Indikasi Kejahatan Perang Israel: Tembaki Kendaraan Medis

1 day ago 14

tirto.id -

Pihak militer Israel (IDF) mengakui ada kekeliruan atas pernyataan awal terkait insiden dugaan pembunuhan 15 paramedis dan petugas penyelamat di Gaza selatan akhir bulan lalu. Mulanya, militer Israel mengeklaim berkali-kali bahwa serangan terhadap kendaraan medis atau ambulans dilakukan karena mobil itu tampak mencurigakan.

IDF bahkan menuding mobil ambulans dan pemadam kebakaran bergerak tanpa lampu dan simbol medis. Hal ini membuat tentara Israel menghujani kendaraan tersebut dengan tembakan.

Klaim-klaim tersebut terbantah setelah video amatir yang diduga direkam oleh salah satu korban—bersumber dari ponsel salah satu korban usai jenazahnya ditemukan—menunjukkan secara jelas bahwa iring-iringan yang datang betul-betul ambulans dan petugas penyelamat. Lampu mobil ambulans terpancar jelas, begitu pun lambang petugas paramedis di mobil tersebut.

Video tersebut diperoleh Al Jazeera usai kuburan massal belasan paramedis korban kekejaman tentara Israel itu terungkap pada 27 Maret 2025 lalu. Padahal, insiden pembantaian paramedis ini terjadi pada 23 Maret dini hari di wilayah Tel Sultan.

Jenazah korban dikubur secara massal oleh tentara Israel dalam lubang dangkal. Kendaraan yang ditumpangi korban juga dihancurkan militer Israel di lokasi kejadian.

Al Jazeera menulis, seorang pejabat militer yang tidak mau disebut identitasnya memberikan penjelasan kepada wartawan pada hari Sabtu (5/4/2025) kemarin, bahwa laporan awal dari pasukan Israel di lapangan telah keliru.

Namun, pejabat militer tersebut mengatakan bahwa Israel meyakini setidaknya enam dari 15 orang tersebut adalah anggota Hamas. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Otoritas Palestina hakulyakin para korban adalah paramedis dan petugas penyelamat yang dilarang untuk diserang.

"Namun [pejabat militer Israel] tidak segera memberikan bukti, dengan dalih bahwa pekerjaan intelijen yang terlibat dalam proses identifikasi bersifat rahasia," seperti dikutip dari laporan Al Jazeera.

Dalam beberapa hari terakhir, pihak militer telah berulang kali mengeklaim bahwa sembilan dari mereka yang terbunuh itu adalah militan yang tergabung dalam Hamas dan Jihad Islam.

Sementara itu, Perhimpunan Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) menyatakan bahwa ambulans yang berangkat sekitar pukul 3:30 pagi pada 23 Maret itu dalam misi mengevakuasi warga sipil Palestina yang terluka akibat penembakan Israel. Namun sebuah ambulans dan awaknya ditembak militer Israel di tengah perjalanan.

Beberapa ambulans dan truk pemadam kebakaran menuju ke tempat kejadian beberapa jam berikutnya untuk menyelamatkan mereka. Tujuh belas orang dikirim secara keseluruhan, 10 di antaranya adalah pekerja Bulan Sabit Merah, enam orang responden darurat dari pertahanan sipil Gaza, dan satu orang pekerja PBB.

Bulan Sabit Merah mengatakan satu petugas medis masih hilang dan satu orang lagi ditahan oleh pasukan Israel dan kemudian dibebaskan.

Dalam video yang diperoleh Al Jazeera, tampak sebuah truk pemadam kebakaran berwarna merah dan ambulans yang melaju di malam hari. Video diambil oleh petugas medis di salah satu mobil iring-iringan.

Kendaraan-kendaraan itu berhenti bersebelahan di pinggir jalan, lalu dua orang berseragam keluar. Beberapa saat kemudian, tembakan yang intens terdengar nyaring.

Dalam video tersebut, suara dua petugas medis terdengar, yang satu berkata, "kendaraan, kendaraan," dan yang lain menanggapi dengan berkata, "Sepertinya ada sebuah insiden [kekeliruan]."

Beberapa detik kemudian, rentetan tembakan terdengar, dan layar menjadi hitam. Petugas medis yang merekam adegan tersebut kemudian terdengar mengucapkan pernyataan Syahadat, yang secara tradisional diucapkan oleh umat Islam dalam menghadapi kematian.

"Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan-Nya," katanya berulang kali. Suaranya bergetar di tengah tembakan beruntun yang berlanjut di latar belakang.

Dia juga terdengar mengucap, "Maafkan saya ibu karena saya memilih jalan ini, jalan untuk menolong orang lain."

Dia kemudian berkata, "Terimalah kesyahidan saya, Tuhan, dan ampunilah saya."

Tepat sebelum video berakhir, dia terdengar berkata, "Orang-orang Yahudi datang, orang-orang Yahudi datang." Pernyataan yang tampaknya merujuk pada tentara Israel.

Kelompok Palestina Hamas pada hari Sabtu mengatakan bukti visual yang tak terbantahkan itu menghancurkan kebohongan klaim 'gerakan mencurigakan' yang dibuat-buat oleh militer Israel terhadap rombongan petugas medis dan penyelamat.

"Membuktikan penargetan sistematis terhadap personil kemanusiaan dan merupakan pembunuhan terencana di bawah hukum internasional," kata Hamas kemarin, dilansir Al Jazeera.

Sementara itu, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Turk, mengutuk serangan tersebut dan meningkatkan kekhawatirannya akan kemungkinan terjadinya "kejahatan perang" yang dilakukan oleh militer Israel.

Volker menyerukan penyelidikan yang independen, cepat, dan menyeluruh atas kejadian ini.

"Saya terkejut dengan pembunuhan 15 petugas medis dan pekerja bantuan kemanusiaan baru-baru ini, yang meningkatkan kekhawatiran lebih lanjut atas kejahatan perang oleh militer Israel," kata Volker Turk kepada Dewan Keamanan PBB.

Menurut UNRWA, setidaknya 408 pekerja bantuan, termasuk lebih dari 280 staf UNRWA, telah terbunuh oleh pasukan Israel di Gaza sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023. Sejak saat itu, lebih dari 50.000 warga Palestina, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan perempuan, telah terbunuh.

Konflik Israel PalestinaWarga Palestina mengevakuasi korban luka-luka dan meninggal akibat bombardir Israel di Rafah, Jalur Gaza, Jumat (1/12/2023). (AP Photo/Hatem Ali)

Reuters berhasil mewawancarai petugas paramedis Palestina yang berada di lokasi kejadian yang menewaskan 15 rekannya. Ia sampai saat ini teridentifikasi sebagai satu-satunya penyintas dalam insiden ini.

Ia adalah Munther Abed, sukarelawan untuk Bulan Sabit Merah Palestina, yang sempat ditahan tentara Israel dalam insiden penyerangan paramedis tersebut dan kemudian dilepas. Abed mengatakan bahwa ia dan rekan-rekannya hari itu menerima panggilan untuk pergi membantu orang-orang yang terluka sekitar waktu subuh setelah serangan udara di daerah Al-Hashasheen di Rafah, dekat perbatasan dengan Mesir.

"Kami langsung bergerak, saya dan dua rekan lainnya. Begitu kami tiba di sana, kami ditembaki dan mereka menahan kami," kata dia kepada Reuters.

Selama ditahan, ia kehilangan jejak kedua rekannya. Ketika ia berdiri di dekat para tentara, ia mengaku melihat kendaraan darurat lainnya sedang mendekati posisi tentara Israel. Lantas mereka ditembaki oleh tentara Israel.

"Saat itu gelap dan saya tidak bisa melihat apa yang terjadi pada orang-orang di sana, tapi mereka (tentara) menembak dengan keras. Mereka meminta saya untuk menunduk dan mereka menembak dengan keras," kata dia.

Abed mengatakan bahwa ia ditahan pasukan Israel selama sekitar 15 jam dan selama itu ia diinterogasi dan dipukuli. Ia mengatakan melihat seorang pekerja bantuan yang masih hilang, ditahan oleh tentara Israel.

"Mereka bertanya kepada saya di mana saya berada pada tanggal 7 Oktober, mereka mengatakan bahwa orang Palestina adalah teroris, dan bahwa kita semua adalah teroris," tutur Abed bercerita.

Akhirnya, Abed mengatakan bahwa para tentara melakukan beberapa pemeriksaan terhadapnya sebelum mereka memutuskan untuk membebaskannya.

Juru bicara Bulan Sabit Merah Palestina, Nebal Farsakh, mengkonfirmasi bahwa Abed bekerja untuk organisasi tersebut sebagai sukarelawan dan berada di Rafah pada hari itu untuk menjalankan misi. "Dia adalah satu-satunya yang selamat, dua rekan yang bersamanya tewas. Ada seorang rekan lainnya yang masih hilang," kata Farsakh.


tirto.id - Hukum

Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Rina Nurjanah

Read Entire Article
Berita Rakyat | Tirto News |