harapanrakyat.com – Pegiat anti korupsi Java Aliansi Anti Corruption (JAAC) mengaku telah memberikan bukti tambahan mengenai dugaan korupsi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Salah satunya mengenai dugaan adanya kongkalingkong yang melibatkan pejabat dan pengurus partai politik di Kabupaten Bandung.
Baca Juga : Terlibat Dugaan Korupsi dan Rugikan Negara Rp 5 Miliar, Mantan Ketua NPCI Jawa Barat Huni Rutan Kebon Waru
Ketua JAAC Teddy Briansah mengaku, bukti tambahan dugaan korupsi yang melibatkan salah satu pengurus partai politik berinisial AG. Laporan tersebut ia sampaikan beberapa waktu lalu dan mengantongi bukti register surat resmi laporan pengaduan dari lembaga antirasuah itu.
“Bukti tambahan yang kami sampaikan (ke KPK) terkait dugaan korupsi di Kabupaten Bandung itu berupa dokumen. Salah satunya mengenai pembangunan RSUD Kertasari. Kami menemukan adanya benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang serta melanggar prosedur pembangunan RS Kertasari. Dugaan kami, ada intervensi dari Bupati Bandung (saat ini maju di Pilkada 2024),” ujar Teddy dalam keterangan resminya, Selasa (5/11/2024).
Teddy membantah, jika upaya yang ia lakukan tidak ada kaitannya dengan Pilkada. Ia menegaskan, ia menyampaikan bukti tambahan dugaan korupsi ini murni penegakan hukum.
“Pengusutan dugaan korupsi di Kabupaten Bandung ini masih tertunda lantaran adanya Pilkada. Pengaduan kami ini tidak ada kaitannya dengan politik, melainkan murni penegakan hukum. Kami akan mengawal pengungkapan kasus ini hingga tuntas dan terus berjalan,” tulisnya.
Dugaan JAAC Terkait Adanya Intervensi Oknum Pejabat di Kabupaten Bandung dalam Dugaan Korupsi
Teddy menjelaskan, terkait dugaan adanya intevensi oknum pejabat di Kabupaten Bandung dalam dugaan kasus ini. Dalam pandangannya, pembangunan RSUD Kertasari dianggap menyalahi aturan. Salah satunya mengenai alih fungsi lahan dari zona hijau ke kuning. Kemudian status kepemilikan lahan yang belum selesai namun langsung melakukan pembangunan fisik bangunan.
Teddy menjelaskan, Pemerintah Kabupaten Bandung mengadakan proses lelang tender terkait pembangunan RSUD di Kertasari. Pembukaan tender sejak April 2022 dan penandatanganan kontrak terjadi pada Juni 2022 dengan nilai kontrak Rp 24.315.874.754. Lahan tanah pembangunan RSUD Kertasari itu merupakan HGU PTPN VIII. Sedangkan pemenang tender ini yakni PT Debitindo Jaya yang beralamat di Jalan Haji Ten I No 1 RT 002/001 Kelurahan Rawamangun, Pulogadung, Jakarta Timur.
Dasarnya perjanjian kerjasama antara Pemkab Bandung dengan PTPN VIII Nomor 593.22.3/PKS.03-Ksm/2022 dan Nomor PRJ/1./745/III/2022, tanggal 2 Maret 2022. Perjanjian kerjasama ini, kata Teddy, tentang pinjam pakai lahan HGU PTPN VIII untuk pembangunan fasilitas kesehatan bagi kepentingan umum di Kabupaten Bandung.
“Padahal PTPN bukan pemilik lahan, melainkan pengelola tanah untuk perkebunan. Namun proses pembangunan RSUD pun berjalan. Bahkan mendapatkan saran dari BPKP Jawa barat agar pembangunan RSUD jangan sampai ada benturan kepentingan,” katanya.
Baca Juga : Dugaan Kasus Korupsi PT Pegadaian Batujajar Bandung Barat, RAS Jadi Tersangka
“Akan tetapi Pemkab Bandung baru melakukan permohonan hak atas tanah untuk pembangunan RSUD tersebut baru pada 28 Juni 2022. Permohonan itu ke Kementerian Agraria Dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia,” Teddy menambahkan.
Kejanggalan lainnya terkait dugaan korupsi pembangunan RSUD Kertasari Kabupaten Bandung ini mengenai izin pendirian gedung/bangunan pada Agustus 2022. Yang saat itu, pembangunan RSUD sedang berjalan.
“Dari rekam jejaknya, pemenang tender ini bermasalah saat pengadaan UPS Pemprov DKI Jakarta senilai Rp 5 miliar lebih pada 2014. Hal serupa terjadi di Kabupaten Bandung terkait pembangunan RSUD Kertasari ini. Jika merujuk Permen PU Nomor 19/PRT/M/2014, kelemahan PT Debitindo pada saat tender yang seharusnya digugurkan, yakni domisili melanggar payung hukum,” tuturnya.
Ia pun mendesak agar pihak berwenang mengusut tuntas dugaan korupsi ini di Kabupaten Bandung ini, khususnya pembangunan RSUD Kertasari. Namun, hingga saat ini belum ada tanggapan dari Pemkab Bandung terkait hal ini lantaran adanya kekosongan jabatan Kabag Hukum. (Ecep/R13/HR Online)