebon, dari Arsitektur hingga Nilai-Nilai Filosofis Bangunannya
Demikian ulasan sejarah Masjid Kwitang Jakarta yang tidak terlepas dari perjuangan dakwah seorang Habib Ali yang berliku. Perannya sebagai perintis taklim di tanah Betawi ini menandai begitu besar jasanya dalam menyebarkan dakwah agama Islam di Indonesia. (R10/HR-Online)