Situs Megalitik Tutari menyimpan kisah menarik tentang warisan budaya peradaban di Papua. Di situs ini, terdapat bukti perjalanan kehidupan masyarakat masa lalu. Termasuk batu berlukis dan struktur batu lainnya yang menggambarkan aspek-aspek penting dari sejarah dan budaya lokal.
Baca Juga: Sejarah Situs Gua Harimau, Warisan Peradaban Masa Lampau
Mengenal Sejarah Situs Megalitik Tutari sebagai Warisan Budaya Papua
Situs Tutari adalah destinasi wisata bersejarah di Papua yang kaya akan nilai sejarah. Di situs ini, terdapat bukti peninggalan prasejarah yang mencerminkan kehidupan masyarakat yang pernah tinggal di sekitar Danau Sentani.
Sekilas Tentang Situs Tutari
Situs Tutari menyimpan gambar-gambar unik, termasuk representasi manusia setengah ikan. Selain itu, terdapat berbagai gambar hewan, seperti ikan, kura-kura, kadal, tikus tanah, dan juga burung.
Peninggalan lainnya yang ditemukan di situs ini meliputi gelang, kapak batu, serta motif geometris seperti lingkaran dan matahari. Gambar-gambar tersebut terukir di batu-batu hitam yang terkenal dengan nama “Gabro,” yang menjadi saksi bisu dari peradaban masa lalu di kawasan ini.
Peninggalan gambar di Situs Tutari terbuat dari goresan batu beku peridotit dari Pegunungan Cyclop. Para arkeolog mengatakan bahwa gambar yang ada mengekspresikan pengetahuan manusia tentang kondisi alam sekitar.
Sebagai informasi, Situs Tutari berada di wilayah perbukitan. Tempat bersejarah ini dikelilingi oleh pohon kayu putih, batu-batu hitam, dan rumput ilalang. Ketiganya membentuk lanskap yang menghiasi pintu masuk, hingga ke lokasi situs tertinggi.
Situs Tutari menggambarkan kehidupan masyarakat pada zaman neolitik akhir. Pada masa itu, masyarakat menjalani hidup dengan bercocok tanam, berkelompok, menetap, dan tinggal bersama di sebuah perkampungan.
Megalitik Tutari dikelompokkan pada corak megalitik dengan ciri-ciri batu berbentuk menhir. Meskipun memiliki ukuran yang berbeda, bentuk menhir yang ada mengingatkan pada Situs Megalitik di Sumatera Barat.
Ciri megalitik lain terdapat pada tatanan batu berjejer dua dengan orientasi pangkalan mengarah ke kelompok menhir. Sementara itu, ujung menhir mengarah pada batu-batu lukis di bawahnya.
Menurut masyarakat Doyo, puncak Bukit Tutari memiliki tiang-tiang batu besar yang berfungsi sebagai tempat untuk bermusyawarah. Sementara batu-batu yang berdiri menjadi simbol dari berbagai tokoh adat yang hadir dalam musyawarah tersebut.
Sejarah Situs Tutari
Situs Tutari berada di kawasan Kampung Doyo Lama, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, Papua. Konon, Suku Tutari adalah masyarakat yang mendiami wilayah tersebut.
Sayangnya, keberadaan Suku Tutari telah musnah akibat adanya perang antar golongan. Masyarakat percaya, bahwa sebagian Suku Tutari menjelma menjadi batu yang berada di wilayah Situs.
Baca Juga: Sejarah Situs Liyangan Bukti Kekayaan Arkeologi Nusantara
Dulu, keberadaan Situs Tutari berfungsi sebagai tempat penyembahan. Masyarakat Doyo Lama mempercayai bahwa Situs Tutari merupakan tempat yang sangat sakral. Hingga kini, kepercayaan dan mitos tentang Suku Tutari masih diceritakan secara turun temurun pada generasi berikutnya.
Menurut Jurnal Arkeologi Papua, gambar yang tertera pada Situs berkaitan dengan tokoh-tokoh penting, termasuk nenek moyang Suku Tutari sendiri. Sementara itu, lukisan yang ada dipercaya dapat memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada masyarakat setempat.
Cerita Keberadaan Suku Tutari
Sekitar 600 tahun silam, Suku Tutari tinggal di sebuah kawasan bernama Bukit Tutari. Wilayah perkampungan ini terkenal dengan nama Tutariyohu tamaiyohu.
Dalam kisahnya, Suku Tutari hidup dengan makmur dan juga tenang. Hal tersebut berkat adanya dataran luas yang subur di bagian wilayah timur. Kini, dataran ini terkenal dengan nama Doyo Baru.
Pimpinan Suku Tutari terdiri dari lima kepala adat yaitu Tutari Do Daime, Do Seime, Do Ini, Do Omio, dan Do Mangkin. Saat itu, masyarakat menjalani kehidupan dengan berburu, menangkap ikan, beternak, dan juga bercocok tanam. Hal ini sejalan dengan bukti sejarah di Situs Megalitik Tutari yang berupa kapak batu, perunggu, manik-manik, alat berburu, dan juga peralatan nelayan.
Kehidupan yang damai berubah menjadi malapetaka, saat Suku Ebe menyerang wilayah perkampungan Suku Tutari. Sebelumnya, Suku Ebe ini tinggal di kawasan pulau Danau Sentani.
Dalam kisahnya, peperangan yang terjadi menyebabkan seluruh anggota Suku Tutari musnah. Tidak ada seorangpun yang lolos dari pembantaian tersebut.
Setelah peperangan, wilayah perkampungan menjadi milik Suku Ebe sepenuhnya.Di bawah kekuasaan Suku Ebe tersebut, wilayah perkampungan telah dipimpin oleh 17 ondoafi secara turun temurun.
Baca Juga: Sejarah Situs Kota Kapur, Jadi Bukti Kehadiran Kerajaan Sriwijaya
Situs Megalitik Tutari memberikan wawasan tentang peradaban kehidupan masyarakat pada masa lampau. Situs ini menjadi destinasi wisata bersejarah yang memberikan edukasi bagi masyarakat tentang kekayaan budaya Papua. (R10/HR-Online)