tirto.id - Apa hukum mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji’un kepada nonmuslim yang meninggal dunia? Pertanyaan yang menyentuh ranah akidah, adab, dan fiqih ini menjadi salah satu hal yang kerap mencuat dan menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat Muslim.
Pertanyaan tersebut juga kembali ramai diperbincangkan setelah mantan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, menyampaikan belasungkawa atas wafatnya Paus Fransiskus dengan mengucapkan, "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un" melalui akun X miliknya.
Wafatnya Paus Fransiskus pada Senin (21/4/2025) memantik banyak perhatian dari berbagai kalangan, termasuk umat Islam. Paus Fransiskus (Pope Francis) adalah pemimpin tertinggi Gereja Katolik sekaligus Kepala Negara Vatikan.
Ia dikenal sebagai tokoh keagamaan dunia yang moderat dan terbuka terhadap dialog antaragama. Dalam masa kepemimpinannya, ia aktif menyuarakan isu-isu kemanusiaan seperti perlindungan pengungsi, keadilan sosial, dan perubahan iklim.
Paus Fransiskus juga cukup vokal dalam menyerukan pesan damai dan mengecam berbagai bentuk ketidakadilan, termasuk terhadap genosida yang terjadi di Gaza, Palestina.
Secara bahasa, "Inalillahi wainna ilaihi rajiun" bermakna "Sesungguhnya kami milik Allah, dan kepada-Nya kami akan kembali." Kalimat ini disebut istirja’ dan merupakan ekspresi keimanan seorang Muslim terhadap takdir Allah Swt.
Kalimat ini diucapkan saat tertimpa musibah, termasuk kematian, sebagai pengingat akan hakikat hidup dan kematian. Lantas, bolehkah mengucapkan inalillahi kepada nonmuslim?
Dalam kajian ta‘ziyyah atau ucapan belasungkawa dalam Islam, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum menyampaikan belasungkawa kepada nonmuslim. Dikutip dari Ibn Rushd Centre, sebagian besar ulama mazhab Maliki lebih ketat, dan menilai bahwa ta‘ziyyah kepada nonmuslim sebaiknya dihindari karena dikhawatirkan mengandung unsur doa yang dilarang, seperti permohonan ampunan atau rahmat kepada orang kafir.
Hal ini sebagaimana mengacu pada ayat Al-Qur’an:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْ يَّسْتَغْفِرُوْا لِلْمُشْرِكِيْنَ وَلَوْ كَانُوْٓا اُولِيْ قُرْبٰى مِنْۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُمْ اَصْحٰبُ الْجَحِيْمِ
"Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang itu kaum kerabat(nya), setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka Jahanam." (QS. At-Taubah: 113)
Imam An-Nawawi juga menegaskan bahwa menshalatkan dan mendoakan pengampunan bagi orang kafir hukumnya haram berdasarkan Al-Qur’an dan ijma’ ulama.
قال النووي رحمه الله : وأما الصلاة على الكافر والدعاء له بالمغفرة فحرام بنص القرآن والإجماع
"Adapun menshalati orang kafir dan mendoakan agar diampuni dosanya, maka hukumnya haram, berdasarkan nash Al–qur’an dan Ijma’. (al-Majmu’ 5/120).
Sementara itu, mayoritas mazhab Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali membolehkan menyampaikan belasungkawa kepada keluarga nonmuslim yang sedang berduka, termasuk menyampaikan kata-kata penghibur dan empati. Syaikh bin Baz rahimahullah, sebagaimana dikutip oleh Muslim.or.id, menyatakan:
"Tidak mengapa mengucapkan ‘inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’ saat mendengar kematian orang kafir, karena semua makhluk adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya."
Namun beliau mengingatkan bahwa kalimat-kalimat doa seperti "semoga tenang di sisi-Nya", "semoga mendapat surga" atau "semoga diampuni" tidak boleh diucapkan kepada nonmuslim yang telah meninggal, karena itu termasuk bentuk doa yang secara eksplisit dilarang dalam Al-Qur’an.
Maka, dapat disimpulkan bahwa dari sisi fiqih, mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji’un untuk nonmuslim yang meninggal adalah diperbolehkan, selama tidak disertai dengan doa pengampunan atau rahmat bagi si mayit. Ungkapan, "Semoga Anda diberi ketabahan," atau "Semoga Allah memberi ganti lebih baik," kepada keluarga yang ditinggalkan juga dinilai sah-sah saja.
Ini adalah bentuk pengakuan atas kepemilikan Allah terhadap seluruh makhluk dan kepastian bahwa semua manusia akan kembali kepada-Nya, tanpa memandang agama.
Namun demikian, umat Islam tetap perlu menjaga batas-batas syariat dan tidak mengekspresikan emosi berlebihan. Bentuk penghormatan yang menyerupai pemuliaan juga sebaiknya dihindari, terlebih jika yang meninggal dikenal memiliki kebijakan atau tindakan yang merugikan umat Islam.
tirto.id - Edusains
Kontributor: Nisa Hayyu Rahmia
Penulis: Nisa Hayyu Rahmia
Editor: Beni Jo