Benarkah Membangunkan Sleepwalker Bisa Berbahaya?

1 day ago 9

tirto.id - Bayangkan rasanya terbangun di tengah malam, kemudian melihat seseorang berjalan di dalam rumah dengan mata terbuka lebar dan ekspresi yang kosong. Meski terkesan menyeramkan, sebenarnya ini adalah fenomena umum yang disebut sleepwalking atau tidur berjalan. Sleepwalking merupakan salah satu jenis gangguan tidur, seperti halnya sleep-talking (bicara ketika tidur), sleep-eating (makan ketika tidur), dan insomnia.

Menghadapi orang yang mengalami sleepwalking mungkin membuat kita merasa takut atau bingung. Banyak orang merasa ragu apakah harus membangunkan mereka atau membiarkannya saja sampai mereka kembali tertidur. Ditambah lagi, ada kepercayaan bahwa membangunkan orang yang tidur berjalan dapat menyebabkan kerusakan otak, serangan jantung, atau reaksi yang berbahaya.

Meski sleepwalking sudah sering terjadi, masih banyak yang menganggapnya sebagai sesuatu yang menyeramkan atau berbahaya. Padahal, faktanya tidak selalu demikian.

Ketika Seseorang Tidur Berjalan

Sleepwalking atau somnambulisme tergolong sebagai salah satu bentuk parasomnia, perilaku abnormal seseorang saat tidur. Ia tiba-tiba bangun dari tempat tidur tanpa sadar, berjalan kaki, atau melakukan aktivitas lain.

Parasomnia dapat dikategorikan berdasarkan waktu terjadinya kondisi tersebut di dalam siklus tidur. Setidaknya ada empat tahap, yaitu non-rapid eye movement (NREM) tahap 1, NREM tahap 2, NREM tahap 3, dan rapid eye movement (REM). Sleepwalking terjadi pada NREM tahap 3 yang juga disebut sebagai tahap deep sleep (tidur paling nyenyak) atau slow-wave sleep.

Orang-orang yang mengalami sleepwalking dapat menunjukkan perilaku beragam. Ada yang duduk terlebih dahulu sambil kebingungan. Ada juga yang langsung beranjak dari tempat tidur, berjalan, keluar dari kamar, atau berlari. Begitu terbangun, mereka tidak akan ingat hal yang dilakukannya saat tidur.

Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan somnambulisme, mulai dari genetik, efek obat tertentu, lingkungan sekitar yang tidak familier (misalnya ketika traveling), hingga masalah kesehatan seperti obstructive sleep apnea (OSA), restless leg syndrome (RLS), dan cedera otak. Faktor-faktor yang berkaitan dengan gaya hidup, seperti jam tidur yang kurang, stres fisik atau emosional, dan kebiasaan mengonsumsi alkohol, juga dapat meningkatkan risikonya.

Somnambulisme lebih banyak dialami anak-anak, terutama usia 4–8 tahun. Studi menunjukkan, anak-anak yang memiliki riwayat sleepwalking lebih rentan mengalami masalah serupa. Berdasarkan salah satu penelitian dalam jurnal JAMA Pediatrics (2015), sekitar 47 persen anak-anak, yang salah satu pihak orang tuanya pernah tidur berjalan, juga mengalami kondisi yang sama. Angka ini meningkat menjadi 67 persen pada anak-anak yang kedua orang tuanya punya riwayat tersebut.

Kondisi tidur berjalan biasanya membaik seiring bertambahnya usia. Meskipun jarang, orang dewasa tetap berisiko mengalaminya dengan faktor pemicu yang beragam. Studi yang terbit di jurnal Behavioral Sleep Medicine (2015) menyebut, pemicu sleepwalking yang paling banyak adalah kurangnya jam tidur dan peristiwa yang menimbulkan stres.

Ilustrasi Sleep WalkerIlustrasi Sleep Walker. foto/istockphoto

Bolehkah Kita Membangunkan Orang yang Sleepwalking?

Membangunkan orang yang mengalami sleepwalking, apalagi dengan kasar, memang dapat membuat mereka terkejut. Mereka juga bisa bereaksi kasar dengan memukul atau menendang. Akan tetapi, jika ada yang mengaitkannya dengan risiko serangan jantung dan kerusakan otak, itu mitos belaka.

Sleepwalking sebenarnya tidaklah berbahaya kecuali jika orang tersebut melakukan hal yang bisa membahayakan dirinya dan orang lain, misalnya menggunakan benda tajam, melompat dari jendela, menyalakan kompor, atau menggunakan kendaraan. Jika tidak diinterupsi, mereka biasanya akan kembali tidur dalam beberapa menit.

Seperti disinggung sebelumnya, tidur berjalan terjadi pada fase tidur yang paling dalam, ketika fungsi fisiologis melambat, bahkan berhenti, agar tubuh dapat memulihkan diri setelah beraktivitas seharian. Pada tahapan inilah aktivitas otak menjadi minimal dan gelombang otak mencapai titik terendahnya, yaitu gelombang delta. Aktivitas otot, jantung, dan sistem pernapasan juga akan menjadi lambat.

Orang yang berada di dalam tahap ini cenderung tidak responsif terhadap rangsangan dari luar. Maka itu, akan sangat sulit membangunkan mereka. Memaksakan hal itu hanya akan membuat sleepwalker stres atau tidak sadar melakukan sesuatu yang berpotensi membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

Kalaupun berhasil dibangunkan, biasanya sleepwalker akan merasa kebingungan, terkejut, atau mengalami sleep inertia. Ini merupakan keadaan transisi antara tidur dan bangun yang membuat mereka linglung, pusing, dan grogi. Seturut jurnal Nature and Science of Sleep (2019), orang yang dibangunkan saat berada di dalam tahap tidur ini cenderung mengalami gangguan kinerja mental tingkat sedang selama 30 menit hingga satu jam.

Cara yang Tepat Menangani Sleepwalker

Cara terbaik menangani seseorang yang mengalami sleepwalking adalah memastikan mereka tetap aman. Menghindarkan mereka dari benda tajam, sumber api, atau apa pun yang dapat membahayakan, lebih baik daripada membangunkannya.

Selama tidak melakukan hal-hal berbahaya, cukup biarkan dan pantau selama beberapa menit ke depan. Fenomena tidur berjalan umumnya hanya bertahan selama 10 menit atau kurang, meskipun ada juga yang lebih lama. Selepas itu, mereka akan terbangun, lalu kembali ke tempat tidur. Yang penting adalah memastikan pintu dan jendela telah terkunci guna membatasi ruang gerak sleepwalker yang membahayakan.

Akan lebih baik jika kita telaten mengarahkan sleepwalker kembali ke tempat tidur dengan tenang dan hati-hati. Tak perlu berusaha membangunkan mereka, apalagi dengan berteriak atau mengguncang tubuhnya.

Apabila yang mengalami sleepwalking adalah anak-anak, jangan biarkan mereka tidur di tempat tidur tingkat bagian atas. Menukil dari jurnal Australian Family Physician (2017), akan lebih baik jika orang tua memasang pengaman pada bagian atas tangga jika yang sering mengalaminya adalah anak-anak.

Jika sleepwalking terjadi pada waktu yang sama setiap malam, ini bisa dicegah dengan membangunkan orang tersebut secara perlahan selama beberapa saat, kira-kira 15–30 menit sebelum waktu biasanya ia mengalami sleepwalking. Cara ini dapat mengubah siklus sleepwalking, terutama pada anak-anak sehingga frekuensinya berkurang sedikit demi sedikit.

Terkadang, menangani kondisi tidur berjalan seseorang terkadang tak semudah membalik telapak tangan. Jika gangguan tidur ini sudah mengganggu kehidupan sehari-hari pengidapnya, konsultasi lebih lanjut dengan dokter mungkin diperlukan. Perbaikan pola tidur terkadang tidak cukup mengatasi somnambulisme yang berkaitan dengan kondisi medis tertentu. Oleh karena itu, perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk mengungkap akar masalahnya.

Sleepwalking pada dasarnya tidaklah berbahaya, tetapi tetap perlu ditangani dengan cara yang tepat untuk mencegah cedera dan dampak lain yang lebih serius. Membangunkan orang yang tidur berjalan juga tidak akan membuat mereka mengalami kerusakan otak atau serangan jantung seperti yang dikhawatirkan.


tirto.id - Mild report

Kontributor: Diah Ayu Lestari
Penulis: Diah Ayu Lestari
Editor: Fadli Nasrudin

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |