tirto.id - Bagaimana hubungan Supersemar dengan proses lahirnya Orde Baru? Pertanyaan ini kerap muncul ketika kita mempelajari sejarah Indonesia, terutama berkaitan dengan peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto di masa tahun 1960-an.
Supersemar memang kerap dianggap sebagai tonggak beralihnya kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru. Orde Lama merujuk pada era pemerintahan Presiden Soekarno yang berlangsung pada tahun 1959-1966.
Sementara itu, Orde Baru merupakan era pemerintahan Presiden Soeharto yang berlangsung cukup lama dari tahun 1966 hingga 1998. Di masa inilah istilah Orde Lama baru muncul untuk membedakan masa pemerintahan dari kedua presiden tersebut.
Lantas, bagaimana hubungan Supersemar dengan proses lahirnya Orde Baru? Supersemar menandai adanya transisi kekuasaan. Supersemar adalah dokumen penting yang nantinya menjadi alat bagi Soeharto untuk menapaki kekuasaan di Indonesia.
Apa yang Dimaksud dengan Supersemar pada Masa Orde Baru?
Ilustrasi Supersemar. tirto.id/Sabit
Supersemar pada masa Orde Baru merupakan singkatan dari Surat Perintah Sebelas Maret. Supersemar adalah dokumen penting dalam sejarah Indonesia yang menjadi titik awal Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Latar Belakang Supersemar
Sesuai namanya, surat ini dikeluarkan pada 11 Maret 1966 dan ditandatangani oleh Soekarno yang saat itu masih menjabat sebagai Presiden RI. Surat ini muncul di tengah ketegangan politik pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI).
Pada masa itu, Partai Komunis Indonesia (PKI) melakukan kudeta demi mengganti ideologi negara agar sesuai dengan pandangan komunis. Kelompok G30S melakukan aksi penculikan sekaligus pembunuhan terhadap 6 Jenderal Angkatan Darat dan 1 Letnan ajudan.
Usai peristiwa tersebut, kondisi politik Indonesia menjadi kacau, sedangkan pemerintah dianggap lambat menangani masalah PKI yang diduga kuat menjadi dalang G30S. Di waktu yang sama, kondisi ekonomi Indonesia terus menurun dengan naiknya harga-harga barang.
Rentetan aksi demonstrasi oleh mahasiswa dan mereka yang anti-komunis terus meluas dan berujung pada munculnya Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Kondisi genting inilah yang memicu terbitnya Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar.
Lahirnya Supersemar
Apa yang dimaksud dengan Supersemar pada masa Orde Baru? Supersemar adalah surat yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966.
Melalui surat ini, Presiden Soekarno memberikan wewenang kepada Letnan Jenderal Soeharto sebagai Panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang diperlukan guna mengendalikan situasi keamanan dan ketertiban negara saat itu.
Berikut isi pokok Supersemar yang menunjukkan pemberian wewenang oleh Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto:
- Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya Pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS dan demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
- Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima Angkatan Iain dengan sebaik-baiknya.
- Supaya melaporkan segala yang bersangkutan/bersangkut-paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut diatas.
Surat tersebut diserahkan kepada Soeharto yang kemudian dianggap sebagai dasar hukum yang kuat untuk membubarkan PKI. Soeharto pun melakukan tindakan cepat dan langsung membubarkan PKI sehari setelahnya atau pada 12 Maret 1966.
Bagaimana Hubungan Supersemar dengan Proses Lahirnya Orde Baru?
Ilustrasi Supersemar. tirto.id/Sabit
Bagaimana hubungan Supersemar Surat Perintah 11 Maret 1966 dengan proses lahirnya Orde Baru? Supersemar berkaitan erat dengan Orde Baru karena dokumen ini memainkan peranan penting dalam terbentuknya pemerintahan baru di Tanah Air.
Supersemar memberikan Soeharto wewenang yang sangat besar. Soeharto secara tidak langsung juga membuat Supersemar menjadi lebih kuat karena menjadi Ketetapan MPRS yang nantinya memuluskan jalannya menuju pemerintahan.
Supersemar Dikukuhkan dengan Ketetapan MPRS
Dilansir dari buku Sejarah Surat Perintah 11 Maret 1966 terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Soeharto di Juni 1966 meminta kepada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) agar Supersemar diperkuat dengan adanya ketetapan MPRS.
Sidang menilai bahwa tindakan-tindakan Soeharto sebelumnya dianggap positif. Oleh karena itu, Supersemar pun dikukuhkan dengan Ketetapan Nomor IX/MPRS/1966 sehingga tak bisa dicabut lagi oleh presiden.
MPRS juga mengeluarkan Ketetapan Nomor XV/MPRS/1966 yang secara jelas menyebutkan bahwa apabila presiden berhalangan, maka Pemegang Surat Perintah 11 Maret 1966 akan secara resmi menjadi Presiden.
Jadi, bagaimana hubungan Supersemar dengan proses lahirnya Orde Baru? Lewat pengukuhan Supersemar dan ketetapan MPRS yang ada, maka Soeharto seolah memiliki jaminan bahwa ia kelak akan menggantikan pemerintahan Soekarno di masa mendatang.
Lengsernya Presiden Soekarno dan Digantikan oleh Soeharto
Pada 22 Juni 1966, Presiden Soekarno dimintai pertanggungjawaban oleh MPRS terkait kebijakan-kebijakannya, khususnya tentang G30S/PKI. Pidato Presiden Soekarno yang dikenal sebagai Nawaksara tersebut ternyata tidak menyinggung masalah G30S/PKI.
MPRS tidak puas dan memerintahkan Presiden Soekarno untuk melengkapi laporan pertanggungjawabannya. Meski Presiden Soekarno telah membuat naskah pelengkap Nawaksara sesuai mandat MPRS, hal ini tetap menimbulkan pergolakan politik.
Nawaksara ditolak, bahkan ada pihak-pihak yang secara jelas menolak mengakui Soekarno sebagai presiden karena dianggap melanggar UUD 1945 dan Ketetapan MPRS.
MPRS pada akhirnya mengeluarkan Tap Nomor XXXIII/MPRS/1967 yang isinya mencabut kekuasaan pemerintahan dari tangan Soekarno. Ketetapan ini juga sekaligus menunjuk Soeharto sebagai pemegang Supersemar menjadi Pejabat Presiden hingga pemilihan umum presiden berikutnya.
Dengan demikian, Soeharto resmi diangkat sebagai Pejabat Presiden pada 12 Maret 1967. Sekitar setahun kemudian, tepatnya pada 27 Maret 1968, Soeharto akhirnya resmi ditetapkan sebagai presiden pada 27 Maret 1968 lewat Tap MPRS Nomor XLIV/MPRS/1968.
Apakah Supersemar Mempunyai Kaitan dengan Dualisme Kepemimpinan pada Awal Orde Baru?
Presiden Indonesia Sukarno, kiri, dan Letnan Jenderal Suharto, kanan, ditunjukkan bersama ketika mereka menghadiri upacara militer di Jakarta pada pertengahan Oktober 1965. FOTO/AP
Supersemar memiliki pengaruh besar terhadap kelahiran Orde Baru. Namun, terjadi dualisme kepemimpinan di masa-masa awal Orde Baru antara Soekarno yang masih menjabat sebagai presiden dan Soeharto sebagai pengemban Supersemar.
Dikutip dari buku Malam Bencana 1965 dalam Belitan Krisis Nasional, setelah menerima Supersemar dan membubarkan PKI, Soeharto terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memenuhi Tritura. Salah satunya adalah membersihkan pemerintahan dari orang-orang yang diduga terlibat atau mendukung G30S.
Hasilnya, Soeharto atas nama Presiden Soekarno telah melakukan penahanan terhadap 15 menteri pada 18 Maret 1966. Penahanan ini menciptakan kekosongan pada pemerintahan sehingga Soeharto pun menunjuk beberapa menteri baru untuk mengisi kekosongan kabinet.
Setelah itu terbentuklah Kabinet Dwikora yang baru yang juga dikenal sebagai Kabinet Dwikora yang Disempurnakan Lagi. Kabinet ini pun memiliki komposisi atau anggota yang dianggap tidak akan menguntungkan Presiden Soekarno.
Berbekal Supersemar, Soeharto melakukan penataan di tubuh eksekutif, legislatif, hingga militer Tanah Air. Ia bahkan berhasil menempatkan A.H. Nasution sebagai Ketua MPRS yang nantinya akan menguntungkannya.
MPRS pun telah melahirkan sejumlah ketetapan yang melancarkan jalan Soeharto menjadi pemimpin, salah satunya berkaitan dengan pengukuhan Supersemar.
Tak hanya itu, ada pula Ketetapan MPRS Nomor XIII/MPRS/1966 yang memerintahkan Soeharto untuk membuat Kabinet Ampera yang nantinya akan menggantikan Kabinet Dwikora yang Disempurnakan Lagi.
Di kabinet baru inilah Soeharto menjabat sebagai ketua presidium. Hal ini membuat Soeharto memiliki kekuatan politik yang lebih besar sehingga timbul dualisme kepemimpinan.
Jadi, apakah Supersemar mempunyai kaitan dengan dualisme kepemimpinan pada awal Orde Baru? Supersemar secara tidak langsung memang telah memicu adanya dualisme kepemimpinan di Indonesia.
Supersemar membuat posisi Soeharto semakin kuat, terlebih setelah dikukuhkan dengan ketetapan MPR. Meski Soekarno masih berstatus sebagai presiden resmi, Soeharto sebagai Ketua Presidium Kabinet Ampera memiliki wewenang penuh untuk memimpin pemerintahan.
Namun, dualisme kepemimpinan ini tak berlangsung lama. Seiring dengan menguatnya posisi dan wewenang Soeharto, power Presiden Soekarno pun semakin terkikis sampai akhirnya Soeharto benar-benar resmi menggantikan Soekarno sebagai Presiden RI.
Bagaimana hubungan Supersemar dengan proses lahirnya Orde Baru? Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Supersemar memiliki hubungan langsung dengan munculnya Orde Baru. Surat inilah yang menjadi titik awal peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Soeharto kala itu dan menjadi cikal bakal lahirnya Orde Baru.
tirto.id - Edusains
Penulis: Erika Erilia
Editor: Erika Erilia & Yulaika Ramadhani