Upacara adat tembuni adalah salah satu tradisi penting dalam masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan. Tradisi ini berkaitan dengan kelahiran seorang bayi, di mana tembuni, atau yang lebih terkenal dengan istilah ari-ari, mereka anggap sebagai saudara dari bayi tersebut.
Baca Juga: Sejarah Suku Tidung di Kalimantan Utara yang Menganut Islam
Konsep ini tidak hanya terkenal di Kalimantan. Akan tetapi juga di beberapa daerah lain di Indonesia seperti Jawa dan Sunda, di mana tembuni masyarakatnya perlakukan secara khusus sebagai bagian dari upacara kelahiran.
Sejarah dan Makna Upacara Adat Tembuni dalam Budaya Banjar
Upacara penanaman tembuni telah masyarakat setempat lakukan secara turun-temurun di kalangan masyarakat Banjar. Tradisi ini bermula dari keyakinan bahwa tembuni bukan sekadar jaringan biologis yang keluar bersamaan dengan bayi.
Mereka beranggapan tembuni adalah saudara spiritual yang melindungi bayi selama masa pertumbuhan di dalam rahim. Dalam konteks budaya Banjar, tembuni memiliki hubungan yang sangat erat dengan bayi, sehingga harus kita perlakukan dengan penghormatan khusus.
Setelah bayi lahir, tembuni mereka potong dengan menggunakan sembilu atau pisau bambu yang tajam. Kemudian, tembuni mereka masukkan ke dalam sebuah kapit yang merupakan wadah khusus.
Mereka juga menambahkan sedikit garam lalu menutupnya dengan daun pisang yang sudah mereka lembutkan melalui proses pengasapan. Kapit tersebut kemudian diikat menggunakan bamban (sejenis tali dari serat tanaman) dan ditanam di bawah pohon besar. Pohon ini terpilih karena masyarakat meyakininya mampu melindungi bayi dan membawa keberkahan bagi keluarga.
Namun, tidak semua tembuni harus kita tanam. Ada juga tradisi di mana tembuni akan mereka hanyutkan ke sungai yang arusnya deras. Dengan harapan bahwa arus tersebut akan membawa berkah dan perlindungan bagi bayi di masa depan. Tradisi ini menunjukkan betapa dalamnya makna simbolik tembuni dalam kehidupan bayi yang baru lahir.
Prosesi Lanjutan dalam Upacara Kelahiran
Setelah proses upacara adat tembuni, yang pertama ialah membersihkan dengan menggunakan sarung atau kain batik. Langkah selanjutnya adalah mengumandangkan adzan dan iqamah di telinga bayi oleh sang ayah.
Dalam tradisi Islam yang masyarakat Banjar anut, adzan dan iqomah adalah seruan pertama yang ingin bayi dengar. Hal itu sebagai tanda bahwa kehidupan mereka dimulai dengan mengingat Tuhan.
Setelah itu, langkah selanjutnya adalah mengolesi bibir bayi dengan madu, kurma, dan garam. Prosesi ini memiliki makna simbolik, yakni agar bayi dapat tumbuh menjadi pribadi yang manis dalam bertutur kata dan perbuatannya mendapat penghargaan dari orang lain.
Tahap berikutnya adalah upacara bapalas-bidan dengan dukun beranak atau bidan yang memimpin. Dalam prosesi ini, bayi ditaburi dengan tepung tawar sebagai bentuk perlindungan dari roh-roh jahat dan gangguan supranatural lainnya.
Tepung tawar juga memiliki fungsi sebagai simbol harapan agar bayi selalu berdampingan dengan tembuninya sebagai saudara yang menjaga. Pada titik ini, masyarakat Banjar percaya bahwa tembuni tetap menjaga bayi meski telah terpisah secara fisik.
Baca Juga: Tradisi Haul dan Keraton Sejarah Pangeran Sutajaya Gebang
Setelah prosesi bapalas-bidan, acara berlanjut dengan tasmiah atau pemberian nama. Pemberian nama biasanya disertai dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Quran, khususnya dari surat Ali Imran.
Kemudian berlanjut dengan pembacaan doa barzanji. Nama yang tokoh agama atau penghulu berikan, harapannya akan membawa berkah dan keselamatan bagi bayi dalam menjalani hidup.
Perlengkapan Tradisional dalam Upacara Penanaman Tembuni
Berbagai perlengkapan tradisional ada dalam upacara adat tembuni. Beberapa di antaranya adalah upiah pinang, yaitu pelepah pinang untuk membungkus tembuni sebelum masuk ke dalam kapit.
Kapit itu sendiri adalah wadah tembikar berbentuk seperti pot bunga kecil yang berfungsi untuk menyimpan tembuni. Selain itu, sembilu digunakan untuk memotong tali pusat bayi, sementara sarung atau kain batik berfungsi sebagai alas bayi dan alat untuk membersihkannya.
Perlengkapan lain yang digunakan dalam upacara ini termasuk tepung tawar, yang ditaburkan di tubuh bayi, serta bahan-bahan seperti madu, kurma, dan garam untuk prosesi mengoles bibir bayi. Semua perlengkapan ini memiliki makna simbolik dan spiritual dalam budaya Banjar.
Penutup
Upacara adat di Kalimantan Selatan ini adalah bagian penting dari tradisi masyarakat Banjar. Upacara ini tidak hanya melambangkan kelahiran fisik seorang bayi saja.
Akan tetapi juga kelahiran spiritualnya, dengan tembuni sebagai saudara spiritual yang akan selalu menjaga. Prosesi ini mencerminkan rasa syukur, harapan, dan perlindungan bagi bayi yang baru lahir, sekaligus menunjukkan betapa kaya dan dalamnya tradisi adat di Indonesia.
Baca Juga: Sejarah Baju Bodo, Pakaian Adat Tertua di Dunia
Melalui pemaknaan yang penuh simbolisme, upacara adat tembuni menjadi cerminan dari kebudayaan yang sarat akan penghormatan terhadap kehidupan dan hubungan spiritual yang manusia miliki dengan alam dan sesama. Tradisi ini menjadi bukti bahwa di balik setiap kelahiran, terdapat upacara adat yang kaya makna dan terus masyarakat Banjar pertahankan hingga saat ini. (R10/HR-Online)