Hukum Fidyah Shalat orang yang Sudah Meninggal & Tata Caranya

1 day ago 6

tirto.id - Fidyah salat adalah upaya untuk mengganti (qada) dari ibadah salat yang ditinggal dengan menggunakan bahan pangan pada takaran tertentu. Bagaimana hukum fidyah orang meninggal terhadap salatnya tersebut?

Salat merupakan rukun Islam ke-2 setelah syahadat. Allah mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk menegakkan salat lima waktu dalam sehari dan tidak boleh ditinggalkan tanpa ada alasan syar'i. Bagi yang berhalangan, Allah memberikan keringanan agar salat tetap dapat dilaksanakan dalam keterbatasan, seperti karena sakit, berpergian, dan sebagainya

Di sisi lain, ada muslim yang memiliki keterbatasan sampai akhirnya kesulitan menjalankan salat. Contohnya ia tidak dapat salat saat proses sakaratul maut. Ia pun tidak melaksanakan sebagian salat tersebut hingga akhirnya meninggal.

Bagaimana Hukum Fidyah Pengganti Salat untuk Orang yang Sudah Meninggal?

Fidyah orang meninggal sebagai ganti meninggalkan salat memiliki dua pendapat dalam mazhab Syafi'i. Setiap muslim hendaknya memahami hal ini terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menjalankan ibadah tersebut bagi keluarganya yang telah datang ajalnya.

Dalam pandangan jumhur ulama di mazhab Syafi'i, qada salat atau mengganti salat yang tertinggal bagi orang meninggal dunia yaitu tidak ada. Hukum asal kewajiban yang sifatnya fardhu 'ain hanya bisa dilaksanakan individu itu sendiri.

Kendati demikian, terdapat pengecualikan pada puasa, zakat, dan haji yang memiliki dalil tegas tentang kebolehan ditunaikan orang lain. Adapun terkait melakukan fidyah salat sebagai pengganti salat, tidak ada dalil tegasnya.

Imam Nawawi turut berpendapat terhadap masalah qada ini. Beliau menyatakan bahwa menyamakan qada untuk orang yang sudah wafat melalui dalil kebolehan berdoa pada mereka, begitu juga sedekah dan haji untuk orang yang telah meninggal dunia, merupakan dalil lemah.

Saat seorang muslim memilih pendapat bahwa qada salat tidak ada bagi orang yang meninggal dunia, termasuk dengan fidyah salat, ia meyakini bahwa salat merupakan amalan setiap individu. Amalam tersebut menjadi tanggung jawab masing-masing orang dan mesti diperhatikan setiap muslim.

Kendati demikian,ada pula pendapat dalam mazhab Syafi'i yang membolehkan qada salat ditebus oleh mereka yang masih hidup. Syekh Al-Allamah Zainud Ad-Din Al-Malibari Asy-Syafi'i (wafat 987H) dalam Fath Al-Mu'in (Maktabah Madinah, Jombang) menyatakan perbedaan pendapat seperti berikut:

“Barang siapa yang meninggal dalam kondisi memiliki hutang salat fardhu, tidak bisa diqadha (dibayar) dan ditebus (oleh yang masih hidup). Dalam pendapat lain dinyatakan : sesungguhnya hal itu boleh dilakukan untuknya, baik dia (mayit) mewasiatkan ataupun tidak. Imam Al-‘Abbadi menghikayatkan hal ini dari imam Asy-Syafi’i berdasarkan sebuah kabar (hadis) di dalam masalah ini. Dan Imam As-Subki mengamalkan hal ini untuk sebagian kerabatnya.”

Sebagian ulama Hanafiyah berpendapat bahwa shalat atau puasa yang ditinggalkan oleh mayit dapat digantikan dengan pembayaran fidyah apabila mayit mewasiatkan untuk pembayaran fidyah atas shalat yang ditinggalkan. Jika mayit tidak mewasiatkan pembayaran fidyah ini, maka para ulama Hanafiyah tidak mengamini pendapat ini.

Mengutip laman NU Online penjelasan-tentang-fidyah-pengganti-shalat-orang-meninggal-PjX6j, adapun cara melakukan qada salat dengan memberikan fidyah didasarkan pada hadis mauquf melalui sahabat Ibnu Abbas. Hadis mauquf adalah hadis yang disandarkan pada sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Hadis tersebut menyebutkan:

لاَ يُصَلِّي أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ ، وَلاَ يَصُومُ أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ وَلَكِنْ يُطْعِمُ عَنْهُ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مُدًّا مِنْ حِنْطَةٍ

Artinya: “Seseorang tidak dapat shalat atas ganti shalat orang lain dan tidak dapat puasa atas ganti puasa orang lain, tetapi ia dapat memberi makan atas ganti (shalat atau puasa) orang lain, setiap hari satu mud dari gandum”. (HR. An-Nasa’i)

Di sisi lain, menurut lamanSuara Muhammadiyah, Imam Malik dalam kitab Al-Muwatha' menyatakan hadis tersebut belum didengar dari seorang Sahabat atau Tabi'in yang menyatakan seseorang dari mereka telah memerintahkan agar melaksanakan salat atas lainnya. Pasalnya, semua itu (salat) dikerjakan bagi diri masing-masing dan seseorang tidak menanggung amalan orang lain. (Nasbu ar-Rayah fi Takhriji Ahadis, bab faslun fi man kana maridlan fi Ramadlan, 4/457)

Hadis mauquf tersebut juga bertentangan dengan hadis marfu dan bebeberapa hadis lain mengenai kebolehan qada salat melalui fidyah atau lainnya. Salat yang tertinggal pada orang yang meninggal tidak bisa diwakilkan ke orang lain. Beberapa hadis itu adalah:

  • Dari Aisyah (diriwayatkan), "kami diperintahkan untuk mengqada puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqada shalat." (HR. Muslim)
  • Dari Abu Hurairah (diriwayatkan), sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apabila manusia mati maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakannya." (HR. Muslim).
  • Dari Ali (diriwayatkan), dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Diangkat pena (tidak dianggap dosa) dari tiga hal, yaitu dari seorang yang tidur hingga terbangun, anak kecil hingga bermimpi (baligh) dan dari gila sehingga ia berakal." (HR. Muslim).

Dengan demikian, dalam Mazhab Syafi'i ada dua pendapat mengenai qada salat pada orang meninggal. Pertama, qada salat orang meninggal, seperti dengan membayar fidyah salat, tidak memiliki tuntunan dengan dalil atau petunjuk tegas untuk melakukannya. Bentuk ibadah tersebut menjadi tidak boleh dilakukan.

Pendapat kedua, sebagian ulama menyatakan fidyah salat untuk mengqada salat diperbolehkan. Salah satunya merujuk pada hadis mauquf yang telah disebutkan. Setiap muslim bisa menimbang dua status hukum atas fidyah salat tersebut, lalu menentukan pendapat terkuat yang ia yakini untuk diterapkan.

Tata Cara Membayar Fidyah untuk Orang yang Sudah Meninggal

Tata cara shalat fidyah orang meninggal jika berpijak kepada mazhab Syafi’i yaitu dengan memberi makanan pokok (beras) senilai satu mud (0,6 kilogram atau ¾ liter) kepada fakir miskin sebagai pengganti setiap satu salat yang ditinggalkan oleh mayit.

Jika berpijak kepada mazhab Hanafi, hitungan fidyah shalat yaitu dengan membayar berupa salah satu di antara dua pilihan, yakni setengah sha’ (1,9 kilogram) gandum atau tepung atau satu sha’ (3,8 kilogram) kurma atau anggur.

Saat bayar fidyah shalat orang meninggal, wali mayit juga dapat mengeluarkan fidyah dengan uang yang nominalnya sama (setara) dengan harga dua pilihan di atas.

Wali mayit juga dapat niat shalat fidyah untuk orang meninggal dengan memilih pendapat tentang pengganti salat yang ditinggalkan oleh mayit. Misalnya, wali mayit mengqada setiap salat yang ditinggalkan oleh mayit.

Hal berkaitan dengan fidyah salat berada di wilayah perbedaan pendapat. Wali mayit bisa memilih yang menurutnya benar dan kuat dari beberapa pendapat, termasuk tidak melakukan fidyah salat.


tirto.id - Edusains

Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Dhita Koesno
Penyelaras: Ilham Choirul Anwar

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |